MEDAN
Dara menghela napas kasar setelah selesai menyiapkan semua barang bawaannya menuju Jakarta. Ia hanya membawa satu koper yang berisikan segala keperluannya di sana.
Siapa yang menyangka jika sebuah takdir akan mempersatukan sesuatu yang telah lama hilang. Ini kesempatan Dara untuk kembali mengenang masa kecilnya. Ia akan bertemu Elang, bahkan mereka sudah ditakdirkan akan menikah meskipun melalui jalur perjodohan.
Bulir keringat mengalir pada pelipis Dara, dan dengan cekatan ia segera menghapus keringatnya sebelum merusak bedak yang sudah ia poles.
"Ha ... nggak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Aku pikir Bang Elang udah nikah, rupanya jodoh memang nggak kemana." Dara kembali menghela napas. "Meskipun putus dengan Bang Cakra begitu sulit aku rasa, tapi untuk apa mempertahankan cinta untuk seseorang yang tidak mengenal cinta."
Sebuah pengorbanan memang harus dilakukan dengan sepenuh hati, tetapi jika pengorbanan tidak terbalaskan, lebih baik berhenti sebelum kamu menyesal atas apa yang sudah terjadi.
Dara memandang sekeliling kamarnya. Mungkin ia bakal merindukan semua ini, setiap dinding di kamarnya memiliki arti tersendiri. Terutama ada satu coretan wajah anak lelaki-dengan pensil-yang ada di dinding sebelah kanan, itu memiliki cerita tersendiri bagi Dara. Setiap goresan pensil itu melambangkan kebahagiaan yang sampai saat ini masih Dara rasakan.
Itu wajah Elang, meski tidak sempurna Dara menggambarnya. Dulu, setiap kali ia ingin tidur Dara akan bercerita sedikit kepada coretan wajah Elang. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Cakra dan melupakan semua tentang Elang, namun sekarang takdir ikut serta dalam hidupnya.
"Bang Elang, semoga tidak ada yang berubah dari Abang."
Setelahnya Dara melangkah keluar dari kamar dengan menyeret koper miliknya dengan susah payah. Memang cukup banyak yang ia bawa, sampai-sampai harus mengenakan koper. Keperluan wanita berbeda dengan pria, jadi harap maklum saat melihat betapa ribetnya Dara.
Sebuah senyuman terlukis dengan sempurna pada kedua bibir Ayah dan Mamak. Senyuman yang tidak dapat Dara lihat lagi setiap harinya-setelah ini. Sungguh, terasa berat hati ini untuk meninggalkan kota Medan, terutama rumah ini. Ada dua orang yang paling Dara sayang.
-00-
Suasana hiruk piruk Bandara Kualanamu meramaikan suasana meskipun hari sudah malam. Dara sebentar lagi akan berangkat ke Jakarta demi apa yang sudah menjadi ambisinya-sekaligus menuruti permintaan Mamak.
Suara Announcer mengingatkan Dara bahwa pesawat yang ia naiki akan segera berangkat.
Suasana haru diantara keluarga kecil itu menjadi pusat perhatian para penumpang lain. Terutama saat mereka mendengar sekaligus melihat betapa lebay tingkah Mamak saat ini.
"Dara sayang, jangan bikin malu Mamak ya, Nak. Jangan malas kali kau di sana," tegur Mamak seraya mengusap pipi Dara penuh cinta. "Setelah kau pergi, jangan kau lupakan Mamak."
Wajah sedih Dara kontan berubah menjadi kesal. Reaksi Mamak begitu berlebihan. "Isshh ..., entah apa ajalah Mamak. Macam mau jadi TKW di Arab sana aku," gerutu Dara dengan bibir manyun.
"Bercanda doangnya Mamak. Janganlah kaya bebek gitu muncong kau."
Baca: (Muncong = mulut)"Kamu hati-hati ya, Sayang ... jaga diri baik-baik. Ingat pesan Ayah, kalau udah sampai di sana segera telepon Ayah."
Dara mengangguk lalu mencium kedua pipi Ayah dan Mamak secara bergantian. Setelahnya ia menghapus air mata Mamak lalu tersenyum. "Dara selalu ingat pesan Ayah maupun Mamak. Dan insyAllah Dara bakal pegang teguh apa yang sudah Dara tanamkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIFFERENT HUSBAND
Romance"Menikah dengan saya hanya menjadi masalah buatmu, bodoh! Karena sampai kapan, pun, saya tidak akan pernah cinta kepadamu!" (ELANG PRASETYA) "Akan aku buktikan kalau menikah dengan Abang adalah kebahagiaan tersendiri bagiku! Tidak peduli seberapa di...