Second

107 3 0
                                    

"Selamat tidur sweetheart aku mencintaimu."

◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎

19:54

Aku terbangun dari tidurku yang kurasa cukup melelahkan. Ah aku masih ingat kata-kata Justin tadi. Aku tersenyum simpul mengingat hal itu.

"Hoamm jam berapa ini? Mana Justin? Ah Darel juga kemana?" aku bertanya pada diriku sendiri. Ah bodohnya aku.

Author POV

Justin melipat kedua tangan didadanya, ia melihat istri keduanya yang sedang memasukkan pakaiannya dilemari. Hal itu berlangsung cukup lama, membuat Justin bosan melihatnya.

Justin melangkahkan kaki mendekat kearah istrinya, mungkin bertegur sapa bisa mencairkan suasana, pikirnya.

"Hay apa ada yang bisa aku bantu?" tangan Justin terulur untuk memasukkan beberapa potong pakaian dalam. Unchh benar-benar menggoda, pikirnya.

"Tidak usah kak, aku bisa mengurusnya sendiri."

"Ayolah Selena aku ini suamimu aku berhak untuk membantumu."

Dia adalah Selena Natare seorang gadis keturunan -bisa dikatakan- konglomerat. Ayahnya pemilik perusahaan terbesar ketiga setelah perusahaan Dominic tentunya. Ibunya yang telah meninggal membuat Selena harus menjadi gadis mandiri, karena sejak kecil ia selalu ditinggal sibuk ayahnya bekerja. Gadis yang berpenampilan menarik dan cantik. Pria mana yang tidak akan tertarik dengannya, bibir tebal merah mudanya, manik coklat terang, dan badan yang cukup profesional. Ah pasti banyak pria yang mengincarnya.

"Baiklah, tolong masukkan pakaian dalamku dilemari bawah kak Justin!"

"Oke Lena, kau istirahatlah dulu aku cukup yakin kau sangat lelah,"

"Terimakasih kak, aku ingin membersihkan diri dulu. Kalau sudah panggil aku, aku akan buatkan grean tea kesukaanmu."

"Ah kau masih ingat ternyata minuman kesukaanku."

"Hihi tentu, aku keluar dulu kak."

Tidak ada jawaban dari Justin, ia menanggapinya dengan menggangguk kepalanya pertanda ya.

Author pov off

Aku melihat semuanya. Perhatian itu kini terbagi antara aku dan istri barunya. Aku baru menyadari aku bisa serapuh ini, aku tidak habis pikir apa yang ada dikepala Justin. Apa yang dia mau? Apa dia tidak puas denganku? Apa dia ingin mewarisi harta keluarga Nata? Kurasa tidak, karna memang kekayaan Justin lebih besar dari keluarga Selena itu. Memikirkannya pun sudah membuatku pusing.

"Sayang sejak kapan kau ada disini?" suara Justin mengejutkanku. Membuat lamunanku buyar seketika.

"Tidak. Tidak ada. Aku mau pergi dulu," jawabku gelagapan.

"Ayolah jangan seperti ini Zen, aku tidak tau harus berbuat apa." Justin mengacak-acak rambutnya gusar. Matanya menatapku teduh, dan tangannya terulur untuk memelukku.

"Aku benci kau Just, kurang apa aku? Apa aku kurang cantik? Aku tau aku jelek, aku juga sudah mulai gendutan, aku juga tidak sekaya Selena. Emm... dan apa kau kurang puas denganku selama ini Just?" aku mengeratkan pelukan pada Justin dan dibalas Justin dengan kecupan dikepalaku. Aku sungguh rindu dengannya saat ini.

"Sstt kau bicara apa sayang, tidak bukan begitu. Kau sempurna, menurutku kau wanita yang sangat sempurna bagiku. Aku belum bisa memberitahumu alasan kenapa menjadikan Selena sebagai istriku. Tapi suatu saat mungkin kau akan tau sendiri kebenarannya, aku mohon jangan seperti ini! Aku sedih melihatmu serapuh ini sweetheart."

"Kebenaran apa? Kumohon beritahu aku Just, aku lelah dengan semua ini." aku tidak tau sejak kapan cairan bening ini turun dengan derasnya.

"Jangan menangis, berhenti berfikir yang tidak-tidak Zen. Aku cuma mau kau mengerti keadaanku. Jangan menangis sayang."

Justin melepaskan pelukannya, sepersekian detik kemudian ia mengecupi kedua mataku dengan lembut, tidak hanya disitu, bibirnya yang basah itu bergerak turun kearah pipi, hidung, dan yang terakhir bibirku. Cukup lama dia mengecupi bagian itu. Tangannya terulur mengelus rambutku yang tergerai, kemudian kecupan itu berubah menjadi lumatan kecil yang ah sungguh memabukkan.

Tidak sampai disitu, Justin mendorong tengkukku untuk lebih mendekat kearahnya. Kejadian intim itu berlangsung cukup lama. Sampai-sampai ada yang menghentikannya dengan deheman. Aku dan Justin yang mendengar hal itu langsung menghentikan kegiatan kami dan menoleh kearah sumber suara.

"Permisi, aku ingin masuk kamar dan mau berganti pakaian."

Aku memutar bola mataku malas, apa dia tidak melihat kemesraan kami? Oh sungguh anak kecil nakal.

"Jalannya masih lebar toh aku tidak menghalangi kau masuk kan?" ujarku sinis. Justin hanya melihat kita berdua, dia tidak menunjukkan pembelaan apa-apa kepadaku. Oh sungguh menyebalkan.

"Tidak ada jalan untuk masuk kak, kau terlalu bersemangat berciuman tadi. Aku tadi ingin masuk tapi kau bergerak terus dan mendorong kak Justin, jadi akses jalannya menjadi sempit."

"Ah kau beraninya berbicara seperti it--"

"Sudahlah sayang ini salah kita juga, kita menghalangi jalan Selena untuk masuk. Selena silahkan masuk, maaf kalau tadi aku tidak melihatmu."

"Tidak apa kak, maaf sudah mengganggu acaramu dengan istrimu."

"Heyy bic--"

"Sudahlah Zen ayo kita ke kamar saja."

Justin menarik tanganku untuk menjauh dari kamar Selena. Dasar anak kecil, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu. Sekarang aku dan Justin berada dikamar kita, aku terduduk diatas kasur setelahnya.

"Kenapa masih cemberut?" Justin merengkuh tubuhku.

"Aku tidak suka dengan Selena Just, bisakah kau mengerti?"

"Iya aku mengerti, kau hanya belum menerima dan terbiasa dengan keberadaan dia. Tidak apa, aku yakin lama-kelamaan kau akan menerima baik dirinya."

"TIDAK MAU DAN TIDAK AKAN!" aku menekan semua ucapanku sembari memproutkan bibirku kesal.

"Hahaha sudahlah apa kau tidak ingin melanjutkan acara yang tertunda tadi?" Justin menggerakkan tangannya menyentuhku.

----------

Haluuu aku balik lagi nih, maaf ya feelnya kurang dapet
Jangan lupa vote dan komen yaaa
Stay tune teruss yaa

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang