"Kangen,"
(Namakamu) bisa mendengar suara manja Salsha saat dia ingin menarik handle pintu. Sekali lagi (namakamu) menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan, entah mengapa melihat adegan mereka membuat udara yang (namakamu) hirup terpakai percuma.
"Aku juga," balas Iqbaal. Tidak cukup buruk untuk membuat hati (namakamu) hancur berkeping-keping. Ya sudahlah, seharusnya (namakamu) sudah bisa memprediksi keadaan menyakitkan ini. "Diluar dingin, kita masuk ya?"
Oke, kita, lupakan saja keberadaan (namakamu) disini. (Namakamu) mendengus sebal, menarik pintu dan segera masuk, tak lupa membanting pintu guna untuk menyadarkan mereka berdua kalau masih ada orang lain selain mereka.
*
"Kangen,"
Iqbaal masih belum sepenuhnya sadar dengan keterkejutannya saat tiba-tiba saja Salsha menghambur ke dalam pelukkannya. Iqbaal mengerjap selama beberapa kali, seharusnya dia tidak perlu kaget kalau Salsha tanpa sepengetahuannya akan melakukan ini kepadanya. Hanya saja ada yang sedikit mengganggu pikirannya saat melihat (namakamu) berjalan menunduk ke arah mereka.
"Aku juga," balas Iqbaal ambigu. Sebelah tangannya bergerak ke puncak kepala Salsha, mengusap lembut rambut gadis itu. "Di luar dingin, kita masuk ya?"
Setelah itu Iqbaal mendengar suara pintu terbanting, membuat tangannya yang masih berada di puncak kepala Salsha tersentak jatuh, bola matanya bergerak ke sudut mata untuk melihata pintu belakang mobil. Lalu Iqbaal mendapati dirinya mendesah berat sebelum membukakan pintu untuk Salsha. Salsha bergerak masuk, tapi belum ada lima detik gadis itu berada di dalam, Iqbaal melihat Salsha keluar.
"Kenapa?" Tanya Iqbaal heran melihat perubahan wajah Salsha yang mendadak murung. Seakan malas menjawab, dengan bibir yang mengerucut Salsha membuka pintu lebih lebar, menyuruh Iqbaal untuk melihat ke dalam mobil, dan..."(Namakamu)?" Iqbaal sedikit membungkuk untuk melihat (namakamu) yang sudah duduk di jok depan.
(Namakamu) nyengir. "Lo kan tau, Baal, gue itu nggak suka gelap. Di belakang gelap banget, gue takut,"
"Oh," Iqbaal mengangguk-ngangguk mengerti, seakan memaklumi (namakamu), lalu dia menutup pintu. "(Namakamu) emang nggak suka gelap, Sha, jadi,"
"Aku duduk dibelakang?" Salsha menyela dengan ekspresi paling tidak terima.
"Untuk kali ini aja,"
"Kamu bilang untuk kali ini aja? (namakamu) bakalan pulang sama kita setiap malam, dan setiap malamnya aku bakalan duduk dibelakang. Belum lagi nanti kamu punya ide gila untuk jemput (namakamu,"
Iqbaal menghela napas, lalu meletakkan kedua tangannya di masing-masing bahu Salsha, menatap lirih gadis di hadapannya agar tidak memperpanjang masalah sepele ini. "Sha, ini cuma masalah tempat duduk,"
"Maaf," kata Salsha tulus.
Iqbaal tersenyum. "Kalau gitu senyum, jangan murung terus dong," gemas, Iqbaal mengacak-ngacak rambut Salsha hingga membuat gadis itu tersipu, lalu tangan Iqbaal menarik handle pintu dan mengintruksi Salsha agar masuk. Baru setelah itu Iqbaal berjalan memutar untuk membukakan pintu untuk dirinya sendiri.
Saat masuk ke dalam mobil, hal pertama yang Iqbaal lihat adalah (namakamu) yang duduk bersandar dengan mata terpejam, wajah gadis itu yang menghadap ke arahnya membuat Iqbaal bisa melihat dengan jelas wajah damai gadis itu ketika tertidur. Iqbaal sudah lama tidak melihat wajah (namakamu) yang sedang tertidur, dan dia tidak munafik kalau rindu akan hal itu. Melihat (namakamu) yang sedang tertidur Iqbaal tanpa sadar melepaskan jamper abu-abu yang dia kenakannya untuk menyelimuti badan (namakamu). Suara dehaman dari belakang membuat Iqbaal tersadar kalau di dalam mobil ini tidak hanya di isi oleh dia dan (namakamu). Dibelakang, dengan tangan terlipat di dada, Salsha menatapnya sebal.