Part 5. Sedikit Cerita Lama (1)

44 4 0
                                    

Pagi ini sudah mulai masuk sekolah. Setelah liburan panjang kenaikan kelas. Aku sekarang kelas 11 atau kelas 2 SMA.

Kelas baru. Teman baru.

Setiap kenaikan kelas, semua kelas akan diacak. Yang menyebabkan teman di kelas terdahulu tidak akan bertemu di kelas yang sama kembali.

Memang sedikit menyedihkan. Mengingat aku baru merasa dekat dengan mereka saat-saat kenaikan kelas di depan mata.

Aku tipe anak yang susah untuk bergaul dengan teman baru. Paling-paling aku akan berteman dengan teman yang lama lagi. Itupun sudah terbukti sejak aku lulus dari Sekolah Menengah Pertama. Teman-teman ku sekarang kebanyakan dari sana.

Ibu yang selalu memarahi ku.

"Kenapa kamu susah untuk bergaul sih?"

"Cari teman baru apa susah?"

"Atau mau Ibu carikan teman?"

Itu dari beberapa keluhan Ibu yang selalu aku dengar.

Sampai suatu ketika aku diajak untuk mengikuti arisan keluarga yang selalu dilaksanakan sebulan sekali. Biasanya aku tidak pernah ikut. Tetapi kali itu pembantu di rumah sedang pulang kampung karena anaknya sakit. Jadilah aku ikut. Padahal aku sudah bilang tidak apa kalau ditinggal di rumah sendiri. Tetapi dengan keras kepala Ibu mengajakku dan memberi alasan kasian aku di rumah sendirian.

Sepanjang acara itu aku hanya mengikuti kemana Ibu pergi. Ibu ke sana aku ikut, Ibu ke sini aku ikut. Sampai-sampai Ibu kesal dengan kelakuanku yang selalu mengikutinya.

Sampai Ibu pun berkata, "Jangan selalu membuntuti ibu. Coba ajak salah satu dari mereka untuk mengobrol."

Aku hanya tersenyum mendengar ocehan Ibu. Aku suka saat Ibu mulai kesal dengan apa yang aku lakukan. Wajahnya akan memerah dikala terlihat kesal.

Akhirnya pada saat itu aku berjalan keluar rumah tersebut dan berjalan menuju pos satpam. Di sana ada bapak-bapak yang belum terlalu tua. Jadilah aku mengobrol dengannya.

Saat Ibu mengetahui aku berada di pos satpam sedang mengorol dengan pak satpamnya, Ibu mengeram kesal. Aku terkikik geli melihat reaksi Ibu yang terlalu berlebihan itu. Pak satpamnya pun ikut tertawa pelan.

Hari pertama sekolah, belum melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Hanya perkenalan dengan wali kelas baru dan bergiliran memperkenalkan diri masing-masing. Lalu dilanjutkan dengan pembagian tugas di kelas.

Bosan sudah mulai menyerang. Aku menyapukan pandangan ke penjuru kelas. Rata-rata dari mereka sudah mulai akrab satu sama lain. Beda denganku. Teman sebangku ku pun entah pergi kemana.

Pandanganku berhenti kepada dua orang perempuan yang mempunyai wajah cantik. Aku merasa asing kepada mereka. Aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. Atau mungkin memang aku yang tidak terlalu bergaul dengan teman lain. Entahlah. Aku tidak peduli.

Kelas masih membosankan.

Yunni menghampiri tempat dudukku. "An, katanya ada murid baru loh, di kelas kita." Ucapnya antusias.

"Itu loh yang duduk di sana." Tunjuk Yunni kepada dua orang perempuan yang tadi sempat aku perhatikan.

Aku memperhatikan dua oarang tersebut. "Oh. Pantas. Aku seperti asing melihat mereka. Karena belum pernah lihat sebelumnya." Yunni hanya mengangguk.

Mereka adalah dua anak perempuan yang berparas cantik. Dugaan ku salah. Mereka memang bukan murid dari sekolah ku. Mereka murid pindahan.

*******

Beberapa hari kemudian,  kegiatan belajar mengajar sudah mulai berlangsung. Kami semua harus mulai menyesuaikan dengan pelajaran yang semakin sulit.

Keperdulian kami sudah mulai tumbuh. Komunikasi pun sudah mulai berjalan dengan baik.

Dengan kedua murid baru itu aku jarang bertegur sapa. Hanya terkadang membalas senyum satu sama lain dikala bepapasan di kelas maupun di luar kelas.

Aku hanya mendapat info dari Yunni tentang kedua murid baru tersebut. Kata Yunni yang satu bernama Putri dan yang satunya bernama Duma.

Mereka bukan pindahan dari sekolah yang sama. Putri pindahan dari Bandung. Sedangkan Duma, Ia dari sekolah yang letaknya masih satu kota dengan sekolah kami.

Putri mempunyai daya tarik tersendiri. Terbukti baru beberapa hari masuk sekolah sudah banyak yang mengajaknya berkenalan.

Bukan hanya dari kelas yang sama tetapi dari kelas yang berbeda. Termasuk juga kakak kelas. Mereka bergantian datang ke kelas untuk berkenalan dengannya. Terkadang juga saat Ia sedang jalan di koridor kelas ada menghentikannya, untuk sekedar menyapa dan berkenalan.

Hal tersebut sama sekali tidak membuatku tertarik. Aku hanya merasa memang itu hanya bentuk kesopanan satu sama lain.

"Hai. Tiana ya?" Panggil seseorang dari arah sampingku.

Aku menoleh, dan mendapatkan Putri sedang berdiri dengan senyum manisnya. "Iya. Kenapa?"

"Boleh ikut duduk?" Tanya Putri.

Aku pun menggeser tempat dudukku. "Oh. Boleh."

"Maaf ya kalau aku bertanyanya seperti tadi. Aku suka pelupa dengan orang yang baru aku temui." Ucapnya sambil tersenyum.

"Oh, tidak apa. Aku mengerti kok." Balasku sambil tersenyum.

Aku kembali mengalihkan pandangan ke lapangan basket. Aku duduk disalah satu bangku yang berada di pinggir lapangan basket.

Melihat kakak kelas sedang bermain basket suatu kesenangan tersendiri dari mulai aku sekolah di sini. Di samping alasan karena mereka terlihat tampan. Aku hanya senang menikmati bola basket yang dioper ke sana kemari.

Mungkin begitu juga dengan Putri. Tidak sengaja aku melirik ke arahnya, wajahnya sangat antusias melihat permainan basket kali ini.

"Bagaimana sekolah di sini?" Ucapku memecah keheningan. Pandanganku masih ke arah lapangan.

"Huh? Sekolah di sini ya?" Putri menoleh ke arahku, lalu kembali lagi menatap ke depan. Sepertinya Ia sedang memikirkan jawaban apa yang tepat.

Putri tersenyum. "Sekolah di sini lumanyan nyaman. Memang, beda dengan sekolah lama ku. Tapi, ya, mau bagaimana lagi?"

Aku menatap ke arahnya. "Di sekolah lama ku, aku juga baru satu tahun di sana. Jadi belum ada yang berarti." Lanjutnya.

Aku mengangguk mengerti. Aku pun merasakan hal yang sama dengannya.

Di sekolah ini aku baru satu tahun. Belum ada yang berarti. Mungkin menurut banyak orang dititik ini aku akan merasakan berartinya sekolah ini.

Kami kembali diam. Memikirkan hal masing-masing. Aku pun larut menonton basket yang baru saja mencetak angka. Keriuahan terdengar dari beberapa murid-murid yang ikut menonton.

"Kalau kamu bagaimana sekolah di sini?" Tanya Putri yang memecah perhatianku.

Aku menoleh ke arahnya. "Eh? Mungkin tidak berbeda jauh dengan jawabanmu tadi."

"Di sini pun aku baru satu tahun. Jadi belum menemukan yang berarti. Semua masih sama." Lanjutku. Putri tersenyum ke arahku.

Kami diam lagi. Aku sibuk memikirkan apa yang berarti itu di sekolah ini. Rasa-rasanya belum ada tanda-tanda yang berarti itu akan datang. Semua masih sama.

Teman.

Belajar.

Sekolah.

Guru.

Menonton permainan basket.

Tugas.

Semua nyaris tidak ada yang berbeda.

"Pasti kita akan mendapatkan yang berarti itu." Ucap Putri yakin dan senyuman.

********

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang