Bagian 7

2.7K 149 21
                                    

Niat Iqbaal memang ingin berkunjung ke rumah (namakamu) sekaligus ingin mengantar gadis itu ke kampus, mengingat tadi Salsha memberitahubahwa gadis itu pergi bersama papanya. Tapi tiba-tiba saja Salsha malah menghubunginya dan mengatakan padanya untuk menjemputnya, Iqbaal sebenarnya tidak masalah, tapi saat ini dia sedang satu mobil bersama (namakamu), dan sedang melaju ke rumah Salsha. Iqbaal tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Salsha saat mengetahui kalau dia bersama (namakamu). Kejadian tadi malam masih mengganggu pikiran Iqbaal.

"Loh, kok berhenti disini?" Tanya (namakamu) saat menyadari mobil yang tiba-tiba berhenti, sepertinya gadis itu tak fokus dengan jalanan sejak tadi.

"Gue jemput Salsha," jawab Iqbaal seraya keluar dari mobil.

"Ya ampun, Baal, mood gue pagi ini padahal lagi bagus banget, kenapa lo nggak bilang kalau mau jemput dia," perkataan (namakamu) membuat Iqbaal menghentikan langkahnya, mundur beberapa langkah dan menatap (namakamu) dengan sebelah alis terangkat. "Apa? Bukan cuma dia yang benci sama gue, gue juga benci sama dia!" Bibir (namakamu) mengerucut sebal.

Iqbaal merasa kalau kepalanya di kelilingi oleh wajah (namakamu) dan Salsha yang sedang bergulat, dan itu membuat tubuhnya lemas seketika.

*

Keheningan yang amat mengerikan terjadi di ruangan kecil yang di huni oleh tiga manusia. Iqbaal berusaha untuk tetap fokus pada stir dan jalanan, tapi beberapa kali suara gerutuan Salsha yang terdengar dari belakang mengganggu pikirannya, sedangkan (namakamu) yang duduk di sebelahnya hanya diam dan fokus pada ponsel.

Ketika Iqbaal menghampiri Salsha dan memberitahu gadis itu kalau dia bersama (namakamu), Salsha buru-buru menepis tangan Iqbaal yang ingin merangkulnya. Iqbaal tahu pasti Salsha akan marah, soal tempat duduk dan (namakamu). Tapi sepenuhnya ini bukan salah Iqbaal kan? Mengingat kalau Salsha tadinya akan pergi bersama papanya. Sudahalah, Iqbaal tidak perlu memikirkan itu, yang perlu dia pikirkan saat ini adalah bagaimana nanti dia akan membujuk Salsha.

"Thanks," kata (namakamu) seraya tersenyum saat Iqbaal membukakan pintu untuknya.

Iqbaal membuka pintu secara bersamaan, pintu untuk (namakamu) dan Salsha, dan itu terlihat tolol.

"Ya, sama-sama," balas Iqbaal tersenyum manis pada (namakamu), kemudian dia melihat (namakamu) mencodongkan sedikit badan ke arahnya untuk mengecup singkat pipinya sebelum benar-benar menghambur. Iqbaal terkesiap, buru-buru menoleh ke samping kanan, dan bersyukur Salsha belum keluar.

Iqbaal menutup pintu depan, lalu berjalan mundur ke pintu belakang untuk menghampiri Salsha.

"Sha, sebentar lagi masuk, yuk," ucap Iqbaal, tangannya bergerak meraih tangan Salsha tapi lagi-lagi gadis itu menepis tangannya. Iqbaal mendesah frutasi. "Sha, aku minta maaf, tapi ini bukan sepenuhnya salah aku kan? Kamu sendiri yang bilang kalau kamu pergi sama papa kamu, dan nggak ada salahnya kalau aku anter (namakamu),"

Salsha diam tak bersuara apalagi berniat beranjak dari dalam mobil, pandangan kosongnya hanya fokus ke depan sampai akhirnya mata gadis itu berair dan cairan bening itu mulai menetes, membasahi permukaan pipinya.

"Jangan-jangan (namakamu) suka sama kamu," kata Salsha pelan, suara gadis itu tertahan akibat sesak di dadanya yang terus mengrogoti liang hatinya, sesak itu semakin terasa saat bayangan menakutkan itu bersarang di kepalanya.

Iqbaal cukup kaget saat mendengar ucapan Salsha yang barusan. Bagaimana Salsha bisa berpikiran seperti itu sementara Iqbaal selama ini menganggap kalau (namakamu) adalah sahabatnya, teman kecilnya, tidak lebih, dan hanya saja dia amat sangat menyayangi teman kecilnya itu.

EmotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang