Sembilan (masalah baru)

47 5 0
                                    


Malik mengetuk pintu kamar Biela berkali-kali. Pria beristri itu mengkhawatirkannya. Bagaimana tidak, Biela mengurung dirinya di dalam kamar sejak kemarin malam. Tanpa makanan dan minuman. Malik meneriaki namanya, namun sia-sia. Sementara Mr. Zian, hanya menunggu. Ia paham betul, Biela butuh waktu untuk sendiri. Lebih tepatnya menyendiri. Tidak tepat jika dirinya memaksa masuk ke dalamnya. Sungguh, ia tahu ini semua terlalu menyesakkan. Akan sangat bijaksana jika siapapun membiarkannya sendiri untuk saat ini. Tapi tidak dengan Malik. Dia tak sependapat dengan Mr.Zian.

"Biela." Malik membenturkan keningnya ke pintu. "Oh ayolah. Keluarlah, Sayang." Hidungnya menempel pada pintu. "Aku tak bisa membiarkan kau terus begini."

"Dia butuh waktu untuk sendiri." Mr. Zian melempar buah apel ke langit, menangkapnya, lalu melahapnya. "Kau hanya perlu menunggu." Katanya dengan gigitan apel besar dalam mulutnya. "Aku sedang menunggu dua asisten rumah tangga yang sudah ku sewa. Satu untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, sisanya untuk menjaga Biela."

"Biela masih sangat waras." Malik menoleh dengan tatapan tajamnya. "Kau tak perlu menyewa siapapun. Aku mampu menjaganya."

"Hey! Sudah kubilang, aku menyewa asisten rumah tangga, bukan psikiater." Mr. Zian menggigit bagian terakhir apel itu sebelum batangnya. "Aku tak pertaruhkan kewarasannya. Dia akan baik-baik saja."

Pria beristri itu melirik Mr. Zian, berpaling, kemudian berbalik dan berjalan mendahului Mr. Zian tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya. Sementara Mr.Zian hanya menatap apel yang sudah tinggal batang. Suara bel rumah Biela membuatnya tersenyum nakal.

***

"Selamat pagi, Tuan."

"Pagi, Irene." Mr.Zian melirik wanita berambut hitam lebat yang mengajaknya berbicara. "And you must be, Lisa?"

"Betul." Kata wanita yang lain.

"Bagaimana kau mengetahuinya, Tuan?"

"Oh, ayolah. Kalian diambil dari yayasan. Hal yang wajar jika para penyewa sudah mengetahui profil calon asisten rumah tangganya bahkan sebelum ia datang. Aku melihat profil kalian."

"Begitu, ya. Kami hampir lupa."

"Sudah mengerti pekerjaan kalian?"

"Membantu Tuan menyelesaikan pekerjaan rumah?"

"Itu salah satunya." Mr.Zian berpaling kemudian mengambil gelas berisikan air putih. "Lisa, aku percayakan kau untuk melakukannya."

"Maaf Tuan, mengapa hanya Lisa?" Irene menyela.

"Kau ku percaya untuk menjaga Biela. Dia adalah adikku.."

"Adik? Aku tahu kau inginkan lebih. Jangan bersikap munafik." Malik berjalan melewati Mr. Zian dan menuju lemari pendingin. Ia mengambil sebuah minuman kaleng bersoda dan membukanya.

"Tutup mulutmu, k*parat!"

"Santai, Bung." Malik menenggak habis minuman kaleng dalam genggamannya dan berjalan melalui Mr. Zian tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya.

"Mari kita lanjutkan." Mr.Zian menyimpan tangan kanannya di dada sembari mengatur nafasnya yang memburu menahan amarah. "Sampai mana tadi?" Matanya mengerling.

"Tugasku, Tuan." Irene tersenyum manis. Kerutan yang terbentuk di sudut bibirnya menandakan bahwa ia sudah tak muda lagi. Usianya diperkirakan tiga puluh delapan tahun. Namun sikapnya yang manis dan tubuhnya yang mungil mampu menutupi kenyataan bahwa ia sudah tak muda lagi.

"Ah, ya betul." Mr. Zian mengacungkan telunjuk kanannya ke langit. "Tolong jaga dia baik-baik, turuti segala keinginannya, dengarkan segala rintihannya, dan jalani perintahnya. Itu saja. Mudah, bukan?"

"Tentu, Tuan."

"Ah, ya satu lagi. Ia belum sarapan hari ini. Sajikan hidangan andalanmu dan pastikan ia melahapnya sampai habis."

"Baik."

"Kalau begitu, ikuti aku sekarang. Akan kutunjukkan kamar kalian."

***

"Malam yang indah, bukan?" Mr. Zian mengambil sebuah teko berisi air putih dan menuangkannya ke dalam gelas bening yang cukup tinggi.

"Tentu, Tuan. Malam yang indah juga kamar yang nyaman. Nyenyak sekali tidurku semalam."

"Bagaimana dengan Biela?"

"Maaf, Tuan. Pagi ini, Nona Biela belum sarapan. Semalam, aku menyuapinya sepiring nasi sampai habis. Ia sempat bercerita sedikit tentang dirinya kepadaku. Sungguh menyedihkan." Irene tertegun menahan air mata yang nyaris pecah di kantung matanya. "Pagi ini, aku berniat melakukan hal yang sama. Tapi, ia mengunci kamarnya. Aku sempat mengetuk pintunya dan memanggil namanya. Namun, sia-sia. Aku berusaha mendorong pintunya, tapi hasilnya tetap sama, tak ada jawaban. Aku khawatir dan...." Belum sempat Irene menyelesaikan perkataannya, Mr.Zian beranjak dari tempat duduknya dan berlari ke kamar Biela.

Mr. Zian meneriaki Biela dari balik pintu. Setelah merasa bahwa semuanya sia-sia, Mr.Zian melangkah mundur dan bersiap untuk mendobrak pintunya. Dan brakkkk... pintu berhasil didobrak dengan satu tendangan dari kaki kanannya. Ia melangkah masuk dan matanya seolah berpencar mencari Biela. Di atas ranjang, kosong. Hanya terdapat selimut yang sudah koyak dan beberapa bantal yang tergelatak di atas lantai. Mr. Zian terpaku dan kemudian telinganya menangkap sebuah suara dari kamar mandi. Suara percikan air. Bukan. Lebih mirip seperti suara shower yang menyala. Mr. Zian mengalihkan pandangannya ke sumber suara tersebut. Matanya terbelalak menangkap sebuah genangan air yang keluar dari balik pintu kamar mandi dan sebuah siluet hitam yang mengambang di atasnya.

"Biela!" Teriaknya dalam lari.

  Mr Zian mendorong pintu kamar mandi dan menemukan Biela tergelatak di atas lantai. Pakaian tidurnya kuyup dan tubuhnya dingin. Wajahnya pucat dan pelipisnya sobek sampai mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Air yang mengalir dari shower yang menyala menggenangi tubuh mungilnya.

"Apa yang kau tunggu? Cepat hubungi dokter pribadiku!"

Lisa hanya mengangguk dan berlari keluar dari kamar. Sementara Mr.Zian menggendong Biela dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan perlahan.

"Cepat gantikan pakaiannya!"

"Baik, Tuan." Irene bergegas menarik sebuah pakaian dari dalam lemari Biela, menanggalkan pakaian tersebut pada tubuh Biela kemudian menyelimuti tubuh dinginnya dengan selimut.

## semakin rumit,  bukan? Saya izinkan siapapun untuk berkomentar tentang cerita ini. bahkan spoiler dalam bentuk pendapat pun diizinkan, selagi masih menghargai alur yang dibentuk author.

Jatuh ke atasWhere stories live. Discover now