5

567 64 11
                                    

"Mempertahankan itu sulit. Melepaskan juga sulit. Jika dia memang ingin pergi, maka lepaskanlah. Karena yang lebih baik pasti akan datang."

•••|•••

Author POV

Ben melangkahkan kakinya masuk kelas setelah 5 hari menetap di kamar.

'5 hari jadi vampire, akhirnya gue kembali idup jadi manusia.'

Hari ini Ben memutuskan untuk masuk kelas Prof.Adam. Sebenarnya, Ben sangat tidak suka untuk masuk kelas professor itu. Selain karena malas, tipe mengajar profesor itu juga membuatnya tertekan.
Tertekan karena harus mandiri.

"BEN!"

Ben menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Seorang laki-laki dengan kaos biru berlari kecil menghampiri Ben.

"Tumben lo dateng pagi."

"Gue masuk kelasnya Prof.Adam." suara Ben terdengar menyesal.

"Hah? Kenapa?"

"Demi ngedapetin tanda tangan dia. Gue disuruh Prof.Edo, Vin."

Laki-laki yang dipanggil 'vin' itu tertawa.

"Ketawa lo, nyet. Lo gak tau apa kelasnya Prof.Adam gimana." Ben menggerutu kesal.

"Oh gue tau. Mending lo minta bantu sama Annabella." laki-laki berambut cokelat itu menjentikkan jarinya, seolah-olah tau ide yang bagus membantu Ben.

"VINO!"

Tasya tiba-tiba muncul.

"Vino! Lo dari mana aja sih?" tanya Tasya berkacak pinggang. Vino, nama laki-laki itu, hanya cengengesan tidak  jelas.

"Lo duluan deh Sya, nanti gue nyusul." Vino menatap Tasya dengan tatapan please-lo-duluan-deh-entar-gue-jelasin.

Tasya pergi dengan wajah cemberutnya.

"Tasya? Lo kenal Tasya darimana, Vin?"

"Gebetan gue." jawab Vino sambil tertawa.

"Gila. Lo dapet gebetan baru gak cerita-cerita sama gue." Ben memukul punggung Vino.

"Masih gebetan, jing. Belom pacar." Vino juga membalas pukulan Ben. Mereka berdua tertawa.

"Oke, balik lagi ke lo. Gue harus buru-buru pergi sebelum Tasya ngamuk. Lo kenal Annabella?" tanya Vino yang di balas anggukan kecil Ben.

"Dia itu anak kesayangannya Prof.Adam. Easy going kok anaknya. Mending lo minta tolong sama dia."

"Kalau dia gak mau?" tanya Ben ragu-ragu. Ben benar-benar tidak mau masuk kelas Prof.Adam. Karena Ben tau, walaupun masuk kelas beliau, beliau belum tentu memberikan tanda tangannya.

"Lo bujuk dong."

"Gue? Bujuk? Dia?" Ben bertanya seperti orang bodoh. Sanking gemesnya, Vino mencubit pipi Ben.

"Iya, jing. Lo usaha lah! Tadi gue liat dia di taman. Bai-bai."

Vino pergi meninggalkan Ben. Sesuai dengan saran Vino, Ben mencari keberadaan Ann. Sesampainya di taman, Ben menyapukan pandangannya ke setiap sudut. Mencari-cari sosok gadis itu.

Lalu, mata Ben tertuju ke arah pohon besar. Dia melihat seorang gadis dengan kemeja berwarna putih, jeans hitam dan sneakers putih. Ann sedang berkutat dengan laptop hitamnya sambil memakai headphone putih.

'Kalau gue samperin, dia keganggu gak ya? Kayaknya dia lagi serius deh.'

Ben tidak bergerak dari tempatnya.

In The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang