"Kamu ...?" seru Cella dan lelaki itu bersamaan.Untuk beberapa saat, udara di dekat mereka terasa panas membara. Padahal di pantai ini udara terasa sejuk dengan angin sepoi-sepoi. Fany merasa ada yang aneh dengan kedua orang yang tengah saling beradu pandang itu. Tatapan Cella seperti serigala yang akan menerkam mangsanya, sedangkan tatapan lelaki itu penuh dengan emosi bercampur pemujaan.
"Oh ... jadi Anda masih dendam dengan saya?" tanya Cella dingin.
"Saya tidak pernah dendam dengan seseorang, Nona. Jaga bicara Anda!" tegas lelaki itu.
"Heh! Dengan apa yang barusan Anda lakukan kepada saya, sudah menjawab semuanya, tuan Athan yang terhormat!"
"Cukup!" teriak Fany Frustasi. "Gini aja, coba kalian ngomong baik-baik. Apa sih yang membuat kalian musuhan? Udah dewasa juga, tapi masih kayak anak kecil."
"Kemarin orang ini ke cafe. Trus dia marah-marah nggak jelas," jelas Cella.
"Baiklah, Nona. Saya minta maaf atas sikap saya kemarin ... dan hari ini." Athan coba mengalah.
Cella hanya diam menanggapi permintaan maaf itu. Baginya kelakuan Athan belum pantas dimaafkan.
"Ya sudah. Kalau boleh tahu, nama kamu siapa?" tanya Fany berusaha memecah keheningan.
"Athan," jawab si pria sambil menerima uluran tangan Fany. Setelah berkenalan dengan Fany, Athan pun mengulurkan tangan ke arah Cella.
"Cella," sahutnya malas-malasan menerima uluran tangan pria itu. Bahkan Athan terlihat enggan melepaskan genggamannya jika tidak mendengar deheman Fany.
***
Hari Senin mungkin termasuk hari yang cukup melelahkan bagi beberapa orang. Lelah karena harus menyelesaikan tumpukan pekerjaan yang terhenti akibat libur akhir pekan di setiap minggunya. Seperti halnya seorang wanita berusia dua puluh empat tahun yang kini tengah sibuk melayani pelanggannya. Cella memang tipikal wanita yang tidak bisa duduk santai di saat pekerjaan tengah memanggil-manggil namanya.
"Desta, tolong siapkan pesanan klapertart panggang untuk pak Karya. Nanti saya yang akan mengantarkannya sendiri," perintah Cella kepada karyawannya. Pak Karya termasuk salah satu langganan tetap Green Cafe sejak enam bulan lalu.
"Baik, Mbak. Saya akan menyiapkan pesanannya," ucap Desta.
Tiga puluh menit kemudian mobil Cella telah terparkir cantik di lobby hotel yang material dindingnya terbuat dari kaca. Scorpio Hotel, namanya. Sesaat terlihat Cella menghubungi pria yang berusia awal empat puluh tahun itu. Setelah mengetahui letak keberadaannya, Cella segera menaiki lift menuju lantai lima.
Kini ia telah berada di depan kamar 201.
Tok ... tok ... tok ....
Selang beberapa detik kemudian, pintu terbuka menampakkan sosok pria yang masih terlihat tampan di usianya yang tak lagi muda.
"Sore, Pak. Ini saya bawakan pesanannya," ucap Cella tersenyum manis.
"Terimakasih banyak, Cella. Maaf, sudah merepotkanmu. Tapi bisakah kamu menunggu di dalam? Saya akan mengambil uangnya dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Kedua
RomanceDengan status janda yang disandangnya membuat Cella menutup rapat ruang hatinya dari panah asmara kaum Adam. Ia kuatir dikecewakan dan disakiti kembali. Akan tetapi pertemuannya dengan Athan merubah segalanya. Harapan baru akan indahnya mahligai ru...