Bagian 5

1.2K 110 0
                                    

Apakah (namakamu) harus melakukannya? (Namakamu) masih mengingat dengan jelas rasa sakit di hatinya saat ciuman pertama mereka malam itu, dan esoknya (namakamu) melihat Iqbaal resmi menjadi kekasih gadis lain. Tapi entah mengapa (namakamu) menginginkan itu, menginginkan sensasi kenikmatan saat bibirnya menyentuh bibir lembut lelaki itu.

Dan mata (namakamu) juga ikut terpejam saat bibirnya menyentuh bibir lelaki itu. Selama lima detik hanya kehangatan bibir Iqbaal saja yang menyecap, namun di detik berikutnya (namakamu) memberanikan diri untuk melumat bibir Iqbaal, menekan bibir Iqbaal dengan bibirnya sampai (namakamu) mendengar suara desahan Iqbaal yang mampu membuat bulu kuduknya meremang seketika. Bayangan wajah Salsha tiba-tiba saja muncul di kepala (namakamu), membuat (namakamu) semakin berani melakukannya, sesaat (namakamu) berpikir mungkin saja Salsha pernah melakukan ini pada Iqbaal. Ah! Membayangkannya saja sudah membuat hati (namakamu) hancur berkeping-keping.

Iqbaal hanya miliknya kan? (Namakamu) menggeleng, kenyataan mengatakan kalau Iqbaal adalah milik Salsha, (namakamu) melepaskan pagutannya, beringsut menjauh dari lelaki itu, duduk meringkuk dan menenggelamkan wajahnya di lutut.

Perasaan ini kembali muncul, setelah hampir seminggu ini berusaha (namakamu) hindari.

*

Iqbaal membuka matanya, langit biru cerah langsung menyambut hangat matanya, pemandangan di atas sana langsung teralihkan saat sudut matanya melihat (namakamu) duduk meringkuk tak jauh dari tempatnya terbaring. Daun kering yang menjadi alas bergerak menghasilkan suara khas saat Iqbaal beringsut menuju (namakamu).

Seakan sadar dengan kehadiran Iqbaal, gadis itu mengangkat wajahnya. "Gue cuma mau lo jadi Iqbaal yang dulu, yang selalu ada buat gue," ujar (namakamu) dengan suara tertahan.

"Gue bakalan tetep kayak Iqbaal yang dulu, lo nggak perlu khawatir,"

"Gue pernah denger ucapan itu seminggu yang lalu," (namakamu) kembali membenamkan wajahnya.

Iqbaal terdiam sebentar, dia merasa kalau memang sempat menghianati gadis ini. Tidak berbicara dengan gadis ini selama seminggu, dan tidak bertemu dengan gadis ini selama tiga hari. "Tapi lo harus janji sama gue kalau lo bakalan jadi (namakamu) yang dulu, (namakamu) yang cerewet, ngeselin, dan suka nyusahin orang," tangan Iqbaal merayap ke puncak kepala (namakamu), mengusap lembut rambut gadis itu.

"Selama ini gue udah berusaha untuk ngerubah sifat gue, tapi lo malah seenaknya nyuruh gue untuk kembali kayak dulu," suara (namakamu) tidak terlalu terdengar jelas karena gadis itu masih menunduk.

Iqbaal menyeringai. "Oh ya? Emangnya apa yang udah lo rubah dari diri lo? Mungkin lo bisa cerita sama gue," kemudian dia duduk bersila menghadap (namakamu). Menunggu gadis itu bercerita.

"Gue udah bisa masak,"

"Serius? Mungkin kapan-kapan gue mau coba masakkan lo. Terus apa lagi?"

"Sekarang gue nyapu udah bersih,"

Iqbaal menangkup mulutnya dengan tangan kanan—ingin tertawa tapi di tahan. Menyapu? Mengingat usia (namakamu) hampir menginjak dua puluh tahun gadis itu mengatakannya seolah-olah pekerjaan itu sangatlah sulit.

"Gue udah bisa nyuci, seterika baju, ngepel, bersihin tempat tidur, terus...," gadis itu menggantungkan kalimatnya, mengangkat wajahnya dengan kening berkerut.

Sadar akan perubahan eksperesi (namakamu), Iqbaal buru-buru menjatuhkan tangannya. "Terus apalagi?" Sebisa mungkin Iqbaal membuat suaranya terlihat normal, tapi gagal, gadis di hadapannya sudah menatapnya dengan berapi-api, seakan-akan apa yang baru saja dia lakukan—ingin menertawai gadis ini—tindakan yang sangat menyebalkan.

EmotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang