MEDAN
Di sebuah rumah minimalis terdapat seorang wanita paruh baya yang sedang menonton acara televisi. Dengan fokus, wanita itu ikut terhanyut dalam film yang ditayangkan, bahkan sesekali air mata meluncur dari pelupuk matanya. Terlalu menghayati, adalah kata yang tepat untuk wanita itu.
KRING!! KRING!!
Wanita itu tersadar kalau telepon rumahnya berdering. Ia beranjak dari sofa menuju sumber suara. Dengan dada membusung dan suara yang kembali normal, wanita itu mengangkat telepon tersebut.
"Halo? Dengan keluarga Prawatja, ada yang bisa aku bantu?" tuturnya dengan suara yang ramah.
"Halo, Jeng Rita! Ini aku, Renata, perjodohan anak kita gimana?"
"Oh ... Jeng Renata! Gimana enaknya aja deh." Wanita yang diketahui namanya Rita mengambil napas sejenak. "Emangnya Elang mau dijodohkan dengan Dara?"
"Belum tau sih, tapi kata Elang, coba dijalani dulu. Yaah ... sejenis PDKT gitu, Jeng."
"Kalo gitu aku se-"
DUAR!!
Ucapan Rita terputus saat ia mendengar dentuman keras dari pintu utama. Itu Dara yang baru saja pulang dengan air mata yang mengalir. Untuk yang sekian kalinya Dara pulang dengan menangis tersedu seperti ini.
"Jeng, ada apa? Jeng, halo?"
"Dara pulang Jeng, nanti aku telepon la-"
DUAR!!
Lagi-lagi terdengar suara dentuman pintu yang membentur dinding. Sepertinya Dara sedang dilanda emosi. Siapa lagi yang berhasil membuatnya menangis kalau bukan Cakra.
Cakra Sadewa, pria berumur 32 tahun yang menjadi kekasih Dara selama dua tahun. Namun, kebahagian dari hubungan mereka hanya beberapa persen dari rasa sedih. Dara terlalu sering memendam semuanya, mulai dari perlakuan Cakra hingga perkataan pria itu. Jika ditanya kenapa Dara masih betah berpacaran dengan Cakra, maka jawabannya itu semua karena cinta.
Dengan pikiran yang berkecamuk oleh hal-hal yang negatif, Rita langsung mematikan panggilan telepon sepihak lalu menghampiri Dara di kamar. Ternyata pintu kamarnya dikunci.
Rita yang selalu dipanggil Mamak-terus mengetuk pintu kamar Dara dengan bertubi-tubi namun tidak berhasil untuk membuat Dara membuka pintu kamarnya. Bujukan-bujukan terus dilontarkan Mamak tetapi tetap tidak berhasil membuat Dara luluh untuk membuka pintu.
"Dar, kau buka dulu pintunya. Kau kenapa, Nak?" suara Mamak sedikit melemah. Ingat, ini salah satu strategi Mamak untuk membujuk Dara agar membuka pintu. "Anakku sayang, aku ini Mamakmu, buka dulu pintunya."
"Udahlah Mak, jangan ganggu aku."
Emosi pun memuncak hingga ke ubun-ubun. Orangtua mana yang tidak cemas kalau anaknya menangis secara tiba-tiba tanpa tahu alasannya. Namun menyelesaikan masalah dengan emosi bukan pilihan yang tepat, maka dari itu Mamak mencoba menyikapi Dara dengan kepala dingin. Kali ini Mamak sedikit pelan mengetuk pintu.
"Dar, kalo kau ada masalah bicara sama Mamak."
"Tapi Dara pengin sendiri, Mak."
"Dara sayang, kalo alasan kau nangis gara-gara si Cakra, biar kudatangi rumahnya."
Sontak Dara langsung membelalakan bola matanya. Ia tidak mau kalau Mamak ikut campur dalam hubungannya dengan Cakra. Karena dari dulu Dara tahu kalau Mamak tidak pernah suka dengan Cakra, apalagi Dara berpacaran dengan Cakra tanpa sepengetahuan Ayah.
"Kalo nggak kau buka pintunya, betol-betol aku patahkan tulang tengkorak si Cakra. Mau kau? Ha?!" teriak Mamak kembali emosi. Cakra sudah sangat sering membuat Dara menangis, dan Mamak tidak punya alasan untuk meminta Dara memutusi hubungannya dengan Cakra. Dan kali ini tidak bisa dibiarkan lagi, karena Elang akan menjadi alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIFFERENT HUSBAND
Romance"Menikah dengan saya hanya menjadi masalah buatmu, bodoh! Karena sampai kapan, pun, saya tidak akan pernah cinta kepadamu!" (ELANG PRASETYA) "Akan aku buktikan kalau menikah dengan Abang adalah kebahagiaan tersendiri bagiku! Tidak peduli seberapa di...