12. PHO (?)

1.1K 47 2
                                    

Suara di seberang sana sudah tidak terdengar lagi, hanya terdengar helaan dan buangan nafas lembut. Fahril menjauhkan handphonenya dari telinga, dan menggeser tombol merah tanda ia mematikan telepon itu. Gitar yang sedari tadi bertengger di pangkuannya, kini sudah berada di sampingnya. Gitar yang dipetik untuk menimbulkan nada-nada yang harmonis yang membuat lawan bicaranya di telepon yang tidak lain tidak bukan adalah pacarnya sendiri yaitu Viona tertidur.



Ujung bibirnya tertarik memunculkan senyum yang indah dipandang. Senyum yang tak kalah indahnya dengan matahari terbit ketika dipandang. Sedetik kemudian, Fahril termenung memikirkan entah apa. Sampai suatu suara membuyarkan pikirannya.



"Woi!! Lagi mikirin apa hah?" tanya Brian seraya duduk di samping Fahril.



"Hah? Gak, gak mikirin apa apa" elak Fahril.



Brian tersenyum dan menoleh ke arah Fahril sebentar, "Gue tahu"



Fahril menatap Brian dengan tatapan bingung tak mengerti. Brian hanya tertawa ketika melihat tatapan Fahril itu. Kemudian ia berdiri sambil melempar sebatang rokok yang ditangkap dengan sempurna oleh Fahril, "Buat nenangin pikiran" kata Brian dengan mengedipkan mata sebelah.



Fahril tersenyum dan segera menyalakan rokok pemberian Brian tadi. Disulut dengan santai rokok tersebut hingga setengah. Ia melihat lihat benda yang dari tadi digenggamnya, handphone. Ia menyalakan layarnya dan membuka kunci dengan sidik jarinya. Terpampang jelas foto masa kecilnya bersama kedua orang tuanya dan kakaknya.



Di foto itu, Fahril tersenyum lebar sehingga memperlihatkan gigi putihnya yang rapi, seseorang di sebelahnya juga begitu dan kedua orang tuanya yang saling bergandengan tangan di belakang mereka. Fahril tersenyum pahit ketika mengingat kenangan itu. Satu per satu, kenangan itu hadi dari yang indah sampai yang buruk. Dimulai dari mereka piknik bersama, sampai kecelakaan maut itu terjadi.



-o0o-



Pukul 03.34 dan Fahril masih berada di jalan. Ia menuju rumah untuk pulang, tidak sampai 20 menit, Fahril sampai di tempat tujuan karena saat itu jalanan sepi, tidak seperti siang dan sore hari.



Fahril memarkirkan motornya digarasi. Ia tidak takut untuk pulang subuh seperti ini, asalkan ia tetap menjalankan shalat 5 waktu sesuai perintah agamanya. Ia masuk dengan santai sambil mengucapkan salam.



"Assalamu'alaikum" kata Fahril pelan. Fahril berjalan menuju tangga untuk masuk ke kamarnya. Ia mengira bahwa semua orang masih tidur sampai mereka bangun di saat waktu shalat subuh tiba. Tapi perkiraannya itu salah. Terdengar sebuah suara bariton dari ruang makan.



"Dari mana kamu?"



Fahril membalikkan badan dengan santai, "Ya? Habis ngumpul bareng teman. Kenapa?"



"Ayah nungguin kamu dari habis isya'! dan kamu baru pulang sekarang. Keterlaluan!" ujar ardi sedikit marah.



Fahril maju selangkah untuk melihat wajah Ayahnya dengan jelas. "Yakin ayah nungguin? Bukannya Ayah gak tidur dari habis isya bukan karena nungguin aku, tapi karena kerja mulu?"



Pertanyaan itu sungguh menohok bagi Ardi, dengan cepat ia mengelak, "Yaiya, emang ayah kerja, tapi ayah juga nunggin kamu"



Fahril terkekeh kecil, dan segera meninggalkan ayahnya yang dirundung rasa bersalah. Satu demi satu anak tangga ia naiki, hingga akhirnya ia tiba di depan pintu kamarnya. Ia segera masuk dan mengunci kamarnya lalu membantingkan tubuhnya ke ranjang king size miliknya.



Menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan gadis miliknya, Viona Anggita Andrea. Satu pertanyaan yang tiba-tiba muncul dipikirkannya,

I HATE YOU BUT I LOVE YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang