Chapter 7: Kemarahan

1.5K 171 51
                                    

Pertama, q ucapin HBD untuk Tete tersayang (ucapan ke lima kali dari kemarin) semoga makin imut, sukses dan sehat selalu yaaa!!

Dan SELAMAT TAHUN BARU SEMUANYAA!! SEMOGA HARAPAN KITA DITAHUN INI TERCAPAI SEMUANYA!! maaf telat ehe!

Maap banyak typo dan kesalahan penulisan! ^^
Y udah. Happy read semuah :*

***

Disebuah atap bangunan mewah, dibawah bentangan langit malam juga hembusan angin semilir. Duduklah seorang wanita berambut merah dipinggir atap, menjulurkan kaki kebawah tanpa takut akan terjatuh. Memandangi gemerlap kota dari ketinggian ini. Pikirannya melayang, membiarkan helaian rambutnya dimainkan oleh angin nakal. Tidak menghiraukan kedatangan seorang laki-laki dibelakangnya. Dia masih terdiam.

"Michael, apa yang harus kita lakukan?" tanya laki-laki itu, memasukan kedua tangan kedalam saku celananya. Ikut memandang gemerlap kota dimalam hari.

Helaan nafas dihembuskan pelan, Michael memejamkan matanya sejenak. "Aku juga tidak tahu, Xiumin". Matanya kembali terbuka, raut sedih terpancar jelas disana. "Ini benar-benar membuatku bingung" ucapnya tanpa menoleh.

"Kenapa harus dia?". Sangat jelas, suara laki-laki tadi yang ternyata Xiumin terdengar penuh penekanan pada pertanyaanya.

Michael mengusak rambut. "Karena ini memang takdirnya sekarang! Sudah-dan dimasa ini, Dia yang harus melakukannya"

"Tapi, haruskah kita mengorbankan satu nyawa kembali?! Apa tidak cukup semua yang kita lalui hingga saat ini?!" teriaknya marah.

JDERR!!

JDEER!

Petir tiba-tiba berkilat juga bersahutan diatas sana, awan mendung menutupi langit malam cerah barusan. Pertanda kemurkaan dari pengguna petir. Michael berbalik, berdiri dari duduknya, menghadap ke arah Xiumin.

"Tenanglah! Aku masih mencari cara un-"

"Sampai kapan?! Waktunya hampir dekat Michael!!". Xiumin mengusak rambut hitamnya kasar, hatinya bergemuruh. Membayangkan hal terburuk yang kemungkinan terjadi. "Aku tidak pernah sanggup melihat mayat temanku-sekali lagi. Tidak akan pernah sanggup!".

Petir kembali terdengar, memperlihatkan kilatan sekejapnya. Seakan mewakili perasaan kacaunya. Xiumin menggelengkan kepala ketika memori kehidupan lalu melintas tanpa diminta dalam pikirannya. Ingatan saat dia melihat orang itu duduk bermandikan darah ditengah perang, dengan empat pedang menusuk punggung serta merobek kulit orang tersebut.

Xiumin menangis, hatinya serasa diremas erat. Dia memanggil, berlari menghampiri tubuh yang sudah akan menghilang dalam butiran cahaya berwarna biru. Masih jelas dia mengingatnya-senyuman tipis juga-permintaan maaf itu. Xiumin ingat tubuh tersebut lenyap dalam pelukannya. Meninggalkan jejak cahaya biru serta darah yang masih menggenang diatas tanah. Itu kenangan buruknya.

Dan saat mereka telah terlahir serta bertemu kembali, Arias-utusan Jucia menyampaikan sebuah ramalan. Membuat serpihan hati mereka seakan kembali menghilang begitu saja, menggoreskan luka sekali lagi. Lalu, keadaan diperburuk ketika pintu Neraka dirusak dan melepaskan salah satu induk monstrum. Makhluk itu adalah ancaman bagi kehidupan manusia sekaligus makhluk yang amat susah dideteksi keberadaannya. Kemudian-para Dewa mengusulkan secara sepihak agar memanfaatkan-

Kemarahan pengguna Blue Water saat puncak kekuatannya untuk memancing juga menghancurkan sang induk. Usulan yang sangat ditentang oleh Jucia, dia tidak pernah merelakan lagi anak-anaknya menderita. Tapi, ancaman membunuh Mischlings cukup membuat Jucia terdiam. Namun, dengan segala keyakinannya kali ini, Jucia selalu berada disamping anak-anak itu.

Blue Water (Kim Taehyung) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang