4.

41 6 0
                                    

           Matahari sudah keluar dari persembunyiannya dan bersinar cukup terang, udara di sekitar perkemahan ini masih sangat sejuk. Hari ini kedua anakku bangun tepat waktu, aku sudah bilang kepada mereka bahwa ini adalah hari terakhir di perkemahan, mereka harus menikmati hari ini sebisa mungkin. Kami berencana akan berenang, tapi aku tidak bisa, flu menyerangku secara tiba-tiba. Rey dan Arthur sudah memakai baju renang mereka. Arthur sudah sangat senang dan bersemangat jika menyangkut hal mengenai air. Impian dia adalah menjadi nahkoda atau perenang.

           "Ayah aku sudah dewasa tidak perlu kau menggandeng tanganku lagi." Ketus Rey dengan nada normal.

           "Baiklah, maafkan aku nona." Ucapku. Rey memutar kedua bola matanya dan berlari menyusul Arthur.

           Aku tersenyum melihat kedua anakku dan merasa sedikit bangga bisa menyuruh Rey keluar dari markasnya. Aku duduk di sebuah bangku bercat merah marun di pinggir danau. Bersandar santai sembari mengawasi anak-anakku dari sini.

           "Selamat pagi, Tuan Alexander." Ucap Jamie lalu menaruh tiga gelas limun dingin di meja bundar berukuran kecil di sebelahku. "Untuk anda dan anak anda."

           "Kau selalu mengejutkan aku Jamie." Balasku dan Jamie tertawa. "By the way, terima kasih atas limunnya."

           Jamie mengangguk lalu ia pergi meninggalkanku. Hampir tiga puluh menit berlalu, akhirnya Rey kembali. "Apa yang ia lakukan tadi ayah?" Tanya Rey dengan nada penasaran.

           "Mengantar minuman." Lanjutku sembari mengangkat satu gelas.

           "Ayah mengapa kau selalu menatapnya dengan tatapan seperti itu? Aku jarang melihat ayah menatap mom seperti itu." Lanjut Rey lalu ia mengambil satu gelas dan meminum limun segar itu dengan bantuan sedotan.

           Aku menarik nafasku. "Apa ibumu pernah cerita bahwa ayah sempat menyukai orang lain selain ibumu?" Tanyaku sembari melihat Rey.

           "Ya, ibu bilang ayah mencintai sahabat ayah yang ada di foto prom SMA ayah." Lanjut Rey.

           "Kau tau? Dia sudah tidak lagi ada ketika prom berlangsung dan kau bisa melihatnya." Lanjutku sembari melihatnya.

           "Dia pindah ke suatu tempat? Ayah bisa mengunjunginya." Ucap Rey.

           "Dia meninggal beberapa hari sebelum prom berlangsung. Leukimia membunuhnya. Kau tau dia orang yang pintar. Dia punya banyak mendali dan sertifikat lomba Sains di rumahnya, padahal dia tak sekolah."

           "Maafkan aku karena mengingtkan ayah dengan sahabat ayah." Lanjut Rey.

           "Kau tak perlu meminta maaf. Jamie seharusnya yang melakukan itu. Dia mengingatkan ayah dengan sahabat ayah. Ayah sangat hancur ketika dia pergi tapi ibumu yang membuat ayah kuat."

           Aku melamun ke arah cahaya matahari yang bersinar terang di horizon. Seketika memori masa lalu terbang ke dalam benakku. Aku teringat bagaimana dulu, aku suka sekali duduk  di atas gedung guardian shoes yang sudah bangkrut dan tampak hancur di bagian depan. Aku selalu duduk di sana ketika merasa tidak nyaman dengan dunia ini, duduk di sana mengingatkanku bahwa dunia ini sebenarnya indah hanya saja ada beberapa orang yang berusaha menghancurkannya.

           Rey menaruh segelas limunnya kembali. "Ayah tahu... Jamie sebenarnya tampak tak asing untukku karena aku seperti selalu bertemu dengannya. Mungkin dia sahabat ayah yang sedang menyamar."

           Aku tertawa. "Tidak ada hal seperti itu. Itu hanya di film saja Rey. Kembalilah berenang."

―oOo―

Until the dawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang