02.

1K 31 0
                                    

Setelah perjalanan yang sunyi, mereka akhirnya tiba di rumah Melanie. Pembantu rumah tangga Melanie, Bi Iroh, langsung bergegas membukakan pintu ketika tahu bahwa sang anak majikan sudah sampai.

NADHIF

Tangan gue pegel banget sumpah. Thank god akhirnya sampe. For some reason, gue ngerasa harus mengurus dan mengobatinya Satu, karena dia cewek. Dua, karena kasian sih. Tiga, gue agak merasa bersalah soalnya kan gue yang ngajak main in the first place. Setelah sampe, gue langsung rebahin Sasha di sofa panjang ruang tamu Melanie yang menghadap langsung ke televisi. Kemudian gue duduk di sebelahnya. Melanie dan Vito sedang mengambil kotak P3K. Sementara itu, Sasha terpaku menatap layar televisi yang menampilkan berita terkini. Entah kenapa dia keliatan cantik dengan kaus merah khas hari kemerdekaan dan skinny jeans yang dia pake. Mukanya juga gak nahan, membuat cowok kayak gue ini pengen mainin pipi gembulnya itu. Gak sadar ya, kalo di sini ada cogan yang lagi merhatiin lo?

SASHA

Nadhif telah merebahkanku di sofa. Sekarang suasana antara diriku dan dirinya sangat canggung. Yes, another awkward silence. Aduh Melanie sama Vito kenapa lama banget sih? Tadi katanya kotak P3Knya deket, kok gak balik-balik? Aku dari tadi berusaha sekuat tenaga berpura-pura untuk konsentrasi dengan televisi tapi pikiran ku selalu tertuju kepada lelaki yang duduk di sebelah ku. Bagaimana kau bisa konsentrasi disaat ada laki-laki tampan yang memperhatikanmu terus-menerus? Get it? Aku ingin sekali berkata "Woi lu ngapain sih liatin gue mulu? Ngefans ya?" Atau "Gue tau gue emang cantik jadi gak perlu liatin gue mulu." tapi rasa gengsi membuat kata-kata tersebut tak terlontarkan dari mulutku. Ingat Sasha, harga diri.

Akhirnya setelah ladang gandum dihujani meteor coklat dan jadilah ko*o crun*h, Melanie menampakan batang hidungnya. Ia berlari kecil sambil membawa kotak berdebu dengan tulisan P3K disampingnya. Lho tapi, Vito kemana? Sepertinya Nadhif berpikiran sama sepertiku. Tapi bedanya, aku hanya bertanya dalam hati. Sedangkan ia, ya langsung ditanyain ke yang bersangkutan.

"Vito mana?"

"Nemplok di dapur," ucap Melanie sambil mulai membongkar kotak P3K di meja kaca tepat di depanku. Nadhif membalasnya dengan berdehem. Lalu Melanie mulai mengobrak-ngabrik kotak itu tapi tak kunjung menemukan obat merah.

"Ah lama banget sih, lu. Sini biar gue aja," ucap Nadhif sambil merebut paksa kotak itu.

"Santai bos," Melanie terkekeh pelan.

Hanya membutuhkan waktu 15 detik baginya untuk menemukan obat merah. "Nyari ginian doang susah amet," desis Nadhif sambil membalikkan tubuhnya ke arahku.

"Sori ya, bakalan agak perih dikit."

Tes

Gak perlu dijelasin kali, ya rasanya gimana. Lo semua juga pasti pernah pake obat merah, kan? Cuma bedanya ini dipakein cogan bernama Nadhif. Jadi rasanya kayak ada manis - manisnya gitu. Heheheh.

Sesaat setelah Nadhif selesai mengobatiku, aroma harum makanan tiba-tiba memenuhi ruangan. Setelah terbingung-bingung mencari dari mana asalnya wangi itu, ternyata Vito lah penyebabnya. Ia muncul sambil membawa sepiring besar spaghetti bolognese di tangan kanannya dan empat buah garpu di tangan kirinya. Lho, kok tiba-tiba dateng bawa spaghetti? Yes, i know right. Such a random person.

"Nih, makan siang." Vito menaruh piring dan garpu itu di hadapan kami bertiga.

Ia langsung duduk dengan cueknya di lantai marmer dingin dan menatap ke televisi seakan-akan hanya ada dirinya di ruangan bercat putih ini. Garpu langsung disambarnya dan ia mulai memakan spaghetti, sedangkan kami bertiga masih mematung.

"Gamau makan?" ucapan Vito membuyarkan lamunan kami bertiga.

Kami langsung gelagapan mengambil garpu, namun sebelum aku sempat berdiri, tangan seseorang menahanku.

"Jangan berdiri dulu pe'a. Baru juga diobatin," seru Melanie.

Entah kenapa aku berharap yang mengucapkannya adalah Nadhif, bukan Melanie. Wait, what? Namun disaat aku masih bingung, tiba-tiba garpu berisi penuh dengan spaghetti sudah menunggu di ujung mulutku.

"Buka dong, mau makan kan?" seru Nadhif.

Hah? Apaan? Nih orang mau nyuapin?

"Heh, ni orang malah bengong. Ntar kesurupan," Nadhif tersenyum.

Lalu tangannya menarik mulutku agar terbuka. Lalu dengan sigap, ia memasukkan segarpu penuh spaghetti kedalam mulutku. Aku langsung menatapnya kaget. Lalu pandangan kami bertemu. Mata hitam pekatnya menatap lekat ke arahku. Tiba-tiba aku merasa waktu berhenti berjalan. Seakan ruangan itu sepenuhnya milik kami. Ya, aku dan dia. Namun pandangan hangat itu tak bertahan lama. Dengan cepat ia membuang pandangannya dan aku mulai mengunyah spaghetti ku dengan sebuah senyuman tipis terukir di bibirku. What's happening here?

Tell Me Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang