"Mbak wartawan masih ada yang mau ditanyain lagi? Mumpung belum ada pelanggan nih."
Aku tersenyum dan menjawab, "Banyak. Ceritain dong perjalananmu dalam menyatukan nona teh dan tuan kopi yang ternyata tak semudah kelihatannya."
"Wah wah, kamu ini memang nggak mau buang waktu ya. Sebentar aku beresin ini dulu." Yang ia maksud adalah gelas yang separuhnya masih berisi NTdTK buatanku. Sayang kan jadi terbuang. Tapi apa boleh buat.
Dia kembali dengan membawa lap meja. Dilapnya meja hingga mengilap. Aku memerhatikan hingga ia duduk di hadapanku.
"Jadi, seperti jawabanmu tadi, yang pertama kulakukan riset kecil-kecilan. Kamu tahu? Perpaduan antara teh dan kopi bukanlah hal yang baru. Di Dataran China misalnya, minuman perpaduan teh dan kopi disebut 'yuanyang', di Malaysia dikenal dengan 'kopi cham', sedangkan di Eropa istilahnya ‘cofftea’. Nah, setelah aku mengenal senua karakternya, yang aku lakukan adalah menemukan takaran yang pas."
Ceritanya panjang lebar, ia sangat bersemangat.Poin satu dari tokoh muda inspiratif adalah bersemangat. Kutulis satu kata itu di notes.
Aku tak sabar menanyakan pertanyaan selanjutnya.
"Setelah menemukan takaran yang pas, bagaimana caranya kamu bisa mendirikan kafe ini? Aku kira kamu bukan asli penduduk sini.""Ya. Aku memang bukan asli sini. Mulanya aku cuma menumpang di rumah om ku itu, om Jon. Setelah lulus SMA, aku bingung apa yang harus kulakukan. Aku nggak mau kalau mengikuti jejak kakak-kakaku yang menjadi buruh pabrik. Itu semua terlihat membosankan. Di kota ini banyak fasilitas bagiku untuk mengembangkan bisnis kuliner yang belakangan kutahu adalah bisnis yang paling berkembang pesat. Modal yang aku gunakan adalah dari hasil warisan kakekku. Mereka bilang aku bodoh karena sudah menjual sepetak sawah."
Poin kedua, visioner, berpikir jauh ke depan. Sikap inilah yang jarang dimiliki oleh anak muda zaman sekarang yang pola pikirnya mentok di masa kini saja, tanpa memandang jauh ke depan, maka tak heran istilah 'kekinian' sedang naik daun.
"Bisnis ini udah berjalan berapa lama?"
"Setahun kurang dikit, wah waktu ga tanggung-tanggung ya larinya, cepet banget. Rasanya baru kemarin masih jadi anak SMA."
Jika ia membuka kafenya setahun lalu, katakanlah lulus SMA langsung kemari, berarti dia lebih tua paling tidak setahun dari pada aku.
"Mas Boy nggak ada niat kuliah?" Tanyaku penasaran.
"Pastilah. Justru itu tujuanku buka kafe ini, dekat kampus juga. Yah biar kenal lingkungannya sekalian," ujarnya optimis.
"Kan sekarang banyak beasiswa, mas Boy. Nggak usah repot-repot buka usaha buat kuliah. Aku juga bisa kuliah karena beasiswa."
"Iya benar. Tapi itu caramu, atau bahkan takdirmu. Kamu tahu? Dalam mencapai tujuan, ada dua jenis manusia, yaitu manusia yang ditakdirkan membuat jalan, dan ada manusia yang ditakdirkan untuk menggunakan jalan. Kebetulan aku termasuk jenis yang pertama, dan kamu jenis yang kedua." Dia menghela napas sebentar, memberi jeda barangkali aku ingin merespons. Karena aku tak kunjung bicara, dia melanjutkan cerita yang menurutku sungguh menarik.
"Yang membuat jalan tidak berarti lebih baik daripada yang menggunakan jalan. Begitu pun sebaliknya. Pembuat jalan tidak akan bermakna kalo jalannya ngga ada yang ngelewatin. Pengguna jalan pun nggak akan sampe tujuan kalo ga ada jalan. Jadi sebenarnya kita ini bersimbiosis mutualisme."
Aku manggut-manggut sambil bertanya dalam hati. Lantas apa hubungannya dengan apa yang kukatakan barusan?
Seakan mendengar bisikan hatiku, bos tokek kembali mengoceh.
"Maksudku, jangan berpikir bahwa memilih membuat jalan, dalam artian membuka usaha kafe ini menyusahkan. Jangan katakan bahwa sebaiknya aku mengambil jalan yang mudah saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
NTdTK: Menu Spesial Kafe Meonk Gahol
MizahRatri mendapat kesempatan untuk mewawancarai sosok muda inspiratif, yaitu pemilik sebuah kafe dekat kampus. Siapa sangka, Ratri yang mulanya memandang sebelah mata nama kafe tersebut dan bahkan menyalahkan PemRed, menuduhnya salah alamat, justru men...