11.

639 16 2
                                    

SASHA

Waktu itu, umurku 16 tahun. Waktu itu, aku masih terlalu lugu untuk menerjemahkan makna sebuah perasaan. Perasaan yang kemudian menghantuiku bertahun - tahun kemudian. Nadhif mungkin tidak—terlambat menyadari apa yang ia perbuat pada diriku, yang merupakan individu lugu. It's funny isn't it? I knew that falling in love could be my worst nightmare, yet I still fall for him. Months by months convincing myself that he's the one. Tapi ternyata, naluri hati juga bisa keliru.

Waktu itu, umurku 16 tahun, saat aku mulai suka dengan Nadhif.

VITO

Jumat kali ini cukup beda buat gue. Karena kali ini, gue gak lagi menikmati hari Jumat di Starbucks kayak biasa. Kali ini, gue milih ke McD. Tujuan gue cuma satu sih sebenernya. Makan McNuggets. Ya, cuma itu.

McD lagi gak terlalu rame hari ini. Cukup sunyi untuk membuat gue betah berlama - lama di sini.

"Totalnya jadi tiga puluh tiga ribu rupiah," si Mbak McD tersenyum melayani gue.

Sekarang, tinggal ambil saos sama sedotan. Abis itu cari meja. Meja favorit gue itu, meja yang deket colokan, juga kursinya yang nyaman buat didudukin. Bukan tipe - tipe kursi restoran murahan yang bakal bikin pantat lo merah. Apalagi kursi - kursi plastik pinggir jalan yang pernah bikin gue diketawain abang - abang nasi goreng gara - gara jatoh. Sakitnya sih gak seberapa, tapi malunya itu loh. Dan pas banget, meja yang gue butuhin sekarang tinggal satu. Terletak gak jauh dari wastafel dan berada di sebelah meja seorang cewek berambut hitam yang sedang duduk sendirian membaca novel. Eh, itu bukannya Sasha? Shit, dia ngeliat gue.

SASHA

"Eh, lu pernah dipanggil ke ruang guru gak?" Nadhif bertanya.

"Kenapa emang?" buset nih orang absurd abis.

"Jawab aja ini namanya survei," Nadhif nyengir. Ah, lucunya.

"Ya nggak pernah, lah."

"Gua pernah nyolong ayam bakar kantin terus langsung dipanggil. Gua dateng - dateng langsung dimarahin terus gua bilang 'Pak, salah saya apa, Pak?' ditampar gua langsung, HAHAHHA," aku ikutan tertawa.

Kalo kalian semua mau nanya, aku rasa ini Jumat yang asik banget. Emang, gak seasik Jumat beberapa tahun lalu waktu aku dan teman - temanku memutuskan mencicipi setiap sentimeter kota Jakarta, dari kerak telor pinggir jalan sampai Sop Buntut Hotel Borobudur yang terkenal itu. Tapi Jumat kali ini, seakan - akan mempunyai caranya sendiri agar terkesan untukku. Udah guru hari ini gak ada yang rese, pulang sekolah langsung diajak makan. Dibayarin pula. Tuh, liat. Si Mbak McD aja keliatannya  lagi good mood hari ini. Loh, Vito?

"Woi, Dhif. Itu Vito, kan?"

VITO

Mampus deh gue, gak jadi lama - lama di sini. Pergi sekarang aja boleh, gak? Ketemu Sasha sih gak masalah. Masalahnya itu ya bro, dia lagi berduaan sama Nadhif. Oh hell noooo.

"Vit! Sini, Vit!" ya, apa boleh buat. Gak bisa nolak gue kalo dipanggil cewek ini.

Baru aja gue mau sapa, dia udah ngomong duluan. "Ada angin apa lo ke sini, Vit? Tumbet banget, deh. Biasanya juga anak Starbucks lo."

"Pengen ganti suasana." iya, gua ngomong datar, pake ekspresi datar, dengan nada datar. Dia natap gue dengan tatapan datar. Gak ada lagi semangat di matanya. Padahal, sepersekian detik yang lalu, matanya masih terang. Maaf aja kalo gue ngancurin mood lo, Sha. Karna nyatanya, ngeliat lo sama Nadhif kayak gini udah ngancurin mood gue tiga hari ke depan. Dramatis banget, ya? Najis.

___________________________

Hi guyssss! What's up? Gue mau minta maaf sebesar-besarnya karna baru update ;-; jujur ajaa dari kemaren banyak try out, bimbel, dll. But here it is! Chapter 11! Maaf ya pendek bgtt :( Kalian maunya Sasha sama Vito atau Nadhif nih? Comment ya! Thanks juga semuaa udah 4k :')

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tell Me Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang