PART 7 (REVISI SESUAI NOVEL A&A)

5.4K 422 39
                                    

Follow me on
IG: @rachmafadil

Vote & komen please!
Jangan jadi silent readers!

Happy reading... 😊

Kau adalah sekumpulan asa yang terajut menjadi realita. Kau adalah sekumpulan rima yang terajut dalam setiap kata. Dan kau adalah sekumpulan angan yang terajut dalam pencapaian masa depan.

A&A by Rachma

Langit pagi ini sungguh cerah. Matahari seakan tak mau kalah dalam menerangi sang bumi. Menampakkan segala keindahan ciptaan Tuhan pada umat manusia yang mau memandang jauh ke depan untuk bisa menyadari bahwa masih ada segelintir pemandangan alam kasat mata di ruang lingkup kebisingan dan hiruk-pikuk kota Jakarta. Yang sering terlupakan karena ketidakpedulian dan arogansi penduduknya.

Salah satu pemandangan itu adalah taman yang berada di depan rumah Adis. Taman yang dipenuhi bunga-bunga dengan sebuah kolam ikan yang terletak di tengah-tengahnya. Terpetak di sudut yang dapat terjangkau pandangan mata, berdiri kokoh dan angkuh bunga matahari yang berjajar rapi di samping petakan bunga kamboja.

Adis ada di sana, di dalam petakan bunga berwarna kuning yang menghadap ke arah kembaran mereka yang bersinar di langit. Gadis itu mengambil satu pot yang tertanam setangkai dan membawanya menuju mobil Ardhan. Saat hendak memasukkan bunga itu ke jok tengah, suara klakson yang dibunyikan dua kali membuatnya terperanjat. Dia pun langsung menoleh ke asal suara.

Duduk di atas jok motor dengan gaya cool-nya yang khas—kedua tangan terlipat di depan dada dan salah satu kakinya terlipat di atas kaki yang lain—Adit menikmati keterkejutan Adis yang menatapnya dengan mata terbelalak. Sambil mengulum senyum geli, ditatapnya balik cewek yang tatanan rambutnya kini diikat dua dengan sedikit kepangan di atasnya. Seperti biasa, cewek itu kelihatan cantik dan manis.

Adis bergeming. Dia masih nggak percaya dengan apa yang dilihatnya. Adit ternyata nggak main-main dengan ucapannya kemarin. Cowok itu sekarang ada di depan pintu gerbang rumahnya yang terbuka lebar. Menatapnya lurus seolah menunggu reaksi apa yang akan diberikan padanya.

Semenit berlalu, Adis masih diam di tempat. Memandang wajah sang pemilik tatapan yang—bahkan dalam jarak maksimal sepasang mata dapat melihat suatu obyek dalam pencahayaan minimal—sangat mempesona. Adit adalah perwujudan nyata atas semua kesabaran yang dilakukannya selama ini. Meskipun hati dan logikanya berperang, tapi Adis tak mengelak kalau dia sangat senang dengan keberadaan cowok itu di sini.

"Apa lo mau terus-terusan ngeliatin gue?" Suara Adit menarik kesadaran Adis.

Adis tersipu. Dengan kedua tangan yang masih menggenggam pot bunga matahari, cewek itu melangkah pelan ke arah Adit. Kepalanya sedikit menunduk, mengalihkan tatapan dari cowok di hadapannya.

"Kakak... ngapain ke sini?" tanyanya balik.

"Ngapain?" Adit mengernyit. "Ya jemput elolah. Mau ngapain lagi emang?"

"Tapi aku mau bareng sama kakakku."

"Ada gue yang jemput, kenapa mesti minta anter kakak lo?"

"Soalnya aku bawa ini." Adis mengangkat pot kecil di kedua tangannya.

"Itu buat apaan?" tanya Adit heran.

"Emm... aku mau ngasih bunga ini ke sekolah buat ditaruh di taman depan kelasku."

"Semua anak-anak di kelas lo apa cuma lo doang?"

Adista & AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang