Suasana yang sangat romantis. Dikelilingi beberapa lilin dan kelopak mawar, serta diiringi dengan alunan biola bertajuk mellow. Kafe ini adalah tempat yang dipilih Elang untuk pendekatan perdana mereka sebelum masuk ke jenjang pernikahan. Ralat, sebenarnya kafe ini adalah ide Mami-karena selera Elang tidak seperti ini. Kafe ini terlalu membosankan menurut Elang.
Beberapa pengunjung kafe datang bersama pasangan mereka, terlihat sangat romantis, berbeda dengan Elang dan Dara-hanya saling diam, dan sesekali menatap. Terkesan seperti orang yang tidak kenal, bukan? Atau lebih parah.
Hidangan yang telah dipesan Elang akhirnya datang. Dengan sigap, Elang segera mengambil serbet dan meletakkan di atas pahanya dan menyelipkan serbet yang satunya lagi di dalam kerah baju untuk menjadi tameng kemejanya. Berbeda dengan Dara yang tidak mempedulikan persoalan serbet.
Sepanjang makan malam tidak terdengar suara apapun dari keduanya kecuali dentingan piring, sendok, dan garpu. Dara masih terlalu canggung setelah beberapa hari yang lalu Elang memakinya, jadi ia memilih posisi aman sementara ini. Kecuali kalau Dara khilaf.
Elang terlihat begitu santai saat menyantap makan malamnya, tidak seperti Dara yang terburu-buru menghabiskan nasi di piringnya. Sama sekali bukan kriteria calon istri Elang.
"Bang Elang. Cumi tepung Abang minta dikit, ya ...," pintanya dengan nada memohon, sedangkan Elang hanya mengangguk. Seperti apa yang ia katakan, Dara mengambil cumi milik Elang dan langsung melahapnya habis.
"Bang Elang, jadi Pengacara enak, nggak? Kayaknya susah, ya? Soalnya beberapa hari ini aku lihat Abang sering datang telat ke rumah Tante Renata."
Tanpa ada suara apapun yang terlontar dari mulut Elang. Ia terus menyuap makanannya hingga dapat dicerna oleh perutnya. Makan malam yang aneh, bukan? Tidak ada pembicaraan apapun.
Satu botol wine datang dengan es yang mengelilingi di dalam bucket. Seorang Pelayan yang diketahui bernama Kara menuangkan setiap gelas beberapa mililiter wine. Setelahnya Kara pergi meninggalkan meja Elang dan Dara.
Sekilas Dara menatap Elang takut-takut, namun setelah tidak ada sinyal kemarahan dari raut wajah Elang, lantas Dara langsung menenggak habis wine miliknya. Ada rasa pahit serta panas yang menjalar di dalam tubuhnya. Ini kali pertama Dara merasakan minuman beralkohol.
"Gila Bang Elang! Macam mau terbakar lidah aku! Ini apaansih Bang?" Dara memeletkan lidahnya lalu menenggak segelas air putih miliknya hingga tandas.
Tidak ada gubrisan dari Elang semakin membuat Dara kesal dan memilih melanjutkan makan malamnya yang tinggal sedikit. Ia menoleh sekilas, ternyata Elang sudah menghabiskan makan malamnya penuh khidmat. Lelaki 30 tahun itu mengelap mulutnya dengan serbet putih yang terletak di atas meja, setelahnya ia menatap Dara tajam.
Tatapan penuh kebencian seperti biasanya. Tatapan yang berhasil membuat Dara tersedak hebat hingga menyemburkan beberapa butir nasi dari dalam mulutnya. Elang memutar bola mata jengah, ini makan malam terburuk yang pernah Elang alami.
Setelah Elang melihat Dara sudah menghabiskan air mineralnya, ia kembali menatap Dara penuh kebencian. "Kamu tidak pernah belajar tata krama saat makan?" tanya Elang dengan nada ketus serta satu alis terangkat.
"Ha? Maksudnya?" Dara mengernyitkan dahinya tidak mengerti maksud dari perkataan Elang.
"Saya sejak kecil sudah diajarkan untuk tetap diam saat proses makan sedang berlangsung hingga selesai. Saya terlahir dari keluarga yang berpendidikan dan memiliki moral kehidupan yang berada jauh dari moral kehidupan kamu!" Elang mendekatkan wajahnya pada wajah Dara. Ia tatap wanita itu dengan bola mata hazelnya yang membulat sempurna. "Jadi, pertanyaannya, apa kamu diajarkan oleh orangtuamu untuk bersikap tenang saat proses makan sedang berlangsung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIFFERENT HUSBAND
Romance"Menikah dengan saya hanya menjadi masalah buatmu, bodoh! Karena sampai kapan, pun, saya tidak akan pernah cinta kepadamu!" (ELANG PRASETYA) "Akan aku buktikan kalau menikah dengan Abang adalah kebahagiaan tersendiri bagiku! Tidak peduli seberapa di...