Bagian 2

1.4K 111 0
                                    

Ada yang mengganggu pikiran (namakamu) sejak tadi, dia tak bisa tidur karena isi dalam kepalanya terus membayangkan kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian yang entah mengapa terus mengusiknya. Ya, tentu saja kejadian itu akan mengusiknya, bagaimana mungkin seorang sahabat lelaki mencium sahabat perempuannya?! Apa yang sedang terlintas di pikiran Iqbaal? Apa yang Iqbaal rasakan saat bibir mereka saling bersentuhan? Kenapa Iqbaal menciumnya? Apa motif lelaki itu? Kenapa Iqbaal menciumnya di saat akan menyatakan cinta pada Salsha? Apa ini sejenis kenangan terakhir? Karena mungkin saja setelah ini mereka berdua tidak akan bisa seperti dulu? Tidak akan bisa menghabiskan waktu bersama-sama lagi dalam jangka waktu bebas, karena, ya, seperti tadi, Iqbaal akan bersama Salsha, dan mungkin akan melupakan (namakamu). Menyakitkan di saat seperti ini, di saat (namakamu) sudah mulai paham akan perasaannya pada sahabat lelakinya itu.

Malam itu (namakamu) tidur dengan tidak tenang, penggalan kejadian beberapa jam lalu itu sesekali terlintas membuat tubuhnya bergetar. Bayangan saat bibirnya dan bibir Iqbaal saling bersentuhan, saat bibir lelaki itu melumat bibirnya, saat tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya dengan mesra terus terngiang di kepala (namakamu), sampai akhirnya matanya terpejam dan terbangun di keesokan harinya dengan kepala yang amat pusing.

(Namakamu) mengerjap beberapa kali saat sinar kuning pekat menembus dari ventilasi udara kamarnya dan menusuk kelopak matanya. (Namakamu) tak langsung beranjak, terlebih dahulu dia duduk diam dengan punggung yang menyender di kepala tempat tidur, dan hanya butuh waktu kurang dari satu menit isi kepalanya kembali memutar kejadian tadi malam, sebelum dia tidur, sebelum Iqbaal pamit pulang dengan dirinya yang hanya bisa mematung. Lalu mata (namakamu) terjatuh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9.25. Mulutnya menganga lebar, cepat-cepat (namakamu) beranjak dan berjalan menuju kamar mandi.

Tindakkan Iqbaal semalam jelas-jelas membuat (namakamu) kelimpungan. Apakah lelaki itu merasakan hal yang sama? Tidak bisa tidur karena terus kepikiran? Atau ternyata Iqbaal malah biasa-biasa saja? Ya, mungkin saja sekarang lelaki itu sedang memikirkan bagaimana caranya menembak Salsha, bukan ciuman tolol tadi malam. Memikirkan itu entah mengapa membuat (namakamu) merasa kesal, kenapa semalam dia tidak memberontak? Kenapa dia malah diam saja seakan menikmati ciuman itu? Ah!

(Namakamu) keluar kamar mandi tujuh menit kemudian dan langsung berjalan ke arah lemari, mencari pakaian yang menurutnya bagus untuk hari ini, dan mungkin juga harus bagus di mata Iqbaal. Ah, baiklah, (namakamu) tidak akan munafik, dia ingin terlihat menawan di depan lelaki itu, jadi (namakamu) memilih pakaian yang menurut Iqbaal pantas di kenakannya. Kaos putih dengan beberapa ukiran hitam di bagian dada, serta blus biru berlengan dan rok a-line berwarna hitam membalut pahanya. Oke, rok itu memang tak sampai menutupi kaki (namakamu), bahkan lututnya.

(Namakamu) baru akan keluar dari kamarnya saat ponsel yang ada di genggamannya berdering, dan memperlihatkan nama Om Rahardi—ayah Aldi, sepupunya—sempat heran karena Om Rahardi sangat jarang menghubunginya kecuali kalau ada urusan penting. (Namakamu) menatap lama, sebelum ponselnya berhenti berdering ada baiknya kalau dia langsung mengangkat panggilan itu.

"Hallo?"

(Namakamu) tak langsung menerima balasan tapi (namakamu) bisa mendengar kerusuhan dan helaan napas kasar disana.

"Hallo, om?" (Namakamu) mengulang sapaanya, kali ini lebih ditekan agar orang yang menghubunginya itu lekas menyaut karena (namakamu) sudah tidak ada waktu lagi. Dia akan telat!

"(Namakamu)," suara parau itu akhirnya mengisi telinga (namakamu).

"Ada apa ya, om, hubungi saya pagi-pagi kayak gini?" Sebenarnya ini tidak bisa di bilang pagi lagi, tapi sudahlah.

Terdengar helaan napas kasar lagi. Sebenarnya om Rahardi sedang apa?

"Ka..kamu udah nonton berita pagi ini?"

EmotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang