CHAPTER 4

38 5 0
                                    

Fran Cooks, dua puluh dua tahun, cantik dan seksi. Fran Cooks, cerdas dan cekatan sampai cowok-cowok mikir tiga juta kali sebelum berniat membodohinya dengan tetekbengek tentang cinta. Fran Cooks, jadi kepala keluarga saat usianya enam belas dan mengasuh adik remajanya yang tadinya goblok sampai jadi cowok paling digilai se-Gastro. Fran Cooks memang sempurna. Namun satu hal yang dia sesali adalah uang.

Uang tidak tumbuh di pohon dan uang tidak mekar seperti kembang rumput liar. Maka dari itu, Fran dan adiknya membuka usaha kedai kecil di rumah mereka. Adiknya yang mengurus kedai, sementara Fran keluyuran memburu hewan untuk diolah. Namun kadang ada sejenis perasaan jengah pada pekerjaan hariannya itu. Fran ingin jadi lebih dari sekadar pemburu hewan.

Fran ingin jadi bounty hunter.

Pintu kedai Fran&Zach berdebum terbuka. Seorang pria berbadan gempal melayang keluar dan mendarat keras di tanah. Orang-orang berpaling padanya dan ternganga heran. Pria itu berguling ke depan dan menutupi kepalanya dengan lengannya.

“Ampun! Aku janji tidak akan menggoda sepupumu lagi!” serunya.

Fran Cooks melenggang keluar dari kedai. Sebatang tombak bermata dua dipanggul di pundaknya. Gadis itu mengangkat kaki kanannya dan menginjak lengan si pria.

“Kaukira aku bodoh apa?” dengusnya. “Sudah menggoda sepupuku, kau juga sering menipu adikku yang bego kan? Kau memang pantas mati!”
Fran menjejak keras lengan pria itu, lalu mengayunkan tombaknya melintangi leher pria itu.

“Fran!!”

Fran spontan berhenti. Ujung tajam tombaknya tinggal seinchi dari batang leher korbannya. Gadis itu menengok ke belakang, menemukan Theresa dan Zach menggeleng-geleng bukan kepalang.

Fran berdecak. “Geblek.” Dia menurunkan tombak dan mendorong pria itu. “Mati sendiri saja sana! Dan jangan pernah menampakkan congormu di kedaiku lagi!”

Pria itu berjuang bangkit, dan berlari terseok-seok menerobos kerumunan.

Fran memanggul tombaknya lagi dan masuk ke kedai. Suasana kedai agak canggung setelah perkelahian Fran barusan. Beberapa tamu bahkan memelototi Fran seiring dengan tiap langkahnya. Untung saja hari ini Fran tidak kedapatan membunuh orang. Jadi pembunuh adalah hal terakhir yang diinginkan oleh adik dan sepupunya.

Zach memberinya kedikkan bahu saat Fran duduk di meja panjang di hadapannya. Pemuda itu menyorong segelas mead  hangat padanya, meringis kikuk.

“Lagi ngambek?” tanyanya.

“Gimana aku tidak ngambek, Zach,” jawab Fran cepat sambil mereguk minumannya. “Bisnisku bisa bangkrut kalau terus ketipu begini. Kau juga! Ngapain sampai bisa ketipu berkali-kali? Kau ini kan sekolahan!”

“Aku sekolah cuma setahun, Kak. Bisa baca, tulis, dan hitung saja sudah untung.”

“Dan kau tetap saja goblok!”

Theresa bergegas menghampiri Fran dan memijit bahunya. Dia gadis sembilan belas tahun bertubuh mungil dan berambut cokelat kemerahan. Gadis itu berkicau, “Fran, makasih sudah menolongku! Kalau tidak ada kau, pasti aku sudah dipermalukan.”

Fran menghela napas panjang. “Apa jadinya kedai ini tanpa aku?”

Pintu kedai terbuka lagi. Kali ini seorang pria berseragam serdadu istana masuk. Theresa segera menyambut mereka, sementara Fran masa bodoh dan menyesap mead-nya. Dia tidak suka mengurusi tamu walaupun kedai ini miliknya. Tugas Fran cuma berburu hewan liar dan menjaga ketentraman kedai. Kebanyakan, Zach dan Theresa yang mengurus tamu.

“Selamat datang!” sapa Theresa.

“Kami punya menu spesial hari ini: Gumbo Liar ala Fran! Dicacah dan diracik oleh Ratu Fran sendiri!” seru Zach sambil mengangkat satu tangannya.

Of Pride and JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang