Dua orang prajurit Sitzea maju menerjang dengan pedang di tangan mereka. Misaka menepis satu pedang itu ke arah atas dan bersalto menghindar pedang satunya, lalu menjatuhkan diri ke tanah dan melepaskan tembakan tepat ke rahang bawah, menembus sampaike tengkorak kedua prajurit itu. Tak sampai di situ saja, gadis itu langsung menebas kepala keduanya. Kedua prajurit itu tidak akan merasakan sakit sama sekali.
Tak ingin kehilangan momen yang menyenangkan itu, Misaka kini maju menerjang para prajurit Sitzea yang tersisa. Itu hal yang mudah karena para prajurit Sitzea masih terkejut dengan aksi mengerikan Misaka tadi. Dan pada akhirnya mereka semua mati dengan kematian yang benar-benar mengenaskan. Mati di tangan seorang wanita bukanlah sebuah kehormatan, harga diri mereka sebagai prajurit justru terinjak-injak.
"JENDERAL!"
Teriakan seorang prajurit Hughes mengehentikan sejenak pertempuran di gerbang Timur. Semua mata kini menatap Jenderal Ilo yang telah tumbang dengan leher yang terkoyak. Seorang pria bermata abu-abu dengan iris hitam menatap tajam dan dingin semua prajurit Hughes, terutama menatap Misaka yang juga sedang menatapnya dengan tatapan membunuh.
Tanpa aba-aba, pria itu maju menerjang. Sasarannya adalah Misaka!
Scott yang menyadari itu segera berlari menghadang pria itu. Mereka berdua jelas mengenal siapa pria itu. Frodie Le Yoviaz, salah satu keturunan bangsawan paling kejam kedua di kerajaan Sitzea. Walaupun keluarganya terkenal dengan kekejaman di sepanjang sejarah kerajaan Sitzea, namun Frodie merupakan pemuda yang baik. Setidaknya itulah yang ingat dulu.
"Frod!" pekik Scott tertahan, ia takut ada yang mendengar suaranya.
Scott berhasil menahan langkah Frodie. Dia menahan pedang bangsawan Yoviaz dengan pedang prajurit biasa. Setidaknya ia harus bisa menahan Frodie walaupun hanya berbekal dengan pedang biasa.
Semua bangsawan di kerajaan Sitzea mempunyai keunikan sendiri dalam senjatanya, bangsawan Yoviaz termasuk ahli dalam pembuatan pedang di kerajaan Sitzea. Walaupun Scott tahu kalau sahabatnya itu tidak terlalu menyukai pedang, tapi jangan pernah meremehkan kemampuan Frodie dalam bermain pedang.
"Darimana kau tahu namaku, Hughes terkutuk?!" desis Frodie sambil terus menekan pedangnya, berusaha mematahkan pedang Scott.
"Odie! Did you forget me?" Kali ini Scott memanggil Frodie dengan nama kecilnya.
Tubuh Frodie menegang, napasnya tertahan. Tapi kemudian ia tersenyum sinis, "Let's fight with me, Lou."
Scott menahan tawanya, ia tahu kalau pria itu mengenalinya. Dan ia tahu apa alasan Frodie ingin bertarung dengannya. Semua itu agar mereka lebih leluasa bicara tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun.
Keduanya melompat mundur ke belakang dengan wajah dingin yang penuh dengan sandiwara. Kali ini mereka saling pura-pura menebas satu sama lain, diselingi dengan pembicaraan.
"Kukira kau sudah mati. Kemana saja kau selama ini? Tidakkah kau tahu, Sitzea yang sekarang jauh lebih mengerikan. Bahkan Raja jauh lebih kejam dari keluargaku kini," ujar Frodie.
Mata Scott memicing tajam. "Benarkah itu? Sulit dipercaya. Apa kau tahu penyebabnya?"
Frodie membawa pertarungan mereka ke tempat yang jauh dari medan tempur. Ia melakukannya untuk menjaga kalau ada yang mencuri dengar pembicaraan mereka.
"Aku tidak tahu. Namun yang pasti salah satu penyebabnya adalah kematian Ratu. Sejak saat aura Signore semakin gelap, meskipun dia mencoba menyembunyikannya. La-" Frodie menggantungkan kalimatnya seakan teringat sesuatu. "Atau mungkin karena kematian Vincent? Entahlah, yang pasti saat itu Pangeran terlihat begitu sedih dan murka."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIGNORE
FantasySignore atau Sig, putra tunggal Sitzea, kerajaan terkuat di dunia bawah. Tumbuh menjadi anak ceria, periang, ramah, dan baik hati. Signore jatuh cinta pada seorang bayi perempuan di umurnya yang masih 10 tahun. Dia menghabiskan waktu setiap saat han...