ㅡ from the start, up til now

60 16 1
                                    

Sebenarnya Sindy sendiri gak tahu kapan tepatnya mereka jadi deket kayak gini.





Maksudnya, sering ngobrol bareng di jam yang bisa dibilang gak waras.







Padahal kalo di sekolah atau di kampus juga biasa aja. Nyapa ya sekedar aja. Gak terlalu nempel banget cuma emang berangkat ama pulang sekolah pasti bareng.


Udah sering juga digosipin sama anak-anak.



Alah kalo kamu ama Wisnu tuh udah jelas...


Kak Sindy pacaran ya ama Kak Wisnu... cocok Kak...



Kalian sedeket itu, masa sih gak ada apa-apanya....




Dan sekarang itu membuat Sindy jadi berpikir sendiri.

Apa dia punya 'rasa' sama Wisnu?

Apa Wisnu juga punya 'rasa' yang sama?

Sindy mengalihkan pandangannya setelah mendengar dengkuran halus Wisnu.

Sindy mengambil handuk kecil untuk mengeringkan kening Wisnu dan badannya yang terus menerus berkeringat.



"Kamu kenapa sih sebenarnya, nu? Apa yang kamu sembunyiin dari aku?"



Ponselnya bergetar. Kak Odi.



"Wisnu sama kamu? Aku khawatir dia gak ada di kamarnya..."

"Iya, Kak... dia sama aku kakak tenang aja dia bakal baik-baik aja sama aku.." bisik Sindy sambil melirik ke arah Wisnu.



Wisnu akan baik-baik saja.




"Aku kangen sama kamu, nu.."



Meskipun Wisnu ada di depannya sekarang, Sindy merasa ada jarak yang sangat jauh diantara mereka berdua.



Lamat-lamat diamatinya Wisnu. Lengan kiri dan kanannya di penuhi bekas luka seperti jarum suntik.




Juga torehan luka kecil di leher Wisnu.




Menimbulkan pertanyaan lagi dibenaknya.



"Kamu kenapa sih, nu? Sakit apa kamu, nu?"






"Kamu belum tidur?" Suara serak Wisnu mengejutkannya.

"Aku belum ngantuk."

"Kamu jangan sering-sering begadang dong... gak bagus.. dah ayo tidur... masa aku aja yang tidur."

"Ya, ya... cerewet."

"Kamu gak bakal ninggalin aku kan?" Tanya Wisnu saat Sindy akan memejamkan kedua matanya.

"Gak akan."

"Aku akan selalu ada buat kamu, nu... sampai kapanpun."

"Makasi, ya.... selama ini kamu udah mau jadi temen aku... selalu ada buat aku."

Suara Wisnu semakin serak. Aku menepuk bahunya untuk membuatnya berhenti bicara dan tertidur.

"Aku pengen terus sama-sama kamu."

Sindy terisak lagi. Kali ini Wisnu menariknya dalam satu pelukan erat. Membelai punggung Sindy yang tengah terisak.

Mengecup puncak kepala Sindy.

Sial.

Rasa sakit itu datang lagi.

Tidak.

Ia sedang bersama Sindy.

Night SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang