Part 6. Dengannya

49 2 0
                                    

Maaf banget baru bisa update. Saya lagi banyak urusan di dunia nyata.

Apalagi sebentar lagi saya akan melaksakan ujian kelulusan saya. Jadi saya harus fokus.

Sebenernya part ini sudah saya tulis sejak sebulan lalu. Tapi saya agak ragu untuk mem-publish. Kayak ada yang kurang gitu. Jadi ini baru bisa saya selesaiin dan saya publish.

Enjoy ya!

******

Sore ini aku masih berada di area kampus. Entah apa yang aku tunggu. Aku hanya enggan untuk pulang.

Aku memang senang berlama-lama di kampus. Terutama di perpustakaan. Di sana aku bisa bebas membaca berbagai jenis buku.

Aku memang penggila buku. Sampai terkadang lupa waktu, karena terlalu tenggelam dalam cerita yang disugukan oleh buku-buku tersebut. Membaca pun sedikit membantuku untuk menghilangkan rasa sakit akan kesalahan yang terkadang menderap kapan saja.

Sambil membawa buku yang tadi sempat aku pinjam dari perpustakaan, aku berjalan di koridor kampus. Banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang masih berada di sini.

Tanpa memperdulikan kegiatan mereka. Aku terus berjalan.

"Belum pulang, An?" Tanya seseorang dari arah belakangku.

"Seperti suara Dhiva?" Pikirku.

Aku segera menoleh untuk memastikan apa benar Dhiva yang memanggilku.

Benar. "Ah. Dhiva?"

Dhiva tersenyum ke arah ku. "Belum pulang?" Ulangnya lagi.

"Eh. Belum. Kalau sudah aku tidak mungkin berdiri di sini menjawab pertanyaanmu." Ucapku. Dhiva terkekeh.

"Ada apa dengannya?"

Kenapa Dhiva seperti ini? Berbeda sekali dengan sikapnya terhadapku tempo hari. Biasanya saat kami berpapasan saat berjalan Ia jarang sekali menyapa atau tersenyum. Namun kali ini? Bahkan Ia tersenyum dengan tulus kepadaku.

Aku tidak mau ini hanya akan membuat suasana hatiku menjadi lebih buruk. "Aku duluan ya."

"Eh. Tunggu, An." Cegah Dhiva. "Aku hanya ingin sedikit mengobrol denganmu."

Aku menatap wajahnya yang dipenuhi dengan permohonan. Namun bayangan akan terpuruk lagi juga menari-nari dipikiranku.

Aku bimbang. Antara mengiyakan ajakan Dhiva yang jelas-jelas akan membuat aku semakin terpuruk atau menolak ajakannya yang nanti akan berakibat pada hubungan kami ke depannya.

Tanpa mengiyakan atau menolak ajakan Dhiva, kami berjalan berdampingan. Saling diam. Tidak ada diantara kami yang kelihatan akan memulai pembicaraan atau mungkin bingung memulai pembicaraan ini dengan apa.

Aku menghela nafas. "Kamu sendiri, kenapa belum pulang?" Ucapku hati-hati, takut salah memulai pembicaraan ini.

Dhiva menoleh ke arah ku. "Ya belum. Kalau sudah aku tidak mungkin berdiri di sini menjawab pertanyaanmu." Jawabnya sambil menaikan satu alisnya.

Aku terpaku dengan tatapannya.

Tampan.

Ya Tuhan. Sempat-sempatnya aku berpikiran seperti itu. Aku pun mengalihkan pandangan ke arah lain.

Setelah menguasai diri, aku menjawab, "Heh? Jawabannya nyontek tuh. Kalau kamu melakukan ini di kelas Bu Rianda, bakal disuruh tutup pintu dari luar kamu." Ujarku menahan tawa.

Dhiva tergelak dengan perkataanku. "Pertama, aku sedang tidak di kelas Bu Rianda. Kedua, hey! Pertanyaan yang kamu ajukan pun sama seperti yang aku ajukan tadi." Ucapnya penuh pembelaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang