3

51 5 0
                                    

           "Daddy, wake up..."

           Arthur memanjat ke atas kasur dan dia duduk di atas perutku. Aku sempat kesusahan bernafas saat ia melakukan itu, tangan kecilnya memukul dadaku beberapa kali dengan semangat. Aku menggumam dan membuka mataku perlahan. Mata blue-ishnya seakan menyapaku. Aku tersenyum dan menurunkan tubuhnya perlahan. Aku beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Ku basuh wajahku dan tak lupa menggosok gigiku. Arthur, dia sudah mandi dengan sendirinya. Dia lebih pandai daripada kakaknya. Rey, jangan tanya tentang dirinya―dia masih tertidur dengan nyenyak di kasurnya. Kemungkinan saja dia bar tertidur, terjaga sepanjang malam adalah kegiatan favoritenya dewasa kini.

           Aku dan Arthur memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar perkemah ini. Beberapa orang juga sudah ada yang beraktivitas, mereka berlari pagi atau sekedar berjalan-jalan dan mengabadikan moment bersama. Arthur mengajakku untuk mendekati dermaga kecil dengan sebuah canoe yang terikat di salah satu tiangnya.

           "Selamat pagi Mr. Alexander dan Arthur." ucap Jamie dan itu menganggetkanku. Di tertawa lalu meminta maaf. "Kalian ingin menaiki canoe?" tanya dia melihat kami berdua.

           Arthur mengumpat di balik tubuh. Aku tidak ingin menampik jika Jamie memang sedikit menyeramkan, dia selalu tersenyum setiap saat seakan yang ia tahu di dunia ini hanyalah kebahagian semata. Jamie merunduk melihat Arthur dengan senyumnya yang lebar, dia mengusak rambut Arthur dan perlahan jagoan kecilku keluar dari persembunyiannya.

           "Kau ingin menaiki canoe?" Tanya Jamie dan Arthur mengangguk perlahan sembari melihat wajahnya.

           "Baiklah, aku akan mempersiapkan canoenya." Ucap Jamie dan ia segera melepas ikatatan tali tambang.

           "Ayah... kau melihatnya? dia cantik sekali." Gumam Arthur disebelahku.

           "Kau yakin? Perempuan tercantik setelah nenekmu adalah ibumu Arthur." Lanjutku sembari kedua alisku dan menatapnya.

           "Ayah yakin jika nenek itu cantik?" Tanya Arthur dengan polos dan itu membuat tawaku meledak. Aku mengusak kepalanya lalu mengangguk perlahan.

           "Setiap orang atau sesuatu di dunia ini mempunyai kecantikan dan keindahannya masing-masing. Kita tidak dapat memutuskan bahwa sesuatu itu buruk hanya karena melihat luarnya saja." Ucapku.

           "Tidak bermaksud mengganggu tapi canoenya sudah siap. Naik perlahan dan jaga keseimbangan." Ucap Jamie lalu ia mencegatku ketika Arthur sudah menaikki canoe, dia melihatku sembari tersenyum. "Jangan lupa dengan pelampungnya, Tuan Alexander."

           "Pasti... ." Balasku sembari mengangguk.

           Aku melihat ke dalam matanya. Begitu coklat dan menenangkan. Aku sadar bahwa itu tampak tak asing dengan mata itu. Bagaimana cara mata itu memberikan kenyamanan untukku, aku tau hanya seseorang yang bisa memberikanku perasaan seperti itu, hanya saja dia sudah pergi berpuluh tahun yang lalu.

           Aku menaiki Canoe, membantu Arthur baik ke canoe juga dan mulai mengayuh sampai ke tengah danau. Aku dan Arthur memancing bersama, di  canoe ini sudah tersedia beberapa pancingan dan juga umpan. Arthur mendapatkan ikan yang cukup besar, dia bahkan sampai tak bisa menggulung reelnya, aku membantunya dan setelah melepaskan ikan dari kail, aku membiarkan Arthur memegang hasil tangkapannya.

           "Kita akan memasaknya?" Tanya Arthur dengan semangat. "Wow, ikan ini tak bisa diam dad!"

           Aku tertawa "Lebih baik lagi. Kita akan membakarnya. Aku akan bilang Jamie untuk menyiapkan api unggun di depan kabin kita." Balasku.

Until the dawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang