Empat

167 4 0
                                    

____Aku lemas, kakiku gematar. Jadi tadi yang mendaki bersamaku siapa? sekarang apa yang harus ku lakukan?. Aku menangis sejadi-jadinya, sementara malam mulai turun.

Tidak mungkin aku turun gunung di saat gelap, hal itu terlalu berisiko. Ular, babi hutan, kelabang, kalajengking atau hewan liar lainnya bisa saja membunuhku. Bingung, panik, aku coba berpikir, tenang... tenang... tenang... tarik nafas..., tapi tidak bisa, keadaan ini terlalu sulit.

Sendirian di tengah hutan, tepatnya di puncak gunung dengan ketinggian 1818 mdpl. Gelap, dingin, menyeramkan, dengan cerita-cerita mistisnya, ini sangat sempurna.

Aku mencoba mendirikan tenda dengan kemampuan seadanya. Setidaknya, tubuhku ini berada di dalam sebuah bangunan (selapis kain tenda) yang dapat menurunkan rasa takutku walau hanya satu persen. Setelah tenda berdiri walau agak miring, aku langsung menyelusup ke dalam tenda.

Nuansa berkemah di tengah hutan, di puncak gunung, di bawah ribuan bintang, ditemani api unggun, diiringi petikan gitar, dan dihiasi gelak tawa teman-teman sekelas, kini hanya sekedar angin lalu. Sekarang jiwaku hanya merasakan ketakutan, takut jika "Dharma" akan hanya menjadi sepotong nama tanpa pemilik. Matilah aku, aku akan mati, sebentar lagi aku akan mati di sini, jauh dari orang-orang terkasih. Aku mulai gila dengan pikiran-pikiran tentang kematian.

Di tengah kemelut itu, aku mendengar langkah kaki dari luar tenda. "Apakah pestanya sudah dimulai? apakah ini waktunya aku mati?" gumamku.

"tap.... sreeet.... tap... sreeet," suara langkah kaki yang aneh. Seperti kaki kanan dilangkahkan dan kaki kiri diseret.

Malam ini aku bermandikan peluh, di tengah dinginnya angin gunung.
Suara langkah kaki itu mulai berhenti, bau busuk menyeruak masuk ke dalam lubang hidungku. Aku memberanikan diri untuk bangun dan melihat ke luar. Belum sampai tanganku meraih retsleting tenda, tanpa diduga sepotong kepala masuk menembus tendaku.

Bersambung.....

ManglayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang