11{Gibran}

561 35 3
                                    

     Saat pertama gue ketemu sama dia. Dia itu adalah sebuah pelita cahaya di hati gue. Pertama kali gue ketemu dia lagi waktu kita beradu sikut saat ingin melihat jatah pengambilan kelas.

     Thea adalah sahabat kecilku. Kami berlari, kami bercerita, kami tertawa. Namun, persahabatan kami harus terputus akibat suatu masalah papa ku dengan papanya. Sejak itulah kami tak ada komunikasi sekalipun. " Ini Thea yang anaknya Om Hastama?."

" Iya, saya Thea anaknya om Hastama, kamu kok tau?." Awal perkenalan kami kembali. Kami di satukan dalam satu kelas yang sama.

***
    Pertama kali gue masuk kembali rumahnya itu waktu ngaterin buku sejarah miiknya.
" Assalamualaikum."

" Walaikum salam." Ucap seorang lelaki, Geza.

" Thea ya ada?."

" Gue ada di belakang manusia ini Gib." Kurang lebih seperti itu percakapan kami lagi. Thea, kamu tau kita pernah berjanji? Mungkin kamu lupa. Kita pernah berjanji di atas awan tentang kisah kita. Kita menarik yang akan kita ukir bersama. Andai saja ayah ku tak punya ego tinggi. Mungkin kami tlah berjodoh, ettt. Gue disambut Tante Hartama, Mama Thea. Beliau tidak berubah baik paras maupun sikapnya. Dia welcome padaku.

***

Maret 2000

     Thea berlari menyambutku di depan pintu rumahnya, dia membawa boneka dan sekotak mainan p3k. Keluargaku mengunjungi keluarga Thea. Bang Geza menghibur Thea dan aku.

" Bang gep, aja kaya gitu ih." Logat jawa Thea masih terdengar, ia pindahan dari sebuah Kabupaten di Jawa Tengah. Bang Geza yang dari tadi menganggunya pun tertawa terkekeh. " Iya.. Iya adek mas, ingkang paling ayu." Goda Bang Geza pada Thea. Aku hanya tersenyum melihat kejadian itu. Aku menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka. Kelakuan konyol mereka.
     Tante Tama membicarakan masa depan kami, Ayah dan Om pun ikut membicarakan masa depan kami. Aku hanya mengangguk 'iya' apa yang dikatakan mereka. Thea hanya menuruti apa kaya mereka. Thea mengajakku pergi ke sebuah rumah pohon dan menatap awan.
" Gibran janji ya, gak bakal nakal lagi." Tangan kelingking kami bertemu, kami berjanji. " Iya, aku bakal janji kok." Aku menurut janjinya. Kami menghabiskan waktu di atas pondok itu.

***
     Hati, hati ini hancur ketika mendengar kabar itu. Aku adalah pengagum rahasia. Bukannya aku tak mau menjadi kekasihnya. Tapi, aku tidak ingin dia menjauh dariku, biar saja aku menjadi pengagum rahasianya.

" Ris, dia siapa?." Kalimat dari mulut Thea, hati ini teriris olehnya.

" Dia Gibran Te." Jelas Risma, Vian. Vian manusia penghalang kebersamaanku dengan Thea. Usahaku tak berarti, dia sosok baru di kehidupan Thea sudah berani mendekatinya bahkan menembaknya. Aku hanya perlu belajar untuk mencintai tanpa di cintai. Aku cinta dia.




Curcol Gibran, ah gue anak author yang tersakiti. Jauh dari kisah Setyo. Aku anak author yang paling sabar.
Happy Read di Curhatan Seorang Gibran anak Author.
Saran, kritik dan vote selalu kutunggu.
Salam S8😘

I ❤ PMRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang