Chapter 1

4.7K 199 16
                                    

Chapter 1

Bandung,  2008

Ding !

Aku menghela napas dengan leganya begitu pintu lift terbuka di lantai 5. Sempat kulirik jam tanganku, sebelum kulangkahkan kaki keluar, dari berlari menuju kantorku.

    "Malam!!!" seruku penuh semangat pada satu makhluk yang sudah tampak di ruang redaksi.

    "Pagi!" Yudha sang Korda (Koordinator Liputan Daerah), menyahut dari meja korlipnya.

    "Terlambat lagi ...?" Suara datar dan pelan makhluk lainnya yang kukenal,  muncul, menyambutku begitu kududuk di mejaku dengan komputer yang sudah menyala di hadapanku. Syukurlah aku tak perlu lagi menyalakannya.

Aku tersenyum padanya. Ia menjulang tinggi di hadapanku. Wajahnya terlihat bersinar sekali malam ini. Setiap malampun wajahnya akan selalu bersinar. Air wudhu-lah yang membuatnya bersinar, karena aku tahu, ia tidak pernah meninggalkan shalat tahajud setiap malamnya.

    "Ah, baru jam 2,45, Bang...," sahutku tenang, meski jujur, setengah mati aku memacu mobilku dari rumah ke kantor. Aku yang terlambat bangun, karena toh aku tidak akan mungkin terjebak macet. Jam 2:45pagi, mana ada macet ?

Yup, jam 2:45 pagi, Anda tidak salah dengar, saudara-saudara. Dan seharusnya aku sudah berada di sini sejak jam 2 tadi!

Abang hanya mengangguk datar dan melenggang ke arah dapur. Sesaat kuperhatikan punggungnya dengan rambutnya yang panjang hitam tergerai hingga punggung, sebelum aku menyadarkan perhatianku untuk membuka email koresponden untuk melihat berita-berita yang masuk malam ini.

    "Ada berita apa ?" tanyaku pada Yudha dengan memfokuskan mataku pada judul-judul email yang masuk dari para kontributor se-JawaBarat.

    "Banyak .... Ada perampokan rumah, ada kecelakaan lalu lintas, ada longsor juga ....," lapor Yudha. "Itu ada gambar TKP bagus dari Purwakarta, kecelakaan di jalan tol. Sudah aku download gambarnya."

    "Ok," aku mengangguk dan segera memfokuskan konsentrasiku untuk mulai menyusun budgeting berita pagi ini.

Konsentrasiku terpotong dengan Abang yang kembali membawakan secangkir kopi Cappuchino untukku.

    "Trims, Bang," aku menyahut dan langsung menyeruput kopi panas itu, dan kembali berkonsentrasi pada komputerku.

    "Jangan telat masukin naskahnya....," Abang berseru mengingatkan. dengan kembali melenggang. Kali ini ruang editor yang ia tuju, dengan kata lain, kembali ke sarangnya.

Dengan cepat karena dikejar waktu, aku menyusun berita. Membuat naskah-naskah mentahmenjadi naskah berita tayang, lalu mengirimkannya ke ruang editor untuk diedit  gambar-gambarnya oleh Abang yang menjadi editor senior andalan kami, dan menjadi kesatuan paket berita yang akan tayang dalam program beritaku pagi ini. 

7 berita baru dan menarik cukup untuk masuk dalam rundown beritaku yang berdurasi hanya 30 menit.

Begitulah setiap pagiku sebagai seorang produser berita pagi pada sebuah Biro Daerah TV Nasional, dan mendapat shift malam yang bertanggung jawab pada Program berita 'JawaBarat Pagi'. Program berita yang ditayangkan secara langsung dari Studio 1 pukul 5:00 – 5:30 WIB. Pekerjaan baru kujalani beberapa bulan ini setelah mendapat promosi dari produser program olah raga menjadi produser berita. Pekerjaan yang amat kuimpikan! Dan umurku masih 26 tahun !

    "Putri ! Over 3 menit !" seruan kencang abang terdengar dari dalam ruangeditor, yang ditujukan padaku.

    "Huh?" Konsentrasiku terpecahkan dari membaca salah satu naskah mentah. "Potong berita terakhirnya, Bang! Bikin, 1,5 menit!" sahutku juga dengan berteriak. Saling teriak di ruang redaksi, sudah menjadi mahfum bagi kami. Lumayan untuk menghilangkan kantuk di pagi hari.

Lelaki SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang