ㅡwhy emptiness can be so heavy?

46 14 2
                                    

"Kamu kalo makan yang bener dong... masa itu supnya cuma diaduk-aduk aja.."

Suara Ibu membuyarkan lamunan Sindy. Sebisa mungkin Ia tersenyum.

"Semalem gak tidur lagi ya? Bengkak gitu matanya."

"Iya bu nyelesein tugas..."

"Ya, inget istirahat dong... entar kaya Wisnu."

"Wisnu kenapa, bu?"

Wanita paruh baya itu menoleh. Dan memberikan tatapan kamu-gak-tahu-Wisnu-kenapa.

"Semalem dibawa ke rumah sakit.. katanya anemianya kambuh... udah lemes gitu sampe di gendong sama papanya."

Nafsu makan Sindy hilang.

Ia langsung pamit pada Ibu dan Ayahnya yang tengah sarapan.

"Fiya, aku titip absen ya... bilang aja aku sakitㅡHa... udahlah bye aku sibuk."

Sindy langsung melajukan mobilnya ke tempat Wisnu.

Setelah keluar dari pusat informasi, Sindy agak kesulitan mencari ruangan dimana Wisnu dirawat mengingat rumah sakit ini sangat besar dan bangsal dimana Wisnu dirawat berada dibagian ujung barat rumah sakit ini.

Ia bisa menemukan kamar Wisnu saat tanpa sengaja melihat Kak Odi keluar dari sana.

Odi terkejut melihat Sindy, membuat Sindy jadi berpikir ada apa dengan ekspresi Odi saat melihatnya disini.

"Kita ngomong di cafetaria aja ya... Wisnu masih tidur.."

Sindy mengekori Odi sembari sesekali menoleh ke belakang.

Ke kamar yang bertuliskan nomor 410 itu.

Wisnu ada disana. Wisnu Juliawan ada disana.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Kak Odi.

"Air putih aja kak.. aku gak laper."

Namun, Odi mengambil dua potong sandwich dan menghangatkan di microwave yang ada disudut cafetaria.

Juga dua cangkir coklat panas hangat.

"Kalian gak lagi berantem kan?"

"Gak kak..."

"Setelah Wisnu nyium kamu.. kamu malah di diemin emang kurang ajar dia.."

Sindy hanya diam, tak merespon perkataan Odi barusan. Ia merasa malu karena Odi tahu kejadian malam itu.

"Mungkin dia cuma gak mau bikin kamu khawatir.. kamu lagi sibuk-sibuknya kuliah kan sekarang? Prepare tugas akhir juga.."

"Iya kak.. kenapa jadi di beliin ini kak.. ngerepotin." Odi cuma senyum terus ngintip ke kakinya Sindy.

"Kamu pasti gak sarapan ya? Masa pake sepatu sama sandalnya selipan gitu hehe."

Sindy mau tak mau tersenyum malu. Harusnya dia makan aja tadi di rumah.

Odi dan Sindy sibuk menghabiskan makanan mereka. Tidak ada yang memulai konversasi.

"Kamu sama Wisnu... udah berapa lama ya temenan?"

"Eum, hampir seumur hidup kak... dari jaman pake popok udah temenan."

Odi cuma minum coklat panasnya sambil ngeliat ke luar jendela cafetaria.

Hujan.

"Dulu.. kalo hujan-hujan gini kalian pasti udah heboh main di halaman sampe basah kuyup... giliran si Wisnu kena demam kamu di marahin sama Tante Lisa.."

Sindy hanya tersenyum kecil. Betapa Indahnya masa itu.

Ia rindu itu semua. Lamunannya buyar saat Odi bersuara.

"Ke depan bentar yuk... beli sandal yang bener buat kamu."

*****

Sindy tidak akan menyangka bahwa rasanya akan se-menyesakkan ini.

Saat Ia tiba-tiba tergerak untuk membuka pandora masa kecilnya bersama Wisnu.

Betapa banyak Ia dan Wisnu berubah.

Waktu kecil, Wisnu gak pakai kacamata. Karena kutu buku jadilah matanya minus. Dan dia berakhir jadi mata empat.

Sindy tersenyum sendiri saat mengingat betapa lucunya mereka waktu kecil.

Ia berhenti dihalaman terakhir album foto itu.

Foto ulang tahun ke dua puluh satu Wisnu tahun lalu.

Ia baru sadar di foto itu Wisnu terlihat lelah.

Seperti, memikirkan sesuatu.

Dan dari semua foto yang ada disana.

Foto itulah satu-satunya dimana Wisnu tidak tersenyum.

Sindy sontak berlari ke balkon kamarnya.

Dan lagi, hanya gelap yang menyapanya.

Wisnu, tidak muncul lagi dari sana sambil membawa gitarnya dan bernyanyi sampai pagi lagi seperti dulu.

Sindy menangis. Untuk pertama kalinya dia menangisi kamar Wisnu yang gelap.

"Aku gak tahu kalau... dengan gak adanya kamu itu seberat ini, Nu..."



















"Aku kangen kamu, nu."

Night SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang