Deg degan, posting ini ...
Bismillah, deh .... :)
ENJOY !!!
Chapter 6
Hari-hariku kembali bersinar selepas dia kembali. Tidak ada yang menyinggung insiden malam itu. Dan entah bagaimana, abangpun seakan berubah. Entah apa yang terjadi saat dia pulang kemarin, kini abang lebih banyak diam, tapi tetap fokus dalam melakukan pekerjaan. Abang tetap menjadi editorku untuk dua program yang sedang kupegang, dan semua masih berjalan lancar. Mungkin masih dengan setengah komunikasi satu arah, karena dia yang kini lebih banyak diam daripada marah-marah dan aku yang masih sedikit takut padanya, tapi paling tidak raut wajahnya kini lebih bersahabat dibanding kemarin. Ini yang membuatku sedikit lega. Mungkin memang waktu libur dan pulang ke rumah yang dibutuhkannya untuk menenangkan diri dari segala permasalahan yang dia hadapi kemarin.
Tidak hanya itu, kini kulihat dia jika shalat selalu duduk lama bertafakur di atas sajadahnya. Bukan berarti dia tidak melakukannya, hanya saja, aku melihat dia kini selalu duduk tafakur jauh lebih lama daripada sebelumnya. Dia akan duduk berlama-lama di sana, kepala menunduk, membacakan sesuatu untuk yang Di Atas sana. Aku melihatnya dia sedang bercurah hati dengan sang Pemilik Kuasa. Aku terenyuh melihatnya, dan ada perasaan bangga serta lega. Tak dapat kuungkapkan, betapa aku semakin menyayanginya.
Lalu bagaimana hubungannya dengan Andri? Tidak dapat kupungkiri hubungan mereka menjadi renggang. Terlihat mereka sebisa mungkin tidak bersinggungan. Dan aku mengerti itu. Mungkin Andri takut dan mungkin abang canggung dan segan akan peristiwa itu. Tidak ada yang menyalahkan. Aku hanya berharap, waktu yang akan menyembuhkan luka mereka.
***
Memasuki bulan Ramadhan, semakin terasa berbeda, khususnya dia. Abang semakin terlihat khusyu dalam lama saat Shalat. Tertawai aku yang sering mengintipnya shalat. Tapi aku tidak dapat menahan kekagumanku saat dia Shalat, berserah diri di hadapan Yang Maha Kuasa, terlebih dia yang selalu dalam keadaan bersih dan wangi saat menghadapnya. Ya, abang selalu mandi dahulu sebelum Shalat. Salahkah aku jika aku semakin mencintainya?
Sikap abangpun semakin terlihat berubah. Ia kini semakin sering tersenyum dengan wajah terlihat bercahaya. Aku suka melihatnya. Dan dia benar-benar menahan segala emosi yang ada, meski dia hampir kalah.
Siang itu, sama seperti siang lainnya, saat aku memasuki ruangan editor yang hanya ada abang dan Andri di sana. Abang terlihat menghadap komputernya yang terpampang permainan War di sana. Seharusnya keadaan yang wajar karena mereka berdua adalah penghuni ruangan ini. Tapi posisi duduk Andri yang terlihat tidak wajar. Andri duduk di samping abang dengan menghadapnya dengan wajah memohon. Abang bergeming.
Sungguh aku tidak ingin mencampurinya, dan aku tidak tahu apa yang dilakukan Andri, terlebih apa yang diucapkannya. Aku bersiap untuk pergi, saat kudengar pelan dan penekanan tegas;
"Put, bawa dia keluar dari sini..."
Sesaat aku tertegun dan memastikan pendengaranku.
Aku mendekati mereka. Dan merasakan ketegangan yang kuat di sana. Wajang abang mengencang menghadap komputer, dengan tangan mengepal pada krusor.
Dan Andri, wajahnya memelas seakan memohon maaf.
"Bang..., jika Andri ada salah..., Andri minta maaf ....," lirih ucapan Andri terdengar. Suaranya parau seperti yang menangis.
Sesaat aku terpaku bingung.
"Put...., jauhkan dia dari sini!" tekan abang pelan tidak dapat dibantah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Senja
RomanceUsianya baru 26 tahun, tapi Putri Ayuningtyas merasa telah mencapai seluruhnya. Menjadi Produser Program pada TV Nasional adalah cita-cita yang ia impikan. Karirnya dimulai dari menjadi produser program musik, lalu meningkat menjadi Produser Program...