Prolog

407 51 22
                                    

Hai-hai..
Lelaki Kedua update lagi...😃😊

Makasih buat Shi fu yang sudah membantu revisi, walaupun beliau sibuk dengan berbagai jadwalnya.

Happy reading guys..😘😘


Panas, sesak, sakit. Setidaknya itulah perasaan yang tengah dirasakan Cella saat ini. Dua bulan yang lalu, ia baru saja kehilangan buah cintanya di usia kandungan yang baru mencapai akhir trimester pertama. Dan tiga hari yang lalu, ia kembali harus menerima kenyataan bahwa ayahanda tercintanya pergi menghadap sang Khalik.

Dengan segenap kekuatan hatinya, Cella berusaha bertahan menghadapi rentetan cobaan yang teramat berat itu. Namun kesabarannya seolah diuji kembali ketika pagi ini ia menerima sebuah amplop coklat.

Tangan Cella bergetar. Pelan-pelan ia membuka amplop tersebut. Matanya membelalak, nafasnya seakan tercekat. Bahkan kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Berulang kali ia membaca isi surat itu, untuk memastikan bahwa apa yang dibacanya hanya sebuah kesalahan. Tapi apa mau dikata, isinya tetaplah sama.

Sekali lagi takdir seakan mempermainkan hidup Cella. Pengorbanannya selama ini hanya dihargai dengan selembar surat. Air mata yang telah lama berhenti mengalir, kini kembali menggenang.

Cella segera menyambar kunci Honda Jazz-nya, kemudian memacu kendaraan tersebut menuju sebuah perumahan asri yang terletak di kota yang terkenal dengan patung ikan di tengah kota. Sesampainya di sana, ia segera keluar dari mobil dan mengetuk pintu rumah jauh dari kesan sabar.

"Apa maksud semua ini?" tanya Cella saat mengetahui siapa yang membuka pintu.

"Kamu sudah membacanya, 'kan?" Lelaki itu bertanya balik.

"Jelaskan padaku, kenapa kamu tega melakukan semua ini?" tanya Cella kembali dengan nada bergetar.

"Tanpa aku beritahu pun, kamu sudah tau apa alasanku melakukan semua ini," jelas laki-laki itu dingin.

"ENGGAK! Aku nggak pernah tau alasanmu!" teriak Cella gusar.

"Cukup, Cella! Terima kenyataan dan jangan mempersulit semuanya!"

Cella tertawa kecil.

"Mempersulit? Mempersulit katamu?" ucap Cella dengan suara serak.

Lalu Ia perlahan maju mendekati lelaki itu.

"Coba sebutkan ... di bagian mana aku mempersulitmu, Kak? Selama ini kamu nggak pernah memberikan aku kesempatan untuk berbicara, untuk menyampaikan pendapatku. Kemudian sekarang kamu bilang aku mempersulitmu? Kamu jahat, Kak. Jahat ...." Cella mulai terisak.

Lelaki itu hanya diam dengan pandangan kosong.

"Kenapa diam? Apa artinya diriku bagimu selama ini? Apa aku hanya sebagai sampah? Jawab, Kak!" Cella menarik baju pria di depannya sambil terisak.

Lelaki itu menepis tangan Cella. "Kamu nggak pernah berarti buatku."

Cella terperangah mendengar ucapan lelaki di hadapannya itu.

"Kamu bohong. Kamu bohong, Kak! Apa makna kata-kata cinta yang dulu sering Kakak ucapkan? Apa arti pelukan hangat Kakak di saat aku terpuruk? Kenapa kamu tega, Kak?" tanya Cella dengan terus terisak.

"Karena aku tidak pernah benar-benar mencintaimu."

Deg ...

Mendengar kalimat itu, dunia Cella seakan hancur. Kakinya seolah tak menginjak bumi.

Mereka sama-sama terdiam. Cella masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan pria yang yang selama ini dicintainya. Cella berusaha menggapai tangan lelaki di depannya tapi segera ditepis dengan kasar.

"Aku masih mencintaimu, Kak. Sangat mencintaimu," ucap Cella pelan dengan deraian air mata.

Mata lelaki itu memerah seperti menahan amarah. Mereka saling menatap seakan tengah berdiskusi tentang perasaan mereka. Bunyi pintu di samping membuat keduanya terperanjat.

"Kamu tidak layak untuk putraku. Dari dulu, hingga saat ini!" tegas seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah. "Dan sebaiknya segera angkat kakimu dari rumah ini, sebelum aku menyeretmu."

Cella kembali menegang mendengar suara tegas wanita paruh baya yang tengah menatapnya garang.

"Kak ... please ...." rintih Cella dengan air mata yang mulai tak terbendung lagi.

Plaakk!!

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Cella.

"Dasar wanita murahan, tidak punya malu! Berhenti memohon dan cepat pergi dari sini!" usir wanita itu pada Cella.

"Aku tidak akan pergi! Karna kutahu, anakmu masih mencintaiku!" seru Cella tak mau kalah.

"Pergilah, Cella. Semua sudah berakhir."

Hati Cella seperti tertusuk sebilah pisau tajam saat mendengar ucapan menyakitkan yang kesekian kalinya dari lelaki itu.

Berbeda dengan wanita di hadapannya, ucapan tegas yang diucapkan putranya itu membuatnya tersenyum penuh kemenangan.

"Baiklah, Kak, jika ini memang maumu," sahut Cela perih.

Dengan rasa sakit yang tak terbendung lagi, Cella memutar badannya melangkah menjauh meninggalkan dua orang yang melukainya itu. Tapi sebelum mencapai pagar rumah, ia berbalik. Menatap mereka tajam kemudian mengangkat tinggi amplop yang dipegangnya. Dan dengan gerakan cepat, ia merobek surat tersebut menjadi beberapa bagian. Ia tersenyum puas melihat ekspresi ibu dan anak yang tidak mempunyai hati itu.

"CELLA!" teriak mereka bersamaan.

Wajah ibu dan anak itu memerah menahan amarah. Dengan napas memburu, wanita paruh baya tersebut menghampiri Cella. Kemudian mengangkat tinggi tangannya lalu mengayunkan tangan itu ke udara dan ...

"Tak 'kan kuijinkan tangan ini menyentuhku lagi," tegas Cella setelah menangkap tangan yang akan mendarat di pipinya. Kemudian ia menepis kasar tangan itu dan berlalu meninggalkan rumah secepatnya dengan menyisakan ekspresi kaget ibu dan anak itu akan keberanian Cella.

EYD? TYPO?
Mohon krisannya

Salam Sejuk,

Green Love

****

Lelaki KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang