Bab 8

559 8 5
                                    

Kita tinggalkan para penduduk dusun itu. Dada Swarabumi terasa perih ketika teringat ucapan perempuan itu. Mungkin karena ketidak tahuan kejadian yang sebenarnya membuat para penduduk sangat marah pada rajanya. Membuat para penduduk merasa ditinggalkan oleh raianya dan dibiarkan hidup dalam kemiskinan dan penderitaan bertahun-tahun akibat ulah Kalamurtada beserta anteknya yang menjadi penguasa Swaradipa.

Swarabumi masih ingat ketika masih kecil dulu, tanah Swaradipa ini begitu makmur. Tumbuhan tumbuh subur dengan sungai mengalir. Setiap kali akan panen para penduduk bersuka cita karena sudah bisa membayangkan hasil panenan yang akan mereka dapatkan. Pasti melimpah, meskipun hanya baru melihatnya saja. Mereka membayangkan dengan menguningnya padi berarti ada harapan kemakmuran yang berlimpah. Kemuningnya warna padi disawah ibarat hamparan emas yang terhampar sepanjang penglihatan.

Tumbuhan palawija dan buah-buah terlihat terlalu sayang untuk dipetik. Ah betapa bestarinya hidup disaat itu. Jika membayangkan jaman Swaradipa yang dirajai oleh ayahnya.

Oleh karena panen selalu melimbah. Akibatnya tak ada penduduk yang merasa kekurangan akan makanan. Setiap gudang selalu dipenuhi oleh hasil panen. Tak ada upeti yang selalu ditagih untuk raja dimana nilainya ditentukan oleh raja, hanya kesadaran mereka memberi.

Begitu juga dengan dunia perdagangan sangat ramai. Harga barang disetiap pasar semuanya bisa terjangkau oleh para pembeli karena pasokan selalu tersedia. Sehingga waktu itu kerajaan Swaradipa merupakan salah satu kota perdagangan terbesar.

Selain letaknya yang strategis dekat pantai yang menjadi persinggahan para pelaut yang membawa daganggannya dan para saudagar dari berbagai kerajaan. Begitu juga dengan para pedagang yang lewat darat. Mau tidak mau harus melewati kerajaan ini, bila tidak mau berjalan jauh melewati pegunungan yang cukup tinggi serta curam yang dapat membahayakan pedati dan bawaannya termasuk nyawa sipedagang.

Karena tidak mau mengambil resiko yang sangat besar. Maka para pedagang tersebut mengambil jalan baiknya. Mengikuti kebiasaan baku mampir di kerajaan Swaradipa. Oleh karena itu kerajaan Swaradipa ini bisa disebut tempat transitnya para pedagang dan para pelaut.

Semua saudagar dari berbagai kerajaan melakukan transaksinya di wilayah kerajaan Swaradipa dengan senang. Apalagi ada perlindungan penuh dari pemerintahan kerajaan Swaradipa dengan para pasukannya yang terkenal tangguh. Sehingga sangat jarang bahkan tidak ada yang berani menganggu aktivitas perdagangan para pedangang. Semuanya berjalan lancar.

Semua bidang kehidupan berjalan sebagaimana mestinya. Begitu tentram dan tenang. Para penduduk seakan hidup dalam kedamaian penuh keramahtamahan sehingga para pendatangpun merasa betah tinggal dan melakukan transaksi bisnis disini.

Semua kejadian ini berlangsung bertahun-tahun sampai pada suatu ketika keadaan itu berubah. Dimana kerajaan Swaradipa diserang oleh kerajaan Kalamurka dan berhasil dikuasainya. Akhirnya semua kebahagian itu semuanya seakan terbalik dari yang seharusnya ketika masih dibawah kekuasaan Raja Kawilarang.

Kerajaan yang tadinya subur dan makmur kini tidak terlihat bekas-bekas kejayaannya. Semuanya terlihat sangat gersang seakan tidak ada kehidupan. Tumbuh-tubuhan yang begitu subur saat itu kini terlihat seperti tidak mau hidup, meranggas karena tidak ada suplay air.

Swarabumi begitu miris melihat setiap tanah yang dilewat. Padahal Swarabumi yakin bahwa daerah yang dilewatinya masih sangat jauh dari pusat pemerintahan kerajaan Swaradipa dan Swarabumi bisa merasakan juga bahwa tanah dimana tempat kerajaan Swarabumi berada juga tidak akan jauh berbeda dengan keadaan tanah yang sedang Swarabumi pijak sekarang. Gersang walau masih ada kehidupan meskipun para penduduknya menderita seperti disini.

Swarabumi : Pendekar Tiga Jurus Pemburu IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang