9. Thinking About You

10.8K 409 2
                                    

Ivan tidur telentang di atas kasur besarnya dengan sebelah tangan yang dijadikan bantal dan satunya lagi berada di atas perutnya. Menatap langit-langit putih kamarnya. Entah sudah berapa lama dia bertahan pada posisi itu, kepalanya dipenuhi tentang kejadian siang tadi. Tentang gadis bernama Alera.

Mengingat kembali perkataan terakhir yang diucapkan gadis cuek itu, entah mengapa hatinya berdenyut. Dia ingat bagaimana darahnya berdesir saat perkataan itu keluar dengan lancarnya dari bibir ranum itu.

Dan kenapa dia harus menjadi uring-uringan seperti ini. Ah gadis itu... kenapa dia bisa membuat dirinya begini?

Tangan yang sebelumnya berada di atas perutnya beranjak menyentuh dadanya. Alis tebalnya berkerut. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa seperti ini?

Tapi dia tak akan menyerah, ini bukan apa-apa. Bukan Ivan namanya jika dia tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, bukan Ivan jika mudah menyerah. Karena dia Giovano Nasution, dia bisa mendapatkan apa yang dia mau termasuk gadis bernama Alera.

"Alera... lo bakal jatuh ke pelukan gue, secepatnya."

                                    ***

Alera Pov.

Aku menapakkan kakiku menyusuri lobby sekolah menuju lift. Suasana masih sepi karena ini baru pukul enam pagi. Aku berlari kecil ketika melihat pintu lift yang hampir tertutup lalu segera menekan tombol agar pintu kembali terbuka.

Tubuhku terpaku tak ingin melangkah atau beegerak sedikitpun saat melihat seseorang yang berdiri di dalam lift sambil menatapku. Tapi kenapa juga harus mundur? Untuk beberapa detik terdiam dengan mata saling memandang. Aku melangkah masuk ke dalam lift lalu pintu tertutup.

Setelah menekan tombol lantai 4 aku bergegas menyusut ke arah pojok kiri. Hening... Aku hanya melihat pantulan diriku yang buram di pintu lift. Beberapa kali orang yang berdiri di pojok kanan itu mencuri pandang ke arah ku.

Dia menekan tombol lantai 6 saat lift berjalan naik ke lantai 4. Alisku terangkat melihat deretan tombol lift, padahal angka 3 sudah merah tanda orang itu telah menekannya sebelumnya. Tapi apa peduliku?

Ting.

Pintu lift terbuka. Aku melangkah keluar tapi ketika kakiku telah selangkah telah melewati pintu sebuah tangan kekar menahan lenganku. Ada getaran aneh yang menjalar di tubuhku ketika tangan itu menyentuhku, sungguh ini tidak seperti biasanya.

Tubuhku tertarik kembali masuk dan pintu kembali tertutup. Untuk beberapa detik aku terdiam masih tak mengerti apa yang terjadi. Dan seketika tersadar aku dengan cepat menoleh menatap laki-laki itu dengan garang.

"Ngapain sih lo?" kataku seraya menyentak lenganku yang masih dicengkram olehnya.

"Gue mau ngomong sama lo."

Bibirku terbuka baru hendak menjawab tapi dia sudah lebih dulu memotong. "Pleas, bentar aja."

Lift kembali berdenting dan pintu terbuka. Dia menarik ku ke arah tangga menuju rooftop sekolah.

Begitu dia membuka pintu rooftop angin langsung menerpa kami. Dia menarik ku masuk lalu menutup pintu. Aku hanya berjalan beberapa langkah di belakangnya. Langit ternyata masih sedikit gelap dan udaranya sedikit dingin dengan angin yang sesekali bertiup cukup kencang.

Dia berbalik menghadapku lalu menyandarkan punggunya pada tembok pembatas. Aku berada dua langkah di hadapannya, hanya berdiri diam. Kami saling bertukar pandang, hanya diam dalam beberapa waktu.

Mata cokelat itu... Entah kenapa ada rasa hangat ketika aku menatapnya kali ini. Aku ingin menyelaminya lebih dalam, ingin mata itu tetap menatapku lebih lama. Namun debaran di jantungku membuatku takut. Takut karena gugup.

My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang