Iqbaal baru saja duduk disofa ruang tamunya. Senyuman tak luput dari bibir tipis Iqbaal, ia masih mengingat kejadian tadi. Ketika dirinya telah menyatakan cintanya pada Zidny, namun Iqbaal tak ingin mengetahui jawaban Zidny. Iqbaal pikir biarlah Zidny mengetahui perasaannya. Menurut Iqbaal, Zidny tak menjauhi dirinya kini pun itu sudah lebih dari cukup. Iqbaal tengah melonggarkan dasi pada kemejanya ketika tiba-tiba sang Bunda- Rieke, mendekati dirinya.
"Baru pulang, Le?"
Iqbaal tersenyum menatap sang Bunda dan mengangguk.
"Iya Bun. Baru aja. Jalanan macet banget soalnya.""Masih saja kamu berbohong? Macet selalu kamu jadikan alesan untuk mengantar gadis yang memakai salip itu dilehernya."
Iqbaal menatap keasal suara. Perkataan tersebut bukan berasal dari Rieke, namun dari sang Ayah- Heri. Iqbaal menghela nafasnya sejenak.
"Dia punya nama, Yah. Namanya Zidny.""Ayah gak perlu tau namanya. Yang ayah tau, gak seharusnya kamu dekat dengan dia."
"Kenapa Ale gak boleh berteman dengan Zidny, Yah? Kenapa?"
Iqbaal pun menatap sang Ayah dengan kesal."Kamu masih bertanya? Apa kamu buta dan tidak melihat kalung salip yang ia gunakan? Apa kamu gak mengerti apa artinya? Apa.."
"Zidny memang beragama kristen, Yah. Trus kenapa? Apa perbedaan agama dilarang untuk saling bersilaturahim? Bukankah Allah menyukai umatNya untuk bersosialisasi dengan tidak memandang suku dan ras?"
Jelas Iqbaal panjang lebar."Allah memang tidak melarang itu. Tapi Ayah tidak bodoh untuk mengetahui jika kamu hanya memiliki perasaan sebatas teman saja. Kamu menyukai gadis itu kan?"
Lagi-lagi Heri menyudutkan Iqbaal dengan kata-katanya."Yah. Pelan-pelan dong ngomongnya. Gak perlu teriak-teriak kan?"
Kini suara lembut itu berasal dari Rieke. Walau sebenarnya Rieke tak menyukai Zidny, namun ia juga tak tega jika sang anak dimarahi seperti itu oleh sang Suami."Ayah minta sama kamu, jauhi gadis itu. Ayah gak mau kamu bergaul lagi dengan dia bahkan hingga mengantarnya pulang. Kamu boleh bergaul dengan siapa saja, Ale. Kamu juga boleh mencintai gadis manapun. Tapi Ayah mohon, cintailah yang juga memiliki kepercayaan seperti kita."
"Maaf Yah. Ale gak bisa. Hati Ale bukan meja yang gampang dipindah-pindah tempatnya atau diletakkan disembarang tempat. Hati Ale sudah terpaut dan berlabuh kepada Zidny. Ale cuma mencintai Zidny, Yah. Gak ada yang lain."
Iqbaal pun berdiri dari tempat duduknya dan ingin melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
Baru saja Iqbaal menginjakkan kaki pada tangga pertama, suara Heri kembali terdengar."Kalau kamu gak mau menuruti apa kata Ayah, Ayah akan mengirim kamu ke Bali untuk mengurus Hotel kita yang berada disana. Ayah akan bikin kamu jauh dengan gadis itu."
Iqbaal terpaku mendengar pekataan Heri dan kembali membalikkan badannya untuk kembali melihat Heri.
"Yah. Ale udah punya pekerjaan sendiri. Ayah kan tau?""Ayah akan buat kamu untuk dipecat dari perusahaan kamu itu. Itu bukanlah hal yang susah untuk Ayah. Lagipula kamu hanya karyawan biasa disini Ale sedangkan di Bali, kamu bisa jadi Managernya."
"Ale gak butuh jabatan itu Yah. Bagi Ale yang terpenting adalah, Ale bisa bekerja sesuai kemampuan Ale dan keinginan Ale."
Iqbaal kembali melanjutkan langkahnya."Kalau kamu menolak permintaan Ayah, Ayah akan menyuruh anak buah Ayah untuk menemui Zidny."
Lagi-lagi langkah Iqbaal terhenti ketika sang Ayah membawa-bawa orang yang sangat Iqbaal cintai.
"Ayaahh.."
Ucap Iqbaal tegas."Semua keputusan ada ditangan kamu, Le. Kamu mau menuruti Ayah atau masih kekeuh dengan keegoisan kamu."
Iqbaal pun lagi-lagi diam.
*****
Iqbaal sedang mengeringkan rambutnya, ia baru saja selesai mandi. Kini, ia tengah duduk dibalkon kamarnya dan memikirkan perkataan sang ayah. Selama ini, Heri tidak pernah main-main dengan ucapannya. Memiliki kekuasaan dinegara ini membuat Heri selalu melakukan apapun yang ia hendaki termasuk mengatur kebahagiaan sang anak. Dulu Heri sempat memaksa Iqbaal untuk bekerja di Hotel milik Heri namun Iqbaal menolaknya. Iqbaal lebih memilih mencari lowongan pekerjaan sendiri. Sempat Iqbaal ditolak beberapa perusahaan karena Heri yang mengatakan pada sang pemilik perusahaan agar tak memilih Iqbaal namun dengan tekat yang kuat akhirnya Heri merelakan Iqbaal bekerja diperusahaan orang lain.
Namun, bagaimana dengan sekarang? Apakah kisah cintanya juga harus diatur oleh Heri? Bukankah Iqbaal sudah dewasa?
Iqbaal kembali mengacak-acak rambutnya."Zee, aku harus gimana? Aku gak mau kamu kenapa-napa. Tapi..."
Iqbaal menggantung ucapannya.
"Tapi aku juga gak bisa jauh dari kamu."
Ucapnya perlahan."Apa aku harus menghilangkan rasa egois aku demi kepentingan kamu? Keadaan kamu lebih penting bagi aku, Zee."
Ucap Iqbaal kembali.
*****
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
#Perbedaan
RomanceProlog Zidny masih menatap Iqbaal yg sedang sholat Dzuhur. Entah kenapa hatinya begitu adem melihatnya. Ingin rasanya ia berdiri dibelakang Iqbaal untuk mengikuti semua gerakan sholat Iqbaal tapi rasanya gak mungkin. Ia saja hanya melihat Iqbaal dar...