Dua (sebuah penolakan)

80 13 0
                                    


"Aku mulai semangat bersekolah, Bu. Tapi, hanya di hari Jum'at." Biela menghentikan pekerjaannya menyapu dan sesekali menatap ibunya yang serius mengerjakan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah. "Ada seseorang yang Biela kagumi. Dia seorang guru." Lagi-lagi Biela menghentikan pekerjaannya. "Ibu?" Biela menatap ibunya untuk yang kesekian kalinya.

"Tutup mulutmu! Jangan terlalu berharap! Kau harus ingat, siapa dia dan siapa kita. Kita punya banyak cermin dengan segala ukuran. Bercerminlah di salah satunya!"

"Tapi, dia cukup memperhatikanku di hari pertama."

"Setiap guru selalu memperhatikan siswinya. Layaknya orangtua kedua setelah ibumu di rumah ini."

"Dia sangat tampan, Bu." Biela menyimpan sapu di lantai, kemudian duduk di kursi yang berada tepat di hadapan ibunya. "Aku seolah sedang terjatuh ke bagian yang paling dalam. Hanya saja, untuk kali ini, Mr. Zian mampu membuat ku terjatuh ke atas. Aku sedang jatuh cinta."

"Selesaikan pekerjaanmu!"

"Ibu? Kumohon sekali saja dengarkan jeritanku. Ibu membawa paksa aku ke kota ini, memerintahku untuk melupakan semua yang baru saja terjadi, teriakan ibu, ocehan ayah, ucapan menjijikkan wanita jalang itu, dan semua yang menyangkut kota kelahiranku, Ibu memaksaku untuk segera melupakannya. Aku dibawa ke kota ini dalam keadaan sejatuh-jatuhnya." Biela mengusap bulir air mata di pipinya dengan kasar.

"Mengertilah. Sakit yang kau rasakan hanya sampai permukaan. Kau tidak pernah tahu apa saja yang telah ayahmu lakukan pada Ibu. Sehingga rasa sakit itu mencapai dasar dan merobek seluruh permukaannya. Kau tahu?" Ibu menoleh dengan tatapan dingin di matanya. "Ibu nyaris kehilangan akal sehat Ibu, kalau saja Ibu tak mengingatmu. Biela, kau lah satu-satunya yang ibu punya."

Isakan dan tangisan Biela semakin menjadi-jadi. Ibu beranjak dan menarik Biela ke pelukannya.

"Tuhan menjauhi kita dari ayahmu, karena Tuhan percaya bahwa kita adalah wanita hebat yang mampu bertahan melawan kerasnya dunia tanpa seorang pria yang katanya pelindung bagi wanita."

"Aku percaya."

"Jangan percayakan hatimu pada pria idaman. Percayakanlah hatimu pada pria pilihan. Biarkan Tuhan yang memilih."

"Akan kuusahakan, Bu. Aku terlanjur mencintainya."

Jatuh ke atasWhere stories live. Discover now