BAB : 7

572 10 7
                                    

                                                      

Setelah beres melakukan penghormatan terakhir didepan pusaran ayahandanya. Swarabumi menegadahkan wajahnya keatas. Ia merasa matahari sudah berada tepat dipuncaknya. Kemudian Swarabumi mengajak Jin untuk melaksanakan  sholat dhuhur.

Kebetulan tidak jauh dari dirinya dan Jin ada batu yang cukup besar untuk berdua melaksanakan sholat tersebut. Kali ini seperti biasa Swarabumi yang menjadi imamnya. Beberapa waktu kemudian setelah sholat. Swarabumi dan Jin berdoa. Seperti yang selalu Eyang guru perintahkan.

Katanya tidak berdoa setelah sholat merupakan cerminan orang yang sombong. Dengan berdoa maka jiwa kita akan selalu ingat bahwa diri kita sebenarnya tidak mempunyai kekuatan apapun dihadapanNya. Dengan berdoa setelah sholat berarti kita sadar. Bahwa diri kita ini hanya sebagai ciptaanNya saja dan sangat membutuhkan pertolongan dan perlindungannya.

Setelah mengusapkan kedua telapak tangannya kewajahnya. Kemudian Swarabumi berdiri diikuti oleh Jin dan beranjak dari atas batu tersebut. Sebelum meninggalkan batu tersebut Swarabumi terlihat menarik napas panjang sebelum kembali dihembuskan.

Swarabumi berjalan melewati berbatasan hutan dengan sebuah perkampungan, tapi sebelum memasuki perkampungan Swarabumi menyuruh Jin yang lagi menikmati perjalanannya berlari kesana kemari.

Bahkan terbang mengejar burung dengan merubah dirinya menjadi sebesar burung. Walaupun sedikit merengut akhirnya Jin mengikuti perintah Swarabumi untuk merubah dirinya menjadi sorban. Sebab Swarabumi takut ketika penduduk melihat Jin mereka semua akan ketakutan.

Padahal Swarabumi tidak perlu menyuruh Jin untuk merubah dirinya menjadi sorban. Sebab seperti telah diketahui bahwa wilayah ini merupakan, wilayah dimana ilmu sihir dan dunia kegelapan sudah menjadi pola hidup masyarakatnya. Mungkin karena Swarabumi belum tahu budaya wilayah yang akan dikunjunginya, sehinga dirinya menyuruh Jin untuk merubah jadi Sorban yang mengantung dilehernya.

Swarabumi menghentikan langkahnya. Telingganya mendengar suara-suara para penduduk yang kelihatannya sedang mengalami kekerasan. Swarabumi melangkah cepat kearah suara tadi yang tidak jauh dari situ.

Swarabumi meloncat keatas pohon besar dengan daunnya yang begitu rimbun. Ditanah bekas ladang yang sudah dipanen terlihat beberapa penduduk sedang dijemur oleh lima orang kasar dan seram sambil membentak-bentak penduduk. Seorang yang berbadan gemuk dengan kepala bulat plontos, hidung bulat bahkan bibirnya bulat, memperlihatkan giginya yang hitam.

"Penduduk sialan, sudah beberapa bulan ini kalian belum juga memberika upeti pada tuanmu". Matanya memerah menatap orang-orang yang ketakutan, "Atau kalian minta dihabisi saja hah?". Tangannya terangkat mengacung-acungan cambuk dari rotan yang dianyam. Para penduduk itu meringgis ketakutan.

"Ayo, cepat kumpulkan mana upetimu sebelum aku menurunkan tangan kasar pada kalian semua". Sambung yang bertubuh kurus.

"Maaf, tuan. Jangankan untuk membayar upeti, untuk makan saja tak ada". Jawab lelaki kurus mencoba menerangkan.

"Alasan, cepat kumpulkan barang-barang itu disini, kuberi waktu sesaat". Suruh orang yang berbadan gemuk yang pertama tadi bicara.

"Bukan aku tak mau menyerahkan, tapi apa yang harus kami berikan". Lelaki tua itu kembali berkata.

"Sialan, kau mencoba membodohiku". Sigendut memcambuk lelaki tua membuat lelaki tua itu mengaduh kesakitan.

Terlihat bekas cambuk mengurat dipunggung yang tidak berbaju. Warna merah dengan sedikit bercak darah menempel dikulitnya yang hitam legam akibat terus terkena sinar matahari.

Swarabumi : Pendekar Tiga Jurus Pemburu IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang