Author: hilwazha
–––––“Dia, cinta pertama lo ya?” Alfiandi mengangguk. Kini dia dan Kania sedang berada di lapangan basket karena Alfiandi yang memaksa. Ini semua karena Starla--cinta pertama Alfiandi.
“Bahkan gue suka rambut panjangnya,” celetuk
Alfiandi.“Inget sesuatu Di.” Kania mengingatkan.
“Iya, gue inget. Makanya gue gak mau gegabah dulu.” Alfiandi tersenyum masam.
* * *
“Makan tuh yang bener, kuahnya jadi pada tumpah.” Kania menyentil pelan tangan Alfiandi.
“Bukan gue, gue mau makan tapi makanannya malah ingin jatuh. Salahin makanannya.”
Starla yang sedang makan bersama mereka menjadi tertawa. Akhir-akhir ini, Starla memang sering bergabung bersama mereka. Tentu saja hal itu membuat Alfiandi senang luar biasa.
Tiba-tiba Alfiandi meringis, membuat perhatian kedua cewek itu teralih. "Lagi?" tanya Kania.
"Fian, lo nggak papa?" tanya Starla khawatir.
Alfian mengangguk.
"Ayo gue anter ke UKS." ujar Kania.
"Gue juga ikut."
Baru saja Starla akan membantu Kania mengantarkan Alfiandi ke UKS, tiba-tiba seorang murid mengatakan kalau Starla dipanggil oleh salah satu guru, mengharuskan Starla pergi saat itu juga.
“Lengan kiri gue sakit Kan....” rintih Alfian.
Karena Alfian tidak kunjung berhenti merintih, akhirnya guru yang sedang bertugas di UKS membawanya ke rumah sakit.
Kania menunggu Alfian yang sedang diperiksa sambil merapalkan do'a. Hingga akhirnya dokter keluar, berhasil membuat Kania bernapas lega.
“Lo mah, bikin gue mau nangis. Ini nggak kaya biasanya.”
Alfiandi hanya tersenyum.
“Malah senyum lagi.” Kania mendelik.
“Kan, lo bisa ga? Ngasih surat yang dilaci kamar gue untuk Starla." ujar Alfiandi tiba-tiba.
“Sama lo sendiri aja kan bisa.”
“Maaf, tapi penyakitnya bener-bener udah parah.”
“Lo kurang olahraga sama makan sayuran sih, makanya sehabis sembuh lo harus ubah gaya hidup lo." Omel Kania.
“Tapi, gue gak tau Tuhan masih ngizinin gue hidup apa engga.”
“Ngomong apaan sih, lo itu pasti sembuh.”
“Ya, umur ga ada yang tau. Mending, lo nurutin perintah gue.” Ujar Alfiandi.
Kania menghela napas. “Oke, gue bakal ngambil surat itu ke rumah lo sekalian bilangin ke orang tua lo kalo lo di rumah sakit.”Alfiandi tersenyum. Setelah itu Kania pun keluar.
* * *
Hari demi hari Alfiandi terbaring di rumah sakit dengan kondisinya yang benar-benar buruk. Dan tepat hari itu, ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Kania memberikan surat yang dititipkan Alfiandi kepada Starla.
Dengan hati-hati, Starla membuka surat itu dan mulai membacanya. Air matanya menetes begitu saja ketika mengetahui satu hal yang selama in tidak pernah terlintas dipikirannya: bahwa selama ini Alfiandi mencintainya.
Dan Starla mencintai Alfiandi juga.