Zidny lagi2 menghela nafasnya ketika ia telah mematikan telfon dari Iqbaal. Walau sulit, namun akhirnya Iqbaal bisa menerima jika pagi itu Zidny lebih memilih pergi menaiki taksi dari pada bersama dirinya. Zidny baru saja keluar dari gerbang rumahnya, ia ingin mencari taksi yg berada didepan gang kompleknya. Zidny telah sampai didepan gang, namun belum terlihat tanda-tanda taksi yang akan melintas. Beberapa kali Zidny melirik jam tangannya, ia mulai gelisah. Tak lama terlihat sebuah mobil sedan yang berheti tepat didepan Zidny. Zidny sempat bingung, mengapa mobil ini berhenti didepannya? Zidny masih berfikir namun tiba-tiba kaca jendela mobil tersebut terbuka. Nampak seorang cowok yang berada dibalik kursi pengemudi.
"Aldi?" Ucap Zidny ragu. Ya! Ternyata Aldi lah yang berhenti tepat didepan Zidny.
"Nunggu siapa Zee? Gak kekantor?"
Zidny mencoba untuk terlihat biasa saja, walau tak dapat dipungkiri jika didalam hatinya merasa deg-degan bertemu dengan sang mantan.
"Gue lagi nunggu taksi. Ini juga udah mau kekantor." Ucap Zidny sebiasa mungkin. Ia tak ingin Aldi mencurigai dirinya yang gugup."Bareng aku aja. Kan kantor kita deketan. Ayok." Tawar Aldi pada Zidny.
"Hah? Thank you deh, gak usah. Biar aku naik taksi aja." Tolak Zidny halus.
Benar. Walau mereka sudah lama putus namun panggilan mereka tetap tidak berubah. Mereka tetap menyebut "aku-kamu" tidak "elo-gue" lagi. Aldi pun turun dari mobilnya dan mendekati Zidny.
"Kenapa sih? Kamu masih canggung kalau kita satu mobil?" Ucap Aldi perlahan.
"Hah? Bukannya gitu Al. Tapi.."
"Ini udah mau jam setengah 8 loh. Dan belun ada tanda-tanda taksi mau lewat. Kamu sama aku aja yaa?"
"Gak usah deh. Serius."
"Kamu takut Iqbaal marah?"
"Loh kok jadi Iqbaal?" Zidny sedikit bingung dengan ucapan Aldi. Aldi memang tau jika dirinya dan Iqbaal bersahabat sudah lama.
"Ya siapa tau kamu gak enak sama Iqbaal. So? Gak ada alesannya kan kamu nolak? Ayolah Zee, aku gak mau kamu sampai telat dan dimarahin bos kamu. Emang kamu mau gaji kamu dipotong?"
Zidny masih menatap Aldi dan melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7.30 yang artinya 30 menit lagi ia harus sudah sampai dikantor.
"Oke. Aku nebeng sama kamu." Ucap Zidny akhirnya.
"Good! Memang harusnya begitu. Ayok kita jalan sekarang."
Aldi segera berjalan terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Zidny. Zidny tersenyum melihat sikap Aldi, tak berubah dari dulu. Selalu memperlakukan dirinya dengan lembut.
"Thanks yaa."
"Ur welcome princess."
Aldi pun tak lama ikut memasuki mobil dan mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
****
Alvaro Maldini. Pria yang dulu sempat menjadi kekasih Zidny untuk waktu yang cukup lama. Pria yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan orang tuanya dan direstui hubungannya. Pria yang memang seagama dengan dirinya, berbeda dengan dirinya dan Iqbaal. Namun hubungannya harus kandas karena Aldi terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan tak punya banyak waktu untuk Zidny. Aldi yang terkadang tempramental serta emosinya yang suka naik turun membuat Zidny tak betah berlama-lama berhubungan dengan Aldi.
Namun harus Zidny akui, Aldi adalah pria yang baik. Aldi adalah pria yang mengerti wanita dan pekerja keras, namun tidak ada manusia yang sempurna seperti Tuhan, bukankah begitu?
"Sudah sampai." Ucap Aldi dan tersenyum menatap Zidny.
"Thanks ya Al. Aku gak ngerti lagi kalau gak ada kamu tadi."
"Its oke. Bukannya itu gunanya teman?"
Zidny mengangguk dan ingin membuka pintu mobil Aldi, namun Aldi menahannya.
"Nanti lunch bareng yuk Zee. Udah lama kita gak jalan bareng."
Zidny nampar berfikir sejenak sebelum membalas ucapan Aldi. "Sorry Al tapi nanti siang aku udah ada janji. Next time gak papa ya?"
Terlihat raut muka Aldi yang kecewa namun Aldi segera tersenyum. "Yaudah deh. Selamat bekerja yaa." Aldi mengelus puncak kepala Zidny dengan sayang. Zidny hanya tersenyum kaku.
"Bye." Zidny pun segera turun dan melambaikan tangannya pada Aldi.
****
Hari sudah menunjukkan pukul 5 sore namun Zidny masih saja duduk manis didepan meja kerjanya.
"Iqbaal kemana sih? Kok dari tadi belum muncul? Pas tadi makan siang juga gak ada."
Zidny mencoba menelfon Iqbaal namun masih tak diangkat. Tak lama Zidny melihat Iqbaal yg melintas didepan pintu ruang kerjanya menuju lift.
"Iqbaal?"
Zidny segera mengambil tasnya dan mengejar Iqbaal. Untung saja Zidny sempat menahan pintu lift agar tak tertutup."Lo dari mana aja sih? Kenapa telfon gue gak lo angkat?" Ucap Zidny tepat dihadapan Iqbaal. Untung saja sore itu lift kosong, jadi tidak ada yang memperhatikan mereka.
Zidny segera memasuki lift, baru saja pintu lift ingin tertutup Iqbaal telah menahannya. Iqbaal sudah ingin bersiap pergi namun ditahan oleh Zidny.
"Lo kenapa sih? Lo ngindarin gue? Gue ada salah sama lo?"Iqbaal hanya diam. Tak lama pintu lift tertutup dengan rapat. Baru saja Zidny ingin memencet tombol lantai dasar namun Iqbaal sudah memencet tombol lantai paling atas.
"Lo??"
Lagi-lagi Iqbaal hanya diam tak menanggapi ucapan Zidny. Sampai akhirnya mereka tiba dilantai paling atas dari gedung kantoe mereka, Iqbaal menarik tangan Zidny dengan paksa.
"Apaan sih Baal?"
Iqbaal melepaskan tangan Zidny dan menatap Zidny lekat-lekat.
"Kenapa lo nolak pergi bareng gue tadi pagi?" Ucap Iqbaal tegas.
"Lo ngajakin gue keatas cuma mau ngomongin ini?"
"Jawab pertanyaan gue!"
Zidny terdiam melihat raut muka Iqbaal yang menahan amarah.
"Guee...."
"Karena lo lebih milih pergi bareng Aldi? Iya?"
Seketika Zidny terdiam mendengar perkataan Iqbaal.
"Iqbaal tau gue bareng Aldi? Dia tau dari mana?" Ucap Zidny dalam hati.****
*Bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
#Perbedaan
RomanceProlog Zidny masih menatap Iqbaal yg sedang sholat Dzuhur. Entah kenapa hatinya begitu adem melihatnya. Ingin rasanya ia berdiri dibelakang Iqbaal untuk mengikuti semua gerakan sholat Iqbaal tapi rasanya gak mungkin. Ia saja hanya melihat Iqbaal dar...