"Mengapa kau membunuh mereka? "
Kreek
Suara kursi digeser membuat semua orang mengalihkan perhatian nya ke arah sumber suara.
"Kau ingin pergi kemana? "
"Hah.. Aku malas terlibat omong kosong seperti ini"
"DAKOTA! "teriakan amarah Ricard tak mampu menghentikan langkah sang puteri yang telah hilang di balik dinding.
"Biarkan saja"ucap Wissder menenangkan sang adik yang terkenal tempramental.
"Ya ampun anak itu memang tak tahu sopan santun"ucap Sera mengurut dada sabar.
"Sudahlah wajar anak remaja seperti itu"Liana sang ratu mengibas-ibaskan tangan nya seolah itu bukan permasalahan besar.
Namun di balik semua itu Vincent tahu ada yang tidak beres dengan adik nya mungkin saja ada kaitan nya dengan masalah ini.
"Apa yang membuat mu melakukan ini semua Werdish? "
"Maafkan hamba yang mulia, hamba terpaksa melakukan semua ini karena hamba tak rela jika-"Werdish tak melanjutkan perkataan nya dan hanya diam dengan kepala makin menunduk ke bawah.
"Jika apa?! "kesal Ricard dengan tangan kanan menggebrak meja makan.
"Maaf tuan Ricard, maksud saya jika.jika Alice menikah dengan tuan Vincent"jangan dikira ekspresi wajah Werdish ketakutan karena baru saja dibentak oleh Ricard sebaliknya bahkan wajahnya sedatar papan triplek.
Vincent tahu bawahan kepercayaan nya ini menyembunyikan sesuatu dari nya namun untuk saat ini diam adalah emas.
"Hah.. Baiklah ternyata ini masalah percintaan tapi kita tak bisa hanya tinggal diam saat banyak rakyat yang telah mencecar nama baik keluarga kita"ucapan raja diangguki oleh semua orang yang berada di sana.
"Werdish kau telah mengabdikan dirimu kepada keluarga kami, aku pribadi telah menganggap mu sebagai anggota keluarga-ah.. bukan, kami telah menganggap mu bagian dari keluarga kami"
"Jika di pikir ini cukup menyulitkan keluarga kami oleh sebab itu atas pertimbangan singkat ini aku Wissder Endersbrug menunjuk kau Werdish Ardolcarns untuk menjadi salah satu bagian pemerintahan Belanda di Indonesia"
"Sayang! "
"Yang mulia"
"Apa maksud mu kak?! "
"Ini demi kebaikan keluarga kita, Werdish kau tentu selamanya masih tetap bagian keluarga kami hanya saja situasi sekarang tak memungkin kan untuk dirimu di sini nak. Aku sungguh sangat menyayangi mu layaknya anak ku"
"Aku mengerti Yang mulia"
"Sudahlah berhenti membungkuk dan duduk disini bersama kami"akhirnya Werdish mendudukkan dirinya di samping kiri Vincent.
"Paman aku juga akan kembali ke Indonesia"
"Apa maksud mu sayang? "tanya Sera ibunda Vincent.
"Masih banyak pekerjaan ku tertinggal disana"
"Baiklah jika itu keinginan mu"ucap Ricard menyetujui keinginan sang anak karena walau keras ia tau jika Vincent dan Werdish adalah sahabat yang tak terpisahkan jadi apa boleh buat. Daripada dia berbuat bodoh lebih baik turuti saja lagipula ia tak rugi sama sekali, benar kan.
Tanpa ada yang mengetahui Wissder tersenyum tulus akan perubahan sifat sang adik demi keluarga nya.
Kabar bahwa Vincent dan Werdish akan kembali ke Indonesia membuat rakyat menduga-duga bahwa benar Vincent ataupun Werdish yang membunuh keluarga Lecuishe atau mungkin kedua nya, siapa yang tau?
Di hari keberangkatan mereka ke Indonesia tentu saja termasuk Fajar, penjagaan di perketat terutama di kediaman keluarga Endersbrug menuju ke tempat landasan pacu pesawat.
Hujatan makin kejam di tujukan kepada keluarga besar paling berpengaruh di Belanda ini namun keluarga ini seolah tuli akan semua berita yang ada.
.
.
.
..
.
=FajarpoV=
Kenapa banyak sekali tentara Belanda di sekitar rumah, aku saat ini sedang berdiri di depan jendela kamar yang langsung menghadap ke pintu gerbang rumah. Ini aneh tak biasa nya tentara sebanyak ini biasanya hanya dua atau tiga orang untuk menjaga tapi ini bahkan lebih dari dua puluh orang.
Cleek
"Cepatlah bersiap sebentar lagi kita akan pergi"
Baru saja aku ingin bertanya namun sepertinya Vincent terburu-buru jadi dia langsung pergi setelah memberitahu ku kami akan pergi. Baiklah. Sebaiknya aku bersiap-siap agar Vincent tak marah.
Hanya aku, Vincent dan Werdish yang berangkat tanpa diantar oleh keluarga Vincent ke tempat landasan pacu pesawat, jujur saja aku sebetulnya ingin berpamitan terutama bagi mommy yang seperti nya telah menerima ku dan juga Dakota, dia ipar yang baik menurut ku. Selama perjalanan menuju tempat landasan pacu pesawat kami dikawal ketat oleh pasukan tentara seperti nya, dan mungkin juga bawahan Vincent karena saat kami turun dari mobil pemimpin pasukan itu hormat dan mengucapkan salam-entahlah aku juga kurang mengerti.
Perjalanan terasa sangat lama dan itu membuat ku mengantuk.
"Hoam.. "
"Kamu mengantuk? "aku tersentak saat tiba-tiba Vincent mengarahkan kepala ku kepundak nya.
Jujur saja ini membuat ku sedikit tersipu apalagi dengan sikap nya yang akhir-akhir ini baik terhadap ku. Bolehkah aku berharap?
Rasa nya nyaman sekali bersandar pada pundak nya dan utu membuat ku terlelap mungkin sekitar lima jam saat ku lihat langit sudah gelap. Kami memutuskan untuk mendarat.
Turun dari pesawat yang kulihat hanya lah hamparan ilalang yang luas. Kami membuat perkemahan kecil dengan api unggun sebagai penghangat nya.
"Tuan selamat malam"setelah mengatakan itu Werdish pergi dari depan tenda khusus untuk Vincent dan tentu nya untuk ku.
"Sebenarnya kita akan pergi kemana? "pertayaan wajar itu akhir nya terucap juga dari bibir ku.
"ー"
Seperti nya memang sifat dingin nya sama sekali belum hilang, sudahlah daripada aku penasaran lebih baik aku tidur, ketika tertidur aku dapat merasakan tangan nya memelukku dari belakang. Aku tak kuasa menahan senyum tipis di bibir.
Pagi hari sekali kami melanjutkan perjalanan yang melelahkan walaupun aku hanya duduk tapi tetap saja ini melelahkan bayangkan aku dalam lima jam tetap berposisi seperti itu. Ughh kaki ku pegal di tekuk terus.
Aku baru mengetahui setelah satu jam kami mendarat di pangkalan udara Belanda yang ada di pulau jawa, ternyata dia membawa ku pulang kembali, apakah ini kejutan nya untuk ku? Sontak aku menerjang memeluk Vincent erat dan dia balik memeluk ku.
"Aku senang kau bahagia"aku hanya menganggukkan kepala mendengar ucapanya di telinga ku.
"Baiklah saat nya pulang"
Kami menaiki mobil jip dengan salah satu anak buah Vincent yang menjadi supir disamping nya ada Werdish yang duduk tenang dan di kursi penumpang belakang terdapat aku dan Vincent.
Perjalan diisi dengan keheningan dan suara angin yang berhembus sedikit kencang seperti hujan besar akan segera turun diikuti dengan awan hitam yang muncul kami hampir saja terguyur hujan lebat jika tidak anak buah Vincent mempercepat laju kendaraan kami.
"Silahkan diminum teh nya, selagi masih hangat"selesai memberikan teh hangat pada anak buah Vincent, Werdish, aku menghampiri Vincent dan memberikan nya kopi hitam kesukaan nya lalu duduk di samping nya, dengan perlahan mengelus permukaan perut ku yang sekarang telah genap mencapai usia enam bulan aku sedikit kaget saat Vincent ikut mengelus tapi aku hanya membiarkan nya saja dan malah menyandarkan bahu ku pada pundak kokoh Vincent.
Sepertinya awal yang baik, semoga saja.
___________
Kelamaan up ya? Sebetulnya sih ni udah rada lama mulai nulis buat chap ini tapi mood nulis nya dikit banget sih jadi nya begini deh..
Eh ini gk dikit kan tulisan nya? Kejar tayang soalnya lama gk up hehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poor Live
Randomberlatar masa kolonial Belanda pemaksaan yang menyiksa penghianatan dan siksaan tiada henti bahkan sampai meninggalkan Dunia akan kah Fajar mampu menerima takdir hidupnya yang menyedihkan