13. First Date

9.3K 454 2
                                    

Author Pov.

Malam kian larut tapi Ivan masih saja duduk di meja belajarnya padahal tidak belajar sama sekali. Kamarnya masih terang dan kasur besarnya belum dia sentuh sama sekali semenjak masuk ke kamar setelah makan malam sepinya. Ya, sepi, hanya dirinya. Entah dimana kedua orangtuanya saat ini dia tidak tau dan tidak peduli. Ini sudah biasa.

Laki-laki itu hanya diam memandang sesuatu yang ada di tangannya. Sesuatu yang sebenarnya tidak berharga tapi entah mengapa menjadi penting untuknya. Sehelai bulu angsa berwarna putih dengan hiasan permata kecil di antara tangkai dan bulunya. Panjangnya seukuran dengan jari tengan orang dewasa.

Benda ini mengingatkannya pada seorang gadis. Gadis yang berhasil membuat jantungnya berdebar bahkan disaat dia tak mengenal siapa gadis itu. Sampai saat ini dia masih mengingatnya, bagaimana tatapan gadis itu, dan betapa halusnya tangan itu. Gadis itu berhasil membuatnya penasaran sampai sekarang.

Ivan menghela nafas lalu kembali memasukkan benda itu ke dalam kotak berwarna biru donker. Setidaknya itu satu-satunya petunjuk yang dia miliki untuk mencari gadis itu. Entah bagaimana caranya, Ivan sangat ingin mengetahui siapa sebenarnya dia.

Setelah merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang besarnya Ivan mengecek hand phonenya. Tidak ada balasan pesan dari pacarnya, pasti gadis itu sudah tidur. Pacarnya? Mengingat itu rasanya Ivan ingin tertawa.

'Pacar ya?' suara hatinya, laki-laki itu mendengus geli

Dirinya mulai membayangkan wajah gadis itu. Wajah cantik yang dingin, jarang sekali menampilkan senyum. Wajah Alera akhi-akhir ini sering kali menghantuinya. Tapi gadis itu sudah menunjukkan perkembangan. Dia sudah banyak mengeluarkan ekspresi, tertawa, malu-malu dan yang paling sering wajah kesal karena ulah yang dirinya buat. Yah... setidaknya dia berhasil membuat gadis itu tidak hanya menampilkan ekspresi datar.

Tanpa terasa dia terus memikirkan gadis itu sampai akhirnya terlelap.

***

"Ayo ayo! Lebih semangat lagi!" suara nyaring Kevin terdengar di seluruh penjuru lapangan. "Team cheers! Gue bisa liat dari sini kalian kurang kompak!"

Saat ini mereka berada di lapangan in door, berlatih dengan berkelompok-kelompok. Kelompok cheerleader di pojok lapangan sebelah kanan, kelompok paskibra di sebelah pojok kiri, dan kelompok-kelompok lain yang menyebar memenuhi lapangan. Di tengah ada kelompok inti, kelompok yang berperan dalam cerita yang menjadi center penampilan mereka.

"Abis ini kita latihan gabung. Mulai dari awal sampe akhir." Lagi, si ketua OSIS itu bersuara keras

Sedangkan di tempatnya, Alera sedang mencoba mendalami perannya. Dia berusaha se-ekspresif mungkin. Saat ini dia sedang berusaha melepaskan diri dari seorang murid laki-laki yang memegangi kedua tangannya di belakang badannya. Dan tak jauh darinya, Ivan berdiri berhadapan dengannya. Menatap tangan gadisnya yang dipegang laki-laki lain dengan alis berkerut dalam. Jelas sekali raut wajah tak sukanya itu. tapi dia tak mau bersifat kekanakan karena semua tahu kalau ini hanhya bagian dari peran.

Alera melihat wajah kekasihnya itu, rasanya ingin tertawa. Ini pertama kalinya dia melihat wajah seorang Ivan cemberut begitu. Menurutnya itu sangat lucu. Alera tahu benar kalau dipikiran pacarnya itu kalau dia ingin sekali menghempaskan tangan laki-laki yang sedang memegangi tangannya ini. Hey, bukan percaya diri, tapi semua orang dapat melihatnya dengan jelas.

Tak terasa latihan pun selesai. Latihan untuk part ini maksudnya. Tentu saja setelah ini mereka semua masih harus latihan dari awal sampai akhir seperti yang dikatakan Kevin tadi. Mereka berkumpul menjadi satu ke tengah lapangan dan memeulai latihan mereka dari awal.

My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang