14. Kenangan

896 41 0
                                    

Setelah Viona pulih total, mereka berencana untuk pulang. Di perjalanan menuju area parkir sekolah, sama sekali mereka tidak membuka percakapan. Di dalam hati, Viona ingin sekali bertanya alasan Fahril memukul Reza yang menurutnya tidak ada kesalahan tapi niat itu di urungkannya.

Nyeri di pipinya masih saja terasa sampai saat ini, padahal sudah beberapa menit yang lalu kejadian itu berlangsung. Bukan hanya perih di pipi Viona, tetapi hatinya ikut perih melihat penyesalan Fahril yang begitu besar saat ia dengan tidak sengaja memukul pipi Viona.

Mereka sampai di area parkir sekolah khusus siswa. Sisa beberapa kendaraan yang terparkir di area itu, salah satunya milik Fahril. Mungkin siswa yang belum pulang itu adalah siswa yang mengikuti ekstrakurikuler.

"Kita langsung pulang ya?" tanya Fahril tanpa melihat ke lawan bicara.

Viona hanya bisa bergumam karena pipinya sangat nyeri. Ia naik ke atas motor dan ketika ia sudah siap, motor itu melaju di atas aspal jalanan yang sangat panas meninggalkan kepungan asap yang terbang terbawa angin.

Di perjalanan tidak ada percakapan yang tercipta. Hanya gemeresik angin yang menghiasi suasana sepi mereka. 10 menit terlewati sudah, sekarang mereka berada di depan rumah Viona. Mereka baru saja sampai.

"Gak masuk?" tanya Viona hati-hati.

Fahril menggeleng, "Gak deh. Nanti bibi kamu naksir sama aku"

Viona tertawa kecil karena sakit yang menghalangi dirinya tertawa dengan keras.

"Kamu masuk gih. Aku liatin" pinta Fahril.

Viona mengangguk lalu berbalik badan sambil berjalan masuk dengan Fahril yang setia menunggu Viona sampai di depan pintu. Sebelum benar-benar masuk, Viona menoleh Fahril yang sedang memperhatikan dirinya lalu melambaikan tangan dengan mulut yang berkata 'Bye!' tanpa suara. Fahril membalasnya dengan senyum manis, sangat manis. Lalu segera ia memakai helmnya dan kemudian pergi melaju meninggalkan rumah Viona.

-o0o-

Viona sekarang berada dikamar kesayangannya dengan posisi terlentang di tempat tidurnya sambil menatap kosong atap langit-langit rumahnya. Entah kenapa semua kejadian yang dialami hari ini sangatlah mengejutkan. Dimulai dari Ramona yang datang marah-marah kepadanya untuk kedua kalinya, dan insiden Fahril memukul Reza yang menurutnya tidak mempunyai salah.

Disela-sela lamunannya itu, terbesit tanya besar dalam otaknya. Kenapa Fahril bisa memukul Reza? Dan sedetik kemudian ia ingat apa yang telah dilakukannya dengan Reza.

"Ah. Gue juga sih. Keasyikan ngobrol sama Reza" ujar Viona entah kepada siapa.

"Aaaah. Bodo ah. Kesalahan pertama gak papa juga. Kan baru pertama yekan?" kata Viona yang lagi-lagi entah kepada siapa.

Setelah capek memikirkn semuanya, Viona mengatur diri bersiap untuk tidur. "Mendingan gue bobo daripada mikirin semuanya, yang bikin kepala gue karatan"

Sesudah itu, ia tidur.

-o0o-

Viona terbangun karena suara Adzan. Ia menghilangkan kantuknya dan bergegas untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

5 menit berlalu, sekarang Viona sudah merapikan alat sholatnya lalu berjalan ke arah meja belajarnya. Ia mengecek apakah ada tugas yang belum dikerjakan atau tidak. Setelah mengecek tugas dan tidak ada satu pun yang belum dikerjakan, tangan Viona beralih ke laptop yang terbungkus dengan stiker Doraemon. Ia membuka pelan laptop itu dan menyalakannya.

Layar laptop menyala dan menunjukkan foto dua orang yang tersenyum lebar. Foto yang diambil dengan kamera DSLR milik temannya. Foto dengan latar belakang pantai yang indah dengan pasir putih yang bersih. Seorang laki-laki dan perempuan dengan tangan bertautan seakan menyiratkan bahwa mereka tidak akan terpisahkan.

Air mata Viona turun dengan begitu saja ketik melihat foto itu. Foto yang diambil 3 hari sebelum kematian pacarnya, Alva. Ya, laki-laki itu adalah Alva.

Alva yang kini telah tiada. Alva yang sangat disayanginya, dikasihi, dan dicintainya. Alva yang meninggal ketika kecelakaan itu terjadi. Ketika mengingat kejadian itu, hati Viona rasanya perih. Tetapi, kejadian itu tetap saja muncul satu per satu.

"Al. Aku mau jalan-jalan sama kamu" rengek Viona kepada seorang laki-laki yang sedang berkutat dengan laptopnya.

"Bentar Anggi. Aku lagi kerja tugas" kata laki-laki yang dipanggil 'Al' itu tanpa melihat Viona sedikit pun. "Dikit lagi selesai kok"

"Alva" panggil Viona tegas. Sontak, Alva menoleh lalu membuang nafas.

"Oke, kita jalan"

"Yeayers" kata Viona riang. Alva tersenyum simpul.

Mereka pergi dengan motor kesayangan Alva, saat itu langit gerimis dan hari menjelang sore. Tetapi mereka tetap saja pergi entah ke mana itu.

Hujan semakin deras, tetapi Alva tetap saja memaksakan untuk melaju karena katanya tempat tujuan sudah dekat walaupun Viona sudah mengingatkannya.

Sampai di perempatan jalan, ada sebuah truk yang datang tanpa menyalakan lampunya. Alva tidak mengetahui keberadaan truk itu dan akhirnya

PRANG!!!

Kecelakaan hebat terjadi. Viona terlempar dipinggir jalan, sedangkan Alva jatuh di dekat motornya dengan kaki yang terjepit di antara motor dan jalan. Helmnya terlepas mengakibatkan kepalanya mengalami benturan keras dan berdarah.

Viona sudah tidak tahu apa-apa lagi, dan akhirnya penglihatannya gelap.

Viona menggelengkan kepalanya berusaha menepis semua ingatan itu. Ia tidak mau mengingatnya lagi. Cukup sudah.

Viona menutup dengan kasar laptop yang baru saja dibuka itu, lalu menangis. Ia sangat menyesal karena sudah membuat Alva meninggal. Jika saja ia tidak memaksa Alva untuk pergi jalan dengannya, pasti kejadian itu tidak akan terjadi. Ia sangat menyesal.

Karena ingin menghilangkan kesedihannya itu, Viona meraih handphonenya yang terletak di tempat tidurnya lalu menelepon Fahril kekasihnya. Tetapi tidak ada yang mengangkatnya, hanya suara operator yang berkata bahwa 'Nomor yang Anda tuju tidak menjawab'. Viona mencoba meneleponnya lagi, tetapi hasilnya tetap sama. Tidak menjawab. Ia mulai khawatir dengan keadaan Fahril sekarang. Ia menatap nanar handphonenya menunggu telepon balik dari Fahril.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya layar handphone-nya pun menyala menandakan bahwa ada orang yang menelepon. Orang itu adalah Fahril. Ia segera mengangkatnya.

"Halo?" Viona membuka percakapan.

"Halo, ini Viona kan?"

"Iya, Fahrilnya mana?" tanya Viona heran karena bukan suara Fahril yang terdengar.

"Ini gue, Brian. Viona, Fahril---" kata Brian menggantung di seberang sana

"Brian. Fahril kenapa? Hey" Viona mulai panik

"Ah. Lo sekarang ke rumah sakit Pratama. Fahril kecelakaan"

-o0o-

Oke gue kehabisan IDE. tapi karena aku sayang sama kalian para readers tercinta, jadi terpaksa aku lanjut deh. part ini adalah part yang penuh kesedihan, oke? 

comment kalau feelnya dapet atau gak dapet. pokoknya comment deh dan ungkapin semua uneg-uneg yang kalian rasain. jangan sungkan ataupun malu. oke?

happy reading semua:* saya love kalian:)))))

I HATE YOU BUT I LOVE YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang