First

116 5 0
                                    

Aku mematut diriku sendiri, terdiam menatap kosong cermin didepanku. Bisa kalian rasakan bagaimana gelisahnya diriku.

Hari ini, hari yang menurutku sangat ku benci. Dan aku akan tetap duduk disini sampai ada yang menjeputku untuk turun, ah rasanya untuk memikirkannya pun aku tak sudi.

"Zen kau masih betah duduk disitu?"

Suara bariton itu mengagetkanku, aku memutar bola mataku malas. Tanpa menjawab pertanyaannya pun seharusnya dia sudah tau apa jawabannya.

"Acara segera dimulai Zen, bisakah kau mengesampingkan egomu dulu kemudian turun dan tersenyum pada orang-orang dibawah sana? Seolah-olah tidak ada apa-apa."

Apa yang dia pikirkan? Sementara aku harus pura-pura tersenyum didepan semua orang. Oke itu gila. Bisakah dia mengerti keadaanku? Demi apapun aku benci dengan semua orang yang ada disini selain diriku.

"Zen turuti perintahku sebentar saja, mereka semua menunggumu." tangannya menyentuh pundakku yang terbuka.

Aku menghela nafas sebentar. Dengan ada atau tanpa adanya diriku pun acara itu akan berjalan sesuai dengan semestinya. Baiklah kali ini aku harus mengalah agar acara menjijikkan itu selesai dengan cepat. Semoga.

Ku genggam tangan pria itu dengan erat, mataku tak habis-habis memandang benci dua orang itu. Ah setidaknya aku sedikit tersenyum kearah mereka semua.

Tubuhku terbalut indah dengan gaun putih, rancanganku sendiri. Setidaknya mereka dapat melihat merk buatanku yang aku rasa cukup bernilai besar. Dengan aksen renda putih yang terjuntai dibagian pinggang, gaun ini juga memperlihatkan sebagian pundak dan punggungku. Hanya dengan make up tipis dan natural bisa menghipnotis semua pasang mata yang menatapku kagum. Rambut yang ku biarkan tergerai begitu saja, ah aku rasa kau akan menyesal melakukan ini semua.

"Kurasa kau cukup baik hari ini," pria itu menyapaku dan apa kalian tidak lihat? Dia berbicara tanpa ekspresi dan tanpa senyuman.

"Cepat selesaikan acaramu aku malas berlama-lama disini." aku melenggangkan kakiku ke area lebih tertutup.

15:47

Suara gemuruh itu menjadi puncak kesaksian mereka yang saling terikat satu sama lain. Cincin itu terpasang indah di jemari mereka. Serta senyuman bahagia terukir dibibir mereka.

Apa kalian tidak melihat? Ada yang menderita diatas kebahagian kalian. Begitu mudahkah kalian melakukan ikatan janji suci itu? Apa kalian tidak melihat kearahku sedikit saja? Permintaan sepihak dan disetujui dengan sepihak pula, itu menghancurkan segalanya. Termasuk aku.

Aku memalingkan muka kesembarang arah yang aku mau aku hanya tidak ingin melihat mereka satu sama lain yang menautkan kasih sayang mereka didepan pasang mata yang memandangnya takjub. Yap apa lagi kalau tidak berciuman. Astaga aku memikirkannya pun pusing.

Acara telah selesai, semuanya telah pulang ke rumah masing-masing namun tidak dengan teman dan kerabat dekatnya yang masih stay disini. Aku pusing melihatnya, mereka menatapku seolah menganggapku remeh. Apa yang kalian lihat dari aku? Aku tau aku lebih darinya, yang lebih kaya dan tentunya lebih cantik.

Brakk...

Aku merasa menabrak sesuatu benda besar eh tunggu bukankah yang aku tabrak itu lemari? Tapi sejak kapan lemari itu pindah diruang keluarga? Bukannya hanya ada dikamar dan didapur saja. Aku kebanyakan menunduk dan tidak melihat didepanku, jadi tidak fokus. Aku rasa aku menabrak seseorang.

"Lihat aku!"

Suara serak yang indah namun tegas. Aku sudah tau dan sudah hafal dengan pemilik suara ini. Yang aku rasakan sekarang adalah gugup. Jantungku berdetak lebih cepat.

Terlalu lama menunggu akhirnya aku angkat bicara.

"Mau apa lagi?"

"Dengarkan aku.."

"Cukup, tidak ada yang perlu didengar dan dijelaskan saat ini. Belum cukupkah kau menyakitiku? Kau dengan mudah menikahinya, kau anggap aku apa selama ini? Aku sakit, aku lelah dengan semua omong kosong ini. Pernikahan sepihak yang kau lakukan dengannya membuatku merasa hampir mati." aku sudah tidak bisa membendungnya lagi, semuanya kukeluarkan didepannya. Aku merasa sesak dengan semua ini.

Sebelum dia angkat bicara, aku langsung menjejalinya dengan kata-kata yang aku tidak tau seberani itu aku katakan.

"Aku ingin cerai darimu Mr. Justin!"

Aku berjalan menjauh darinya, aku tidak bisa melihatnya berlama-lama. Sungguh aku tidak tau akan mengatakan hal itu. Aku rasa semua sudah berakhir. Semua mimpi dan cita-cita untuk membangun rumah tangga yang indah pupus sudah.

Aku menghempaskan tubuhku di kasur empuk yang biasa aku tiduri dengan suamiku. Ah apa aku masih harus menganggapnya suami. Tangis ini belum berhenti sejak tadi, tangis kesedihan seorang wanita malang yang dimadu oleh suami sendiri. Ah aku benci diriku yang rapuh.

"Aku mencintaimu. Sangat sweetheart, maafkan aku yang menjalankan pernikahan sepihak ini. Tolong dengarkan aku sayang."

Justin merengkuh tubuhku yang masih terbalut gaun putihku. Menyibakkan anakkan rambutku dibelakang telinga. Menghapus air mataku yang terus menggenang diatas pipiku.

"Aku pernah berfikir tentang hidupku tanpa ada dirimu. Dapatkah lebih indah dari yang kujalani sampai kini. Aku selalu bermimpi tentang indah hari tua bersamamu. Tetap cantik rambut panjangmu meskipun nanti tak hitam lagi." (plisss bacanya jangan sambil nyanyi😂😂)

Suara lembut itu tengiang indah ditelingaku, sampai akhirnya aku merasa mataku sangat berat. Dan akupun terlelap dipelukannya.

"Selamat tidur sweetheart, aku mencintaimu."

---------
Hey hey im comeback, gimana ceritanya? Semoga suka dan semoga terhibur yaaa
Maapkan kalo masih kurang dpaet feelnya & banyak typo disana sini.
Stay tune terus yaa jan lupa vote & komen makasi yang udah mau baca ceritaku

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang