Seorang pemuda beranjak malas dari kasur tak nyaman yang bagian tengahnya sudah melosok dalam seperti lubang di jalan. Samar-samar ia dapat mendengar suara kakaknya, dengan lemah menariknya dari buana mimpi. Tidak cukup, punggungnya digerogoti rasa sakit, kepalanya berputar, namun kesadarannya masih kukuh bertempur hebat dengan segala bentuk kemalasan yang dikerahkan otaknya agar terus berbaring.
"Ini hari perayaan," pintanya pada diri sendiri, seakan mantra untuk lepas dari cengkraman gavitasi kasur yang maha dahsyat.
Dengan malas, si pemuda meninggalkan kehangatan selimut dan berjalan nenyongsong deru angin dingin. Sebagaimana pemuda lainnya, ia harus ikut bekerja di alun-alun; mendirikan panggung dan pernak pernik upacara untuk digunakan malam nanti. Upahnya lumayan meski tak sebanding dengan kekosongan tidak berburu selama satu hari.
Pukul delapan, seluruh penduduk desa berkumpul di alun-alun. Sebuah gambar besar yang diterangi cahaya obor dibentangkan di panggung. Seorang pria berkumis tebal melangkah tangkas di tengahnya seraya menyanyikan puji pada sosok agung yang dipuja seluruh umat manusia, sang Raja Hutan. Bak pendongeng ulung, ia mendeskripsikan kisah kepahlawanan sang Raja Hutan bersama lima Kesatria Merah dalam perjuangan mereka menghadapi Bencana Besar enam ratus tahun lalu, yang sukses meluluh lantakkan peradaban beserta separuh populasi dunia kala itu. Demi menghormati jasa mereka yang gugur karenanya, uang kecil diselipkan dalam kotak yang ditempatkan di depan monumen jam raksasa. Sekitarnya dihiasi pernak pernik dan sederetan pipa menyerupai tombak yang makin digerus karat dari tahun ke tahun. Anak-anak yang tak sengaja menyentuh pipa-pipa tersebut harus menghisap jarinya agar tidak kualat.
Usai pidato panjang, pria dewasa mulai berkumpul dengan gelas-gelas minuman di tangan. Yang perempuan pulang menggandeng anak-anak mereka yang mulai menguap panjang. Pemuda-pemudi tak sekompak yang lain. Ada yang ditarik oleh ayah-ayah mereka dan dibombardir seribu pertanyaan dan tawa hura, ada juga yang memilih untuk menepi dari keramaian, menyelamatkan diri. Mereka yang menepi membuat lingkar cengkrama sendiri. Isi pembicaraannya tak jauh-jauh dari keluh dibarengi canda ringan.
Seorang pemuda berambut merah dan wajah dipenuhi jerawat kebingungan karena hasil buruan ia dan ayahnya tak cukup untuk memberi makan ia dan enam adiknya. Dua orang adik perempuannya terpaksa bekerja jadi buruh cuci di rumah orang lain. Beruntung mereka selalu membawa roti dan sayur-sayuran sisa tiap kali pulang ke rumah.
Seorang remaja perempuan berwajah manis masih kukuh menolak mewarisi bisnis parfum keluarga. Ia ingin pergi ke luar melihat dunia. Ibunya melarang keras, memberitahu bahwa tak ada yang lebih kejam dibanding kehidupan di luar sana. Ayahnya yang berwajah beringas dan berbadan kekar karena rajin bekerja di tambang sejak muda tak pernah berani melawan titah sang istri.
Seorang anak gemuk berkulit hitam ketakutan setengah mati karena ia dipaksa keluarganya untuk bekerja di tambang mulai tahun depan. Ia belum mau mati tertimbun batuan karena atau terpeleset jatuh ke lubang galian karena terlalu lamban atau ceroboh. Andai saja ada anak perempuan pewaris keluarga yang mau menikahinya, katanya berharap sambil melirik pada si remaja perempuan.
Si pemuda hanya bisa tertawa ketika mendengar cerita mereka. Ia kenal baik orang-orang ini sejak kecil. Meski tak bisa lagi berkumpul tiap waktu karena telah dibebani kewajiban masing-masing, momen seperti ini sudah lebih dari cukup untuk menerangi harinya. Tak lama lagi pesta perayaan akan berakhir. Ia harus membereskan sisa-sisa pesta dan membangunkan pria-pria dewasa yang tak cukup cerdas dalam membatasi dosis alkohol mereka. Esok hari ia harus bangun pagi-pagi sekali, menyiapkan perlengkapan berburunya dan pergi ke hutan seperti biasa. Besok berganti lusa, lusa berganti musim, berganti tahun. Siapa tahu kala itu, cerita-cerita temannya tentang diri mereka akan menjadi kenyataan.
Dalam hati si pemuda bertanya. Cerita macam apa yang akan menantinya di masa depan itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Eyes
AdventurePertemuan Gray dengan seorang gadis bermata merah mengantarnya pada petualangan mendebarkan yang telah diimpikannya sejak masa kecil. Petualangan yang juga membuatnya harus meninggalkan orang-orang terdekatnya.