BAB DUA

110 16 6
                                    


Setelah bel istirahat berbunyi, aku masih berada di depan kelas dengan setumpukkan buku di tanganku. Aku harus mengumpulkan buku latihan Fisika yang telah ditugaskan.

Fadi menghampiriku lalu meletakkan bukunya ditumpukan paling atas. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain. Sejenak aku memperhatikan dia tetap berada di dekatku dan melihatku sedikit cemas.

"Kamu yakin membawa ini semua sendirian?" tanyanya.

Dan aku merasa kesal. Perhatian yang kayak gini nihh.. yang membuat jantungku kembali berdetak tak karuan. Sahabat dimana kau dalam keadaan ini?!, aku takut kalau dia bisa dengar debar jantungku.. oh iya aku lupa Fahmi lebih memilih berebut nasi uduk di kantin dari pada membantuku.

"A-aku tidak apa-apa" jawabku sedikit ragu.

Tiba saja Kalvin mengumpulan buku latihannya dengan membantingnya yang membuat keseimbanganku menghilang, sontak tangan besarnya meraih sambil menahan buku-buku yang hampir saja jatuh di lantai kelas yang sedikit basah akibat hujan.

Syukurlah tidak jatuh.

"Sudahku bilang, biarkan aku membantumu," sambil matanya melihatku.

Aku melihatnya, aku juga bisa merasakan nafasnya yang bertubi-tubi mengembus terkejut dan berkata "Baiklah, kau boleh membantuku." jawabku dengan tenang. Aku juga butuh bantuan disini. Kalau tadi sampai jatuh, dan buku-buku ini pada basah, mereka lalu menyalahkanku.

Kemudian ia mengambil buku Fisika. Hampir semuanya ia ambil, hanya disisakan beberapa saja yang masih di tanganku yang membuatku jauh lebih ringan.

Terima kasih ya.. sudah menolongku Fadi, aku sambil tersenyum.

Fadi berjalan menuju pintu kemudian berhenti sejenak lalu menoleh ke belakang "Kau tetap diam disitu kayak patung.. huh?!" dengan nada dingin.

Aku memincingkan mulutku. Baru saja aku memujimu walau dalam hati, kalau tidak ikhlas gini lebih baik balikin bukunya dan aku sendiri yang mengumpulkan. Berontak hatiku tapi aku lebih baik berjalan mendahuluinya dan tidak menanggapi Fadi yang aneh itu.

***

Perjalanan menuju ke kantor guru memang sedikit panjang, maklum kelasku berada di lantai dua dan terletak diujung membuat agak lebih jauh dari kantor guru.

Sambil aku berjalan, aku menyadari bahwa banyak yang melihat ke arah kami. Efek murid baru memang seperti ini, banyak yang penasaran, melihat tampangnyalah, atau apapun alasannya.

Aku bersikap biasa saja walaupun aku tidak bisa berbohong bahwa jantungku tetap berdebar dengan kencang saat bersamanya.

"Wah... murid barunya ganteng banget"

"Sepertinya dia tipe bad boy"

"Mana mungkin bad boy"

Berbagai reaksi yang dilontarkan siswi-siswi yang mereka ucapkan.

"Mereka berdua sepertinya cocok.. ceweknya cantik dan cowoknya ganteng, pacaran saja." ucap seorang siswi yang tak dikenal. Dan teman-temannya menyetujui idenya.

Sontak mendengar ucapan itu wajahku memerah dan jantungku lagi-lagi berdebar dengan keras. Kemudian aku mempercepat langkahku. Begitu juga dengan Fadi, dia mempercepat langkahnya dan kita berjalan bersamaan.

"Apakah kau memperdulikan omongan mereka tadi?" dengan nada datar.

"Ah.. itu, enggaklah..." aku sambil tersenyum samar.

"Benar juga," jawabnya.

"Hm..." aku mengangguk.

"Lagi pula, mana mungkin kita jadian," jawabnya dengan nada dingin seperti biasanya.

When Girl Meet Strange Boy [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang