Mak Comblang Sejati

69 6 0
                                    

Rasanya takjub saat melihat spanduk warung tenda di depanku sekarang ini. Desainnya kini begitu natural sekaligus futuristik. Spanduk yang semula hanya ber-background putih kini berubah warna menjadi coklat muda-hijau pupus. Ditambah dengan ikon gelas dengan jalinan−tampak seperti kepulan asap saat minuman masih panas− yang kemudian membentuk tanda hati di atasnya, merepresetasikan menu spesial di kafe ini: NTdTK. Nona Teh dan tuan kopi yang bersatu, menjalin cinta.

Di sana tertera kalimat dengan ukuran dan jenis font yang lebih mencolok daripada tulisan lain di sekitarnya: Kafe Meonk Gahol. Tanpa sadar aku tertawa sendiri karena teringat betapa konyolnya ketika aku menanyakan filosofi dari nama itu kepada pemiliknya beberapa hari yang lalu. Satu hal yang bisa kuambil hikmahnya:

Terkadang pikiran kita terlalu jauh untuk mecerna hal yang ternyata sebenarnya sederhana. Pikiran kita sendiri lah sumber utama dari suatu kerumitan.

Duh, maaf suka sok filosofis gini kalo lagi mikirin filosofi.

Aku tak ingin membuang waktu sore berhargaku hanya untuk berdiri di sini. Kuangkat kamera yang menggantung di depan dadaku, kutimang sebentar, dan barulah kubidik spot yang tepat, baik fokus maupun pencahayaannya. Untung saja aku sempat memotret suasana before-nya karena inilah bukti bahwa sosok muda inspiratif adalah orang yang menerima kritik dan meresponsnya secepat kilat.

Tanpa berlama-lama, kuseberangi jalan yang mulai ramai ini. Semoga dia sudah ada di dalam.

***

Aroma kopi yang pekat dan harum teh yang ringan menguar di udara. Keduanya seakan tak sabar untuk keleburkan jadi satu. Begitu pula dengan pemilik kafe ini, aku disambut dengan ramahnya.
"Hei Rat, udah siap?"

Mas Boy, yang kemarin berperan sebagai bos tokek sudah tak memperlihatkan ketokekannya lagi. Ia yang berdiri di hadapanku saat ini tampak seperti anak muda biasa. Tunggu, kuralat. Sepertinya dia bukan anak muda biasa, tapi luar biasa.

"Wow, kok tahu aku bakalan kesini lagi?" Kataku pura-pura terkejut.

"Aku tahu kamu udah nggak sabar nerima tantanganku!" ucapnya sambil membuat gerakan tangan memotong leher, ditambah lidahnya melet-melet. Matanya terpejam sehingga ia tak sadar bahwa posenya barusan sudah terkunci di balik lensa kameraku. Jangan salah, gini-gini aku terkenal karena kecepatanku dalam menangkap objek bergerak.

Objek kamera sadar karena merasakan adanya kilatan blitz. Tangannya langsung memperagakan tinju, gigi depan atas dan bawahnya terlihat jelas karena ia sedang meringis.

Aku terkekeh. "Oke siaaapppp!!" 

"Hapus foto itu, nggak! Awas yaa"

"Nggak akan. Hahahaha"

***

Jam operasional Kafe Meonk masih tersisa 7.200 detik lagi. Mas Boy memanggil si Om yang belakangan kutahu namanya adalah John alias Jono, cecak 2−Sam− alias Sambudi, cecak 3−Roy− alias Royadi. Mereka duduk berjajar, berperan bak juri dalam acara MisterChef. Di hadapan masing-masing juri dadakan itu berdiri tiga gelas berisi NTdTK buatanku.

Ketiganya minum secara bersamaan. Raut wajahnya pun menunjukkan ekspresi yang kurang lebih sama: mata menyipit dan bibir manyun. Tak perlu ditanya pun semua orang bisa tahu seperti apa rasa dari air yang barusan mereka tenggak.

Air mukanya terlihat puas. Senyumnya semakin nyata saja, tidak lagi tipis seperti kemarin-kemarin. Kedua tangannya terlipat, kaki kanannya menghentak-hentak tanah. Pose Mas Boy saat ini sudah ibarat peraih medali emas olimpiade sementara aku bagaikan kandidat kontes yang tersisih, tereliminasi.

Tapi jangan sangka rasa penasaranku selesai sampai di sini, melainkan semakin bertambah. Kini aku menemukan banyak bahan yang akan kugali dari seorang mas Boy. 

"Oke Mas Boy, kuakui nggak ada orang lain yang bisa menyatukan Nona Teh dan Tuan Kopi dengan sempurna. Sekarang boleh aku tahu? Apa ada perlakuan khusus, yang terlewatkan atau bahkan tidak bisa kami lakukan?"

Om Jon, Sam, dan Roy mendadak serius dan memasang telinganya baik-baik. Sepertinya mereka juga sudah pernah mencoba membuat NTdTK dan berakhir sama persis sepertiku.

"Pernah jadi mak comblang?" Tanya Mas Boy dengan serius.

Om Jon menggeleng lemah, Sam menggeleng sedang, sedangkan Roy menggeleng dahsyat bak anak dugem profesional.

Ternyata hanya aku yang mengangguk. Di dalam benakku terbayang dua pasang kekasih yang berhasil aku comblangkan dan sepasang lagi yang masih on going. Pertama, Mondy dan Didi yang sekarang sudah bersatu menjadi keluarga kucing bahagia dengan sembilan ekor anak yang lucu-lucu. Kedua, Jono (namanya sama kayak Om Jon, hihi) dan Jona yang sekarang keluarga besarnya cukup untuk mendirikan peternakan ayam. Ketiga, Kak Remi, pemred majalah kampus dan Noni, teman dekatku. Masih setengah mateng sih, belum jadi.

"Apa saja yang kamu lakukan sebagai mak comblang, Ratri?"

"Mmm, pertama kepoin dulu targetnya, aku ngga mau ambil resiko dengan mencomblangkan orang yang aku sendiri nggak sreg."

"Bagus!" Mas Boy mengacungkan jempol tangan kanannya. "Terus? Yang kedua?" lanjutnya. 

"Kalo udah sreg, baru deh temuin mereka," jawabku polos.

"Iyap. Setelah ketemu, apakah mereka langsung jadian?"

"Ya enggak lah."

"Begitu juga nona teh dan tuan kopi, guys! Kalian nggak tau aja udah berapa ribu kali aku coba nyatuin mereka sampai akhirnya mereka bisa jadian gitu."

Kami semua memandangnya lekat-lekat. Andaikan pandangan mata adalah anak panah yang melesat, aku yakin tubuhnya sudah tumbang dengan ribuan anak panah tertancap.

"Jadi intinya, cuma mak comblang sejati yang bisa bikin NTdTK."

"Hha, lhaiyo, bisa jodohin orang tapi cari jodoh buat diri sendiri ndak bisa. Bwahahaha". Tawa om jon membahana, diikuti oleh tawa yang lainnya termasuk aku.

"Hha, udahan ah, ayo kerja kerja!"
Mereka, yang dulunya kupanggil pasukan cecak bubar terbirit-birit sehingga hanya tersisa aku dan mas Boy di dalam tenda.

"Mbak wartawan masih ada yang mau ditanyain lagi? Mumpung belum ada pelanggan nih."

Aku tersenyum dan menjawab, "Banyak."

Aku berharap hari ini nggak ada pelanggan yang datang. Tapi mustahil, hehehe.

Seekor nyamuk berdengung di telingaku. Spontan kukibaskan tangan dan bersiap untuk menepuknya, namun akhirnya urung. Teringat akan khayalan absurd yang kubuat sendiri, aku tersenyum dan berbisik untuk nyamuk itu dan diriku sendiri.

Good Luck!















NTdTK: Menu Spesial Kafe Meonk GaholTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang