5

45 4 0
                                    

           "Maafkan aku karena langsung pergi, Tuan. Ada pengecheckan mendadak." Ucap Jamie lalu ia merundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maaf.

           "Tidak masalah, Jamie." Balasku lalu aku menyuruh anak-anak berjalan terlebih dahulu. "Kau mungkin tahu jika ini hari terakhir kami berada di sini. Bisa kau menolongku untuk mengawasi anak-anakku bermain? Aku ada urusan sebentar."

           "Dengan senang hati Tuan." Balas Jamie dengan senyuman.

           Lagi-lagi, aku merasa de javu. Mengapa segala hal yang menyangkut pada diri Jamie mengingatkan aku dengan Devonna? Atau ini adalah tanda agar aku mengunjunginya?
Aku tersenyum dan mengangguk sebelum berjalan kembali menuju kabin. Aku mengambil handphone dari saku celanaku, duduk di pinggir tempat tidur dan menekan nomor Olivia. Butuh beberapa saat hingga Olivia mengangkatnya.

           "Hai Olivia, bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanyaku dengan nada lembut.

           "Sudah lebih baik. Bagaimana kau dan anak-anak? Kapan kalian pulang?" Tanya Olivia balik kepadaku.

           "Kami baik-baik saja dan kami akan pulang besok. Hey, Olivia... aku merindukanmu. Maafkan aku jika membuatmu marah, aku tak bermaksud membuatmu marah." Lanjutku.

           Aku bisa merasakan bahwa Olivia kini tersenyum. "Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku terlalu berlebihan. Aku juga merindukanmu Jonas. Kau tidak ada pemikiran untuk pindah pekerjaan? Aku tahu bekerja di Nasa begitu banyak tekanan, apa kau tidak ingin re-sign??? "

           Aku menarik nafasku dan bangkit berdiri. Berjalan mendekati jendela lalu memandang keluar. "―ya, hanya saja pekerjaan ini membuat anak-anak merasa ayahnya keren, bukan? " balasku sembari tersenyum.

           "Hm, baiklah... . Aku harus memasak, cepatlah pulang. Love you." Olivia disertai dengan kecupan, ia mengakhiri panggilan sebelum aku membalas perkataannya.

           Aku tersenyum, menaruh kembali handphoneku di saku tanpa melepaskan pandanganku dari kedua anakku. Aku bersyukur, kini Rey sudah melepaskan pikirannya tentang Jamie yang berusaha mencuri perhatianku, aku senang dia sudah membuang pikiran itu. Aku membuka pintu kabin dan berdiri di ambang pintu. Aku menyenderkan tubuhku di kusen pintu. Entah bagaimana aku sangat lega mengetahu kini tak ada lagi masalah dalam keluargaku. Aku berjalan menghampiri mereka dan berdiri di sebelah Jamie.

           "Thank you." Ucapku perlahan dan Jamie hanya tersenyum

―oOo―

           Malam tiba, kami mengadakan api unggun terakhir sembari membakar marshmallow. Jamie membawa gitar kesayangannya dan memetiknya perlahan di iringi suara lantun lagu yang keluar dari multnya berirama. Dia juga mengiringi Rey bernyanyi sebuah lagu yang tidak terlalu aku mengerti. Athur sedang sibuk dengan marshmallow yang selalu terbakar hangus dan terkadang dia mengeluh kepadaku.

           "Ayah, saat ayah masih muda... ayah pernah melakukan piknik?" tanya Rey tanpa melihatku.

           Aku melihatnya. "Ayah sering piknik bersama dengan kakekmu. Kami memancing bersama dan bersenda gurau. Hanya saja kenangan itu terpecah belah ketika kakekmu meninggalkan ayah. Dan ayah juga pernah membawa sahabat ayah ke sana."

           "Aku tak menyangka kau masih mengingat itu." Sambung Jamie dengan volume kecil, tetapi aku masih bisa mendengarnya.

           Aku melihat Jamie, dia tersenyum kepadaku seakan tidak terjadi apapun. Dia kembali mengiringi Rey dengan gitarnya. Aku masih melihat dia dengan tatapan aneh, aku tak tahu mengapa ia mengatakan hal seperti itu, tapi aku rasa dia mengucapkan itu bukan karena bersenda gurau saja―maksudku, itu bukan hanya lanturan semata yang keluar refleks dari mulutnya―aku merasa dia memang bermaksud mengatakan itu.

           "Ja―"

           "Ayah... aku ingin tidur." Ucap Arthur lalu memeluk tubuhku. Kepala kecilnya kini bersender di atas dadaku dan matanya mulai terpejam. "Aku rindu momma."

           Aku mengusap punggungnya dan ia menguap dengan lebar. Aku membelai rambut pirangnya perlahan. "Besok kita akan pulang, tenang saja." lanjutku. Aku bangkit dari kursi sembari menggendong Arthur dan berjalan perlahan menuju kabin.  "Rey... tolong jangan sampai larut malam, besok kita berkemas. Kita akan pulang esok."

           "Okay, dad..." Balas Rey.

            Suara perbincangan Rey dan Jamie masih terdengar walau samar dari dalam kabin. Aku duduk di pinggir tempat tidur, mengusap kembali rambut pirang Arthur perlahan.

           "Selamat malam, jagoan ayah." Ucapku dengan volume sekecil mungkin lalu mengecup keningnya dan menarik selimut putih.

           Aku berjalan menuju pintu dan berdiri di ambang pintu. Aku menepuk tanganku dengan keras beberapa kali. Rey menoleh ke arahku, dia tahu bahwa aku sudah menyuruhnya untuk masuk. Dia mengucapkan salam perpisahan sebelum berjalan menuju kabin.

           "Jadi kini kau sudah bersahabat dengan Jamie?"Tanyaku dengan nada sedikit mengejek.

           "Ayah, stop melakukan itu." Balas Rey sembari menepuk tanganku. Rey tersenyum melihatku. "Dia lumayan keren dan seru. Kami sudah memasuki state seperti saling mengerti satu sama lain. By the way... kita benar-benar akan pulang esok?"

           "Ya, ibumu sudah lebih baik." Lanjutku dan Rey menarik nafas panjang. "Ada apa Rey?"

           Rey mengangkat kedua pundaknya bersamaan, wajahnya terlihat agak kecewa "Entahlah... , hanya saja, kau tahu? aku baru bersahabat baik dengan Jamie dan menyukai tempat ini. Bisa kau tambah sehari lagi, dad?"

           "Ibumu akan murka jika ayah melakukan itu. Sekarang pergilah ke tempat tidurmu. Besok kita akan packing." lanjutku dan Rey menghembuskan nafas panjang.

          Rey berjalan melewatiku, aku tak melepas pandanganku dari Rey samapi ia menuju tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya. Aku mengalihkan pandanganku ke arah api unggun. Sudah tidak ada seorangpun di sekitar api unggun, Jamie juga sudah menghilang. Api unggun itu masih menyala tapi aku tak ambil pusing untuk memadamkannya, aku tahu jika api itu akan padam dengan sendirinya. Aku menutup pintuk kabinku dan menguncinya sebelum beranjak ke tempat tidur.

Until the dawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang