Lagi-lagi, cerita ini mengisahkan tentang para dedemit penghuni kelas 12. Kalian pasti tahu seberapa sibuknya para siswa tingkat akhir, kan?
Menghafalkan materi dari kelas 10, sibuk bimbel sampai malam, malam minggu sibuk belajar, sampai pontang-panting mempersiapkan ujian praktek dan ujian nasional.
Kali ini, di kelas Seungcheol cs sedang berlangsung pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang kebanyakan dibenci karena membuat lidahmu keseleo. Terutama Yoon Jeonghan, pemuda itu paling benci ketika orang-orang di sekitarnya berbicara menggunakan bahasa Inggris.
"Jam pertama selesai, sekarang jam kedua ambil undian buat story telling besok minggu depan."
Ekspresi horor langsung muncul di wajah penghuni kelas penuh dosa ini. Saking stressnya, mereka bahkan lupa kalau minggu depan itu para siswa sudah diminta membawakan cerita.
"Anjer gue lupa, kampret." Wonwoo berbisik ke Soonyoung. Diamini oleh pemuda bermata sipit di sebelahnya itu.
"BU SAYA KE KAMAR MANDI, YA!" Sowon, si gadis yang lebih tinggi dari Jihoon itu segera melangkah keluar. Mules.
Sang guru berjalan memutar dan meletakkan secarik kertas putih yang terlipat rapi dan diyakini berisi nomor togel--eh maksudnya nomor undian yang akan menentukan nasib para siswa penuh dosa di kelas ini.
"Jadi ceritanya nasib kita digantung sama kertas ini?" Bisik Seungcheol ke Jihoon di sampingnya.
Jihoon ikut misuh. "Anjing--astaghfirullah, gaboleh ngomong kasar. Udah mau ujian."
"Nah dibuka, ya."
Para siswa harap-harap cemas membuka kertas kecil itu. Ada yang langsung pucat, ada juga yang berteriak senang karena mendapat urutan akhir. Tapi kemudian kehebohan muncul dari bangku belakang. Tepatnya bangku pasangan Sowon-Yerin. Entah apa yang diributkan, yang jelas itu pasti tidak jauh kaitannya dengan kertas kecil penentu nasib itu.
"Apaan, sih?" Wonwoo menoleh ke bangku belakang.
Jisoo yang kebetulan duduk di depan bangku Sowon-Yerin mengendikkan bahu. "Yerin dapet nomer satu, padahal enak tau."
Enak palamu itu, Josh.
"TUKER AJA YER TUKER DAH."
"IYE MUMPUNG SOWON BELOM BALIK."
"ANJING GUE DAPET NOMER DUA GIMANA INI? TUKER DONG."
Sowon masuk kelas dan seisi kelas langsung hening. Gadis tinggi itu sepertinya tidak peka keadaan. Dia hanya berjalan santai ke bangkunya. Tidak peduli dengan Seungcheol yang memberi kode lewat matanya. Maksudnya kode kalau kertas Sowon berhasil berpindah tangan ke Yerin.
"Wah, nomer berapa lo, Yer?"
Yerin nyengir. "19."
"Gue berapa, ya? Buka--ANJIR! KENAPA NOMER SATU?!"
"SIAPA YANG NUKER ANJIR? JAWAB GUE SIAPA YANG NUKER?!"
Seungcheol menjawab, "Gada yang nuker, cagak. Emang lo dapetnya itu."
"Hah, yaudah, deh."
Seungcheol sebenarnya tidak sebaik itu.
"Tumben baik?" Jeonghan memajukan kepalanya ke bangku depan agar Seungcheol mendengar suaranya.
"Uang bulanan belum cair, bro. Ntar habis ini mau malak Yerin."
Tuhkan. Ada udang di balik bakwan.
Mari kita kembali ke Sebong.
"Dapet nomer berapa lo?" Soonyoung mengintip kertas milik Wonwoo. Wonwoo mendengus kesal kemudian nyeletuk ketus, "Lima."
"Huft, gue 11." Jeonghan kibas rambut. Yah, walau rambutnya tidak sepanjang dulu.
"Gue 15." Seungcheol melipat kertas itu kemudian dikembalikan ke sang guru.
"18, bro. Edan deg-degan jadinya," Soonyoung mendadak tidak mood. "Uji nomer berapa?"
"20."
"TERAKHIR DONG?!" Dan Jihoon tertawa jahat di bangkunya.
"Jadi, besok minggu depan yang maju empat orang. Oiya pake properti terus gaboleh bawa teks. Persiapkan baik-baik, jangan sampe malu-maluin."
"Ya, bu."
Sang guru membereskan buku-bukunya kemudian berjalan keluar kelas dan menutup pintu. Tapi belum genap semenit pintu tertutup, sang guru datang lagi.
"Jangan lupa kerjain latihan ujian di buku. Kerjain paket satu dua aja. Selamat siang."
"AKU SABAR KOK BU."
"YAWLA."
"GUE PUNYA DOSA APA DI MASA LALU?!"
FIN
hnggggg maafin aku kawan kawan sekelas, kalian jadi nista disini ;'((
btwww, sampai jumpa beberapa bulan kemudian kawans ;))