Signore ~ 1

5.5K 477 3
                                    

Sitzea, Tahun 527

"Anda hendak ke mana, Yang Mulia?"

Pertanyaan dari seseorang menghentikan langkah Signore yang baru saja menginjak anak tangga pertama untuk menuju ke penjara bawah tanah. Mahkota Signore berkilat ketika sinar lampu memantul saat ia berbalik, menghadap si penanya.

"Sejak kapan kau menjadi pengasuhku?"

Orang itu tertawa. "Tega sekali kalau kau sampai menjadikanku pengasuh. Bukankah besok kau harus memimpin rapat, sebaiknya kau istirahat."

"Jangan mengaturku!"

Terdengar helaan napas berat ketika Signore tetap menuruni tangga dengan wajah dingin dan kejamnya. Orang itu tetap tidak bisa mencegah apa yang hendak Signore lakukan di penjara bawah tanah. Namun, apapun itu, terdengar buruk bagi si korban.

Rencana utama tahap pertama yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini sangat mempengaruhi pikiran Signore dan alasan itu cukup untuk membuat Signore harus meluapkan perasaan dan harapannya.

Untuk satu hal mereka beruntung. Setidaknya penjahat dan tawanan di penjara bawah tanah masih memadai untuk stok pelampiasan Signore. Jika tidak, maka para prajurit Sitzea yang akan menjadi pelampiasan Raja Muda itu.

***

Bagian Timur Kerajaan Hughes, Tahun 527.

Tidak jauh dari perbatasan, di sebuah danau yang cukup besar terlihat rumah kecil berwarna putih. Rumah itu tidak besar dan juga tidak kecil, setidaknya rumah itu memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Rumah yang nyaman untuk penghuninya.

Rumah itu cukup jauh dari tempat tinggal penduduk juga perkotaan, bisa dikatakan hanya rumah itu satu-satunya yang ada di danau tersebut. Para prajurit yang menjaga perbatasan tidak mempermasalahkan keberadaan rumah itu karena mereka justru bersyukur dengan adanya rumah itu. Terkadang saat mereka melakukan pergantian jaga, beberapa dari mereka bermain ke rumah itu untuk sekedar meminta makanan atau duduk di rerumputan sambil memandang refleksi cahaya matahari atau bulan yang memantul dari danau.

Seperti pagi ini, ada lima prajurit perbatasan terlihat tengah tertidur tenang di rerumputan, tanpa menyadari kalau ada seorang gadis dengan eyepatch berwarna hitam yang menutupi mata kirinya. Gadis itu siap untuk menyiramkan air segar yang sangat berguna untuk membangunkan mereka. Kelima prajurit itu masih bermimpi walaupun sedari tadi gadis berambut hitam itu sudah berusaha membangunkan mereka sampai sebuah ide jahil terlintas dipikirannya.

Dengan berbekal selang berwarna biru, gadis itu sudah siap membasahi wajah-wajah tampan mereka berlima.

SROT.... SROT....

"Huwaaaa... banjirr...."

"Tsunami.... Lari..."

"Pffttt.... Hahahaha.... Sejak kapan danau bisa bikin tsunami." Tawa gadis itu menggema bersama angin pagi yang sejuk.

Mendengar tawa gadis itu membuat kelima pria itu tersadar dan langsung menatap tajam gadis berambut hitam. Mereka mengusap kasar wajah mereka yang basah.

"Hahaha.... Pfft.... Maaf... maaf.... Hufftt.... Oke." Gadis itu mengatur napasnya dan berusaha untuk tidak tertawa kembali.

"Apa tidak ada cara lain membangunkan kami, hm?" ujar seorang pria dengan potongan rambut butch. Namanya Jason, terlihat di name tag bajunya.

Gadis itu berkacak pinggang. "Mungkin besok aku akan menyeret kalian dengan bantuan Ito lalu menceburkan kalian ke danau, bagaimana?"

Kelima pria itu bergidik ngeri. Bisa dibayangkan jika mereka akan membeku karena tercebur di danau saat pagi hari. Ohh... itu cukup mengerikan. Semoga saja gadis yang sudah mereka anggap sebagai adik, tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Kelimanya menggeleng bersamaan ketika membayangkan hal yang sama.

SIGNORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang