Jangan - Jangan ...

61 4 3
                                    

"Gue gak mau tau! Pokoknya elo harus gantiin! Katanya eksekutif muda? Masa gantiin kamera aja nggak bisa? Huuu!"

Sedari tadi Julia tak henti-hentinya mengomel. Berjalan mondar-mandir, sebentar-sebentar duduk, sebentar-sebentar berdiri, sebentar-sebentar minum, sebentar-sebentar makan, begitu seterusnya. Sampe lebaran monyet-_-

"Oke, saya akan ganti kamera itu. Tapi cuman setengah harga! Kamera itu rusak, karena kesalahan KITA! bukan cuman saya!"

KITA

KI TA

K I T A

Kata itu terus terngiang beberapa saat. Seperti dejavu, Kata itu mengingatkannya pada masa lalunya, orang yang sama dengan hatinya sekarang. Belum berubah sejak 7 tahun yang lalu.

Flashback

"Awas lo Jayalay! Gue sumpahin lo ketiban kecoak terbang!"

Jaya masih terus berlari, menapaki tangga gedung B sekolah menengah pertama favorit dikota itu sekaligus menuju kelas unggulan angkatan kelas IX disekolah itu. Sesekali ia menoleh kebelakang melihat seorang gadis dengan langkah lebar dan sangar layaknya preman pasar mengejarnya.

Berlari
Melompat
Menggeser

Bahkan

Mendorong apapun yang ada didepannya, Julia masih setia mengekorinya di belakang.

Sisi lain penampakan kelas itu akhirnya muncul, keadaan amburadul bak kapal kejedot gletser. Semua orang juga tahu penyebabnya siapa tapi tak satupun yang ingin protes, secara mereka harus berhadapan dengan sang ketua kelas galak nan keras kepala dan si ibu preman pasar nan sangar.

"Aww" Caca merintih perih. Telunjuk kirinya tergores panjang hingga ke pangkal jarinya. Bau anyir tercium hingga karton biru pastel dimeja terkena noda merah.

Tisah dan Lena disebelah Caca melebarkan matanya kaget. Segera Tisah mengamankan pisau cutter yang mengkilap baru dan meraih tissue di kantungnya. Sementara luna berlari mengambil kotak P3K di sudut kelas.

Sementara Tisah dan Luna mengambil tindakan, seisi kelas mengerubungi mereka bertiga dan memandang dengan berbagai ekspresi, kasihan, jijik, meringis, bahkan datar. Mereka ikut mengerubungi namun hanya sebagai penonton *IndonesianPeople-,-

Caca meniup pelan lukanya lalu memandang kesal kearah sepasang muda mudi di sudut kerumunan itu yang terperangah kaget. Kemudian mengembalikan pandangannya kembali pada lukanya yang sudah terbalut kasa.

"Ini itu kelas! Bukan lapangan lari! Lo nggak liat gue segede gini?" Sindir Caca pelan.

"Gewees yah Ca"

Seluruh pasang mata menoleh ke arah pemilik suara yang baru saja menunjukkan rasa simpatinya. Sang ketua kelas somplak yang kini memasang wajah sendunya. *limited facenya Mas Jaya

"Gue minta maaf, maaf sebesar besarnya. Gue tau dia emang salah"

Sebagian kepala mulai mengernyitkan dahinya. Sebagian lainnya masih acuh karena tidak sadar dengan apa yg Jaya katakan.

"Karena kebegoannya, ketololannya, kesomplakannya, keabsurdannya, dan kerempongannya. Membuat ia menyebabkan masalah ini"

Semua orang mengernyit bingung. Ini orang ceramah bahas apa sih?

"Jadi gue, selaku ketua kelas teralim sekaligus orang yang memiliki rasa simpati besar karena memakai Kartu Perdana Simpati memutuskan untuk mewakili Julia meminta maaf atas seluruh kesalahannya terhadap anda!"

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang