Nampaknya aku tlah terpatri
Menatap terbit fajar sendiri
Duniaku terlalu sunyi
Meski sempat kutanam hati
Tapi,
Entah mungkin memang aku yang terlalu menutup diri?-----------------------------------------------------
Duduk disebuah bangku ruang semu untuk kali pertama. Aku tak mampu berkata. Senyum dengan selingan tunduk kepala hanya satu-satunya gerak raga.
Hingga duduk seorang wanita di sampingku."Hy..."
Wanita dengan paras mempesona itu menebar senyum padaku.
"Hah? Hy.." jawabku setengah melamun.
"Aku duduk sama kamu ya? Eh, nama kamu siapa? Aku Seila, salam kenal ya.."
"...."
"Kamu alumni mana?"
"....."
"Ah, power bank mana sih.."
Gadis itu masih saja mengajukan berbagai pertanyaan meski aku belum sempat menjawab. Belum lagi ia nampak repot sekali membenahi barang-barangnya diatas meja.
"Nama aku Sha....."
Belum sempat aku memperkenalkan diri, datang segerombolan wanita. Mungkin jumlahnya sekitar 5 orang.
"Seila..."
"Seila.."
"Seila.."
Sahutan gadis-gadis itu membuat telingaku hampir pecah. Rasanya aku ingin segera beranjak pergi. Mereka tampak heran menatap wajahku yang mungkin asing, biar kuberi senyum sajalah.
Meski aku tau senyumku tak ada bandingannya dengan paras mereka yang luar biasa sempurna.***
Aku tak begitu peduli dengan hari kemarin. Kujalani saja hari baru dengan bahagia yang akan kutemu. Belum 1 meter kaki ku menapaki gerbang, terdengan seseorang berteriak kencang."Sha.."
"Sha.. Ish, siapa sih namanya.. Sarah.."
Tuhan, ini masih pagi sekali. Telingaku masih ingin menikmati nyanyian burung yang ku nanti. Bukan sederet nada nyaring yang melengking.
Biar kulirik saja raut wajah gadis dengan teriakan menggelegarnya."Akhirnya kamu balik badan juga.. Nama kamu tuh siapa sih? Sarah? Santi? Atau.. Sasa?"
Bagai hantu saja. Dia sudah berada tepat dihadapanku saat berbalik.
"Namaku Sha.." masih belum selesai perkataanku.
Gerombolan gadis tempo hari datang menghampiri dan menarik lengan siswi bernama Seila itu. Meski masih terlihat lambayan tangannya saat pergi.
Kupasang kembali earphone ditelinga kiri dengan terus melangkahkan kaki. Nampaknya tak lama lagi bel akan segera berbunyi.
Ku dapati Seila menghampiriku yang baru saja sampai diambang pintu.
"Aku Shafa.." tanpa pembuka, kuperkenalkan diri saja.
"Oh, shafa.. Semoga kita bisa berteman baik ya" terpapar sudah senyum manis diwajahnya.
Tak lama, ia menarik tanganku sambil mengendap. Awalnya aku keheranan. Setelah menoleh, ternyata seorang guru menuju ruang kelasku. Pantas saja.***
Tahun pertama ini terasa begitu cepat untuk dijalani. Shafa dan Seila. Kami menjadi rekan sebangku yang baik satu tahun kebelakang ini. Apa yang kupunya selalu kubagi. Aku memang tak mampu membagi materi, tapi sedikit pengetahuan bisa mempererat kami. Mungkin ini rasanya memiliki rekan sejati.Hingga suatu masa, ia tak nampak lagi di tahun kedua. Kukira ia tak lagi sekolah disini.
Ternyata seseorang menyampaikan kabar kelabu ini."Fa.. Kamu gak apa apa kan duduk sendiri? Seila pindah ke kelas sebelah tuh, karibnya pada disana"
Randi. Ketua kelas tampan itu sedikit bicara padaku.
"Oh, iya. Gak apa apa ko, ran.."
"Fa.. Sadar gak sih? Kamu dimanfaatin? Ketika belajar dia sama kamu. Tapi buat senang senang, Seila ninggalin kamu"
"...."
Aku tak mampu mengatakan ini pada orang lain meski aku telah menyadari ini sejak lama, tak mungkin aku melepas seorang rekan yang baru kali ini kudapati. Walaupun ia tak menganggap keberadaanku. Teman sebangkunya. Dan hanya akan tetap menjadi teman sebangkunya saja.
*semoga bisa menikmati dan terhibur.
'Menghargai tentu tak hanya dengan materi tapi dengan kesadaran diri untuk memahami'
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranah Hayati
Short StoryHidup berliku menjadi jalan dari kenyataan semu, tak ada lagi ragu ketika aku dekat dengan pencipta semesta yang tak pernah keliru Mencoba menjadi seorang hayati..