Chapter 3

2K 121 7
                                    

Chapter 3

Sebelum perang dingin itu meletus, hubungan kami normal, senormal yang aku rasakan.

Setahun kemarin ....

 Mei 2007

     "Kamu siap? Ini bisa jadi tantangan buat kamu; menjadi produser program olah raga. Saya tantang kamu pegang 10 eps dulu. Kalau sukses di rating, kamu bisa naik ke news. Ya?"

Ucapan bosku yang menantangku untuk memegang program olah raga baru terus terngiang di kepalaku, saatku keluar dari ruangannya. Tantangan yang sangat menarik dan tidak boleh kulewatkan. Naik menjadi tim redaksi news jika aku sukses pegang program baru ini, program olah raga yang sama sekali aku buta dengannya. Setelah kemarin aku diminta mengajukan program olah raga, Pimpred-ku langsung menyetujui dan mendaulat menjadi produsernya.

Mampus Aku! Selama ini yang aku pegang program musik, juga program lifestyle bukan program olah raga. Dan program istimewa pula tentang Tim Sepak Bola kesayangan kotaku – Sang Pangeran Biru-. Dan aku pun seorang cewek yang masih gelap gulita dengan dunia olah raga cowok! BAGUS KHAN?? Tapi pastinya tak boleh kutolak dan harus kuterima.  Aku harus bisa memegang paling tidak 4 jenis program TV, termasuk yang belum pernah ada diprogram TV-ku, sebagai bukti, aku siap mencoba semunya. Me Can Do It All- itu mottoku, hehehehehe.

    "Gimana, si Bos bilang apa?" Suara Andri sahabatku, tiba-tiba masuk menyadarkanku aku sudah sampai di ruang redaksi program tanpa sadar, karena dia duduk di mejanya yang letaknya tepat di depan mejaku.

    "Heh? Disuruh segera eksekusi program yang kemarin aku ajukan."

    "Program olahraga?" Andri  memastikan.

    "Yup."

    "Mau dikasih judul apa?"

    "Squad Biru."

    "Judul yang bagus," ia mengangguk-angguk.

Aku langsung mencengkeram lenganya, dengan mata mengiba, "Bantuin aku, ya, ya..., kamu kan bobotoh..., bantuin aku masuk ke dunia mereka ya ...." Aku tahu aku harus meminta tolong padanya, karena selain dia memang seorang VJ (Video Journalist) dia juga seorang bobotoh sejati. MANTAB!

Sesaat ia terkaget kosong lalu meledaklah tawanya.

     "Pastilah aku bantuin, Mbak. Nggak akan susah kok, tongkrongin aja itu lapangan Persib, gaul sama pemainnya, gaul sama bobotohnya, jadilah sebuah program Persib!" sahut cowok berusia 25 tahun itu, dengan percaya diri.

Aku hanya mesem pahit, "Mudah-mudahan bisa segampang itu. Kemarin aku gaulnya dengan The Changcuters, D'Cinammons, Peter Pan, Java Jive dan lain-lain, sekarang aku harus gaul dengan para pemain bola. Keren kan...?"

    "Hey, semuanya harus dicoba, Mbak, jangan takut, pasti aku bantuin ambil gambar bagus, dan pedekate sama mereka....," Andri  masih memberikan senyuman yang sangat menenangkan dan melegakanku.

Aku tersenyum berterimakasih, dan siap duduk menyusun konsep untuk episode perdanaku.

BRAK!

Aku dan Andri  terlonjak dengan suara bantingan pintu tiba-tiba. Tidak mengherankan jka kamu tidak terheran dari mana asal suara itu. Dan tak lama kemudian Ray dan Yunita, dua editor kami, muncul di pintu ruanganku. Pun tak membuat kami heran terlebih kaget.

    "Ngungsi lagi?" sambutku.

Mereka berdua hanya mesem, dan menyibukkan diri masing-masing; Yunita langsung nimbrung di meja Andri, sementara Bang Ray membuka laptop Apple Mac-nya berbagi meja denganku dan melanjutkan pekerjaannya dengan santai.

Lelaki SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang